Peneliti LAPAN Jelaskan Dugaan Penyebab Suara Dentuman di Langit Bali

Peneliti LAPAN Jelaskan Dugaan Penyebab Suara Dentuman di Langit Bali
Editor: Malda Teras Viral —Senin, 25 Januari 2021 12:43 WIB

Terasjabar.id - Sebuah fenomena alam berupa suara dentuman keras terdengar di langit Bali atau dentuman bali

Tepatnya suara dentumah itu terjadi di langit Buleleng, Balil pada Minggu 24 Januari 2021 WITA. 

Apa yang terjadi dengan langit Bali. 

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional atau LAPAN punya pendapat sendiri menyangkut peristiwa tersebut. 

Peneliti LAPAN memiliki dugaan sendiri soal penyebab suara dentuman di langit bali. 

Peneliti Pusat Sains dan Antariksa LAPAN, Dr Rhorom Priyatikanto, dugaan tersebut berdasar dari sejumlah laporan yang memiliki ciri-ciri dari sejumlah pihak.

"Jadi kalau seandainya memang seperti yang dilaporkan, ada jejak api, ada dentuman, bisa saja memang ada meteroid berukuran besar atau asteroid," ungkap Rhorom saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (25/1/2021).

Rhorom menjelaskan dentuman tersebut berasal dari benda luar angka yang masuk ke atmosfer bumi.

"Ketika benda tersebut memasuki atmosfer bumi dengan kecepatan tinggi akan terbakar, pecah, dan ketika jatuh dengan kecepatan tinggi di atmosfer akan menimbulkan gelombang kejut."

"Gelombang kejut itulah yang menimbulkan suara dentuman seperti ledakan di langit," jelas Rhorom.

Mirip Kejadian di Bone 2009

Adapun Rhorom menyebut, pada 8 Oktober 2009 warga Bone mendengar ledakan disertai getaran kaca-kaca rumah mereka.

Warga juga melihat jejak asap di langit.

Dugaan Lapan bahwa itu meteor besar akhirnya mendapat bukti dari peneliti NASA yang menggunakan data infrasound.

Data infrasound mengindikasikan adanya meteor jatuh yg diperkirakan berdiameter 10 meter.

Belakangan diketahui juga seismograf BMKG terdekat merekam getaran 1,9 magnitudo.

"Bila dibandingkan dengan kejadian di Bone, ada kemiripan sehingga diduga ledakan di Buleleng juga disebabkan adanya meteor besar yang jatuh."

"Meteor itu menimbulkan gelombang kejut yg terdengar sebagai ledakan. Diduga meteor tersebut memiliki ukuran awal beberapa meter, lebih kecil daripada asteroid Bone," ungkap Rhorom.

Dampak Asteroid Jatuh

Sementara itu Rhorom menyebut dampak asteroid atau meteor yang jatuh ke bumi tergantung dari ukuran dan lokasi jatuhnya.

"Dampak yang ditimbulkan juga bergantung pada kecepatan dan ukurannya."

"Benda itu kan membawa energi kinetis, kalau seandainya ukurannya besar dan jatuh di laut, bisa menimbulkan tsunami," ungkap Rhorom.

Selain itu, semakin besar dentuman yang dihasilkan bisa sampai membuat getaran hingga memecahkan kaca.

Lebih lanjut, Rhorom menilai peristiwa jatuhnya asteroid ke bumi adalah hal yang wajar dan cukup sering.

"Namanya asteroid itu banyak, probabilitas benda masuk ke atmosfer bumi cukup sering," ungkap Rhorom.

Namun, untuk yang ukuran besar, Rhorom menyebut peristiwa tersebut langka adanya.

Sehingga, masyarakat diminta untuk tidak terlalu khawatir.

Rhorom juga menambahkan meteor yang telah mencapai permukaan Bumi tidak berpotensi bahaya.

"Benda antariksa ini tidak mengandung unsur radioaktif yang membahayakan, mineral yang terkandung dalam meteor pun tidak berbahaya bagi lingkungan," ungkap Rhorom.

Pernyataan BMKG

Sementara itu, warga di Pulau Bali ramai membicarakan suara dentuman keras, yang terdengar pada Minggu (24/1/2021) pukul 10.27 WITA.

Informasi tentang adanya suara dentuman itu beredar di media sosial Twitter.

Sejumlah warganet menyebutkan, suara dentuman tersebut berasal dari meteor yang jatuh, dan mendarat di daerah Buleleng, Bali.

Sementara itu, berdasarkan keterangan dari Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, beberapa warga di Kintamani dan Besakih mengaku melihat objek langit semacam meteor yang melintas ke arah barat daya.

Dilansir Kompas.com, warga Buleleng yang sedang upacara adat juga mengaku melihat objek melintas di langit.

Ada juga warga nelayan di pantai Buleleng yang mengaku menyaksikan fenomena serupa.

"Jika laporan warga itu benar melihat meteor yang melintas di atas Bali, maka fenomena shockwave yang terjadi telah berubah menjadi gelombang seismik yang akhirnya dapat direkam oleh sensor gempa BMKG," kata Daryono.

Terekam Sensor BMKG

Lebih lanjut Daryono mengatakan, rekaman seismik tersebut memiliki durasi sekitar 20 detik, dan dilihat dari anatomi seismogramnya tampak bahwa sinyal seismik tersebut bukanlah merupakan sinyal gempa bumi tektonik.

"Jika sinyal seismik tersebut kita coba tentukan magnitudonya menggunakan formulasi penentuan mangnitudo gelombang gempa akan dihasilkan kekuatan 1,1 magnitudo lokal," kata Daryono.

Ia menyebutkan, sejak pukul 08.00 hingga 12.00 WITA tidak ada aktivitas gempa di wilayah Bali.

"Sehingga dipastikan anomali gelombang seismik tersebut bukan aktivitas gempa tektonik," kata Daryono.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto) (Kompas.com/Jawahir Gustav Rizal)


LAPAN Suara Bali Langit Dentuman


Loading...