SMKN 2 Padang Tuntut Siswi Gunakan Hijab, Mendikbud Nadiem Bilang Begini

SMKN 2 Padang Tuntut Siswi Gunakan Hijab, Mendikbud Nadiem Bilang Begini
Editor: Malda Teras Viral —Senin, 25 Januari 2021 08:24 WIB

Terasjabar.id - SMKN 2 Padang Tuntun Siswi Gunakan Hijab, Mendikbud Nadiem Bilang Begini 

Kasus siswi non-muslim di SMKN 2 Padang yang diwajibkan memakai jilbab menuai kontroversi.

Seperti diketahui, orangtua siswi non-muslim di SMKN 2 Padang mempertanyakan alasan putrinya harus memakai jilbab saat di sekolah.

Siswi itu sendiri sempat mendapat surat teguran dari sekolah karena tak mengenakan jilbab jika di sekolah.

Video pertemuan orangtua siswi tersebut dengan kepala sekolah lantas beredar dan menjadi viral.

Dalam pertemuan tersebut, kepala sekolah menegaskan bahwa itu sudah aturan sekolah.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim melarang sekolah membuat aturan yang bersifat diskriminatif.

Hal tersebut menyikapi polemik di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Padang, Sumatera Barat yang mewajibkan siswi nonmuslim mengenakan hijab.

"Sekolah tidak boleh sama sekali membuat peraturan atau imbauan kepada peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah. Apalagi jika tidak sesuai dengan agama atau kepercayaan peserta didik," ujar Nadiem melalui akun Instagram resminya, Minggu (24/1/2021).

Mantan CEO Gojek ini mengutip beberapa aturan hukum yang melarang tindakan diskriminatif di lingkungan sekolah.

Aturan tersebut di antaranya, Pasal 55 UU nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, lalu Pasal 4 ayat 1 UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Pasal 3 ayat 4 Permendikbud Nomor 45 tahun 2014 tentang pakaian seragam sekolah bagi peserta didik.

Menurut Nadiem, aturan yang dibuat oleh SMKN 2 Padang telah melanggar nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.


"Hal tersebut merupakan bentuk intoleransi atas keberagamaan, sehingga bukan saja melanggar peraturan UU, melainkan juga nilai-nilai Pancasila dan ke-Bhinekaan," ucap Nadiem.

"Untuk itu pemerintah tidak akan mentolerir guru atau kepala sekolah yang melakukan pelanggaran dalam bentuk intoleransi tersebut," tambah Nadiem.

Nadiem meminta Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan untuk memberi sanksi terhadap pihak yang terlibat.
Sanksi tegas tersebut, menurut Nadiem, dapat memberikan pembelajaran agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

"Saya meminta pemerintah daerah sesuai dengan mekanisme yang berlaku segera memberikan sanksi tegas atas pelanggaran disiplin bagi seluruh pihak yang terbukti terlibat, termasuk kemungkinan menerapkan pembebasan jabatan, agar permasalahan ini jadi pembelajaran kita bersama ke depan," pungkas Nadiem.

Kepala Dinas Pendidikan Sumbar Adib Alfikri, saat jumpa pers di Padang, Jumat (22/1/2021) malam
Kepala Dinas Pendidikan Sumbar Adib Alfikri, saat jumpa pers di Padang, Jumat (22/1/2021) malam (TribunPadang.com/Rizka Desri Yusfita)

Minta Maaf

Kepala SMKN 2 Padang Rusmadi secara resmi menyampaikan permohonan maafnya.

"Selaku Kepala Sekolah SMKN 2 Padang, saya menyampaikan permohonan maaf atas segala kesalahan dari jajaran staf bidang kesiswaan dan bimbingan konseling dalam penerapan aturan dan tata cara berpakaian bagi siswi," kata Rusmadi.

Rusmadi menegaskan siswi bernama Jeni Cahyani Hia, kelas X OTKP 1 tetap bersekolah seperti biasa.

"Kami berharap, kekhilafan dan simpang siur informasi di media sosial dapat kita selesaikan dengan semangat kesamaan dalam keberagaman," lanjut Rusmadi.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Adib Alfikri, dalam keterangannya mengaku baru menerima kabar tersebut Jumat pagi.

Meski begitu, ia langsung membentuk tim khusus untuk melakukan investigasi ke SMKN 2.

"Jika nanti ditemukan ada aturan atau praktik-praktik yang di luar ketentuan, saya akan ambil tindakan tegas," ujar Adib Alfikri.

Adib Alfikri juga menambahkan, tidak ada maksud dari sektor pendidikan memberikan sikap pemaksaan sebab tidak ada aturan yang membolehkan hal tersebut.

"Saya perintahkan, tidak ada diskriminatif, jika ada akan kami proses sesuai atuan yang berlaku," tegas Adib Alfikri.

Selain itu, menurut Adib Alfikri, agar hal serupa tidak terulang kembali, ia akan membuat edaran resmi.
Kemudian mengkaji ulang serta merevisi jika ditemukan aturan-aturan yang tidak seharusnya.

Kadis Kominfo Sumbar Jasman Rizal menjelaskan, tidak ada satupun regulasi atau kebijakan dari Pemprov Sumbar tentang adanya kewajiban dan paksaan bagi nonmuslim untuk berpakaian muslim ataupun muslimah.

"Pemprov Sumbar tidak ada membuat regulasi ataupun kebijakan agar non muslim berhijab, tidak ada itu. Itu adalah kebijakan sekolah yang ke depan akan dievaluasi secara menyeluruh. Pemprov Sumbar melalui Dinas Pendidikan akan mengevaluasinya," ujar Jasman Rizal.

Ia menambahkan, peralihan kewenangan SLTA diurus oleh Pemprov, dulunya aturan berpakaian Muslimah setiap hari Jumat itu telah ada dan itu kebijakan Pemko saat itu.

Disaat kewenangan mengurus SLTA berpindah ke provinsi, aturan ini belum sempat dievaluasi, karena tidak ada permasalahan selama ini.

"Akan tetapi dengan adanya kasus ini, Pemprov Sumbar melalui Dinas Pendidikan akan segera mengevaluasi seluruh aturan berpakaian dan memastikan bahwa tidak akan terjadi lagi persoalan seperti ini," kata Jasman Rizal.

Terpisah, Menteri Koordinator bidang Polhukam Mahfud MD menegaskan bahwa tidak boleh ada kewajiban anak non muslim menggunakan jilbab.

Hal itu dikatakan Mahfud dalam akun twitternya @Mohmahfudmd merespon kasus siswi SMKN 2 Padang nonmuslim yang dipaksa mengenakan jilbab.

"Akhir 1970-an sd 1980-an anak-anak sekolah dilarang pakai jilbab. Kita protes keras aturan tersebut ke Depdikbud. Setelah sekarang memakai jilbab dan busana muslim dibolehkan dan menjadi mode, tentu kita tak boleh membalik situasi dengan mewajibkan anak nonmuslim memakai jilbab di sekolah," kata Mahfud dalam akun resmi twitternya dikutip Tribun.

Menurut Mahfud sampai akhir 1980-an, ada diskriminasi terhadap orang Islam di Indonesia.

Berkat perjuangan Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan lainnya melalui pendidikan akhirnya diskriminasi tersebut memudar dan demokratisasi menguat.

Pada awal 90-an berdiri ICMI. Masjid dan majelis taklim tumbuh di berbagai kantor pemerintah dan kampus-kampus.

"Pada awal 1950-an Menag Wahid Hasyim (NU) dan Mendikjar Bahder Johan (Masyumi) membuat kebijakan: sekolah umum dan sekolah agama mempunyai "civil effect" yang sama.

Hasilnya, sejak 1990-an kaum santri terdidik bergelombang masuk ke posisi-posisi penting di dunia politik dan pemerintahan," katanya.

Mahfud menambahkan kebijakan penyetaraan pendidikan agama dan pendidikan umum oleh dua menteri tersebut sekarang ini menunjukkan hasilnya.

Pejabat-pejabat tinggi di Kantor-kantor pemerintah, termasuk di TNI dan POLRI, banyak diisi oleh kaum santri. "Mainstream keislaman mereka adalah wasarhiyah Islam: moderat dan inklusif," pungkasnya.

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat merasa prihatin seiring masih adanya kalangan pendidik belum memahami nilai-nilai kebangsaan, seperti kebhinekaan dan toleransi yang diamanatkan para pendiri bangsa.

Keprihatihan tersebut disampaikan Lestari menyikapi adanya kewajiban berkerudung bagi siswi non-muslim di SMK Negeri, Padang, Sumatera Barat.

"Tenaga pendidik seharusnya menjadi orang yang berperan menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada para siswanya, bukan malah mengaburkan nilai-nilai itu dalam kehidupan sehari-hari," kata Lestari.

Rerie sapaan Lestari menyebut, kebijakan wajib berbusana muslimah di sekolah umum, menunjukkan beberapa kalangan pendidik abai terhadap nilai-nilai kebangsaan yang merupakan dasar membentuk karakter generasi mendatang.

Padahal, kata Rerie, Pasal 28E (1) UUD 1945 mengamanatkan setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

Selain itu, Pasal 29 UUD 1945 ayat (2) juga menyebutkan, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

"Mewajibkan siswa non-muslim untuk memakai jilbab, juga bertentangan dengan prinsip program Merdeka Belajar yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan," kata Anggota Komisi X DPR itu.

Rerie berpendapat, kebijakan yang diterapkan di daerah atas nama melestarikan kearifan lokal, seharusnya tidak bertentangan dengan norma-norma hukum dan konstitusi.

"Para pemangku kepentingan di sektor pendidikan di negeri ini, seharusnya berperan sebagai salah satu ujung tombak yang diharapkan dapat membentuk generasi penerus bangsa yang berkarakter, dan mampu mengamalkan nilai-nilai kebangsaan yang kita miliki," papar Rerie.

"Peristiwa di Padang, harus menjadi alarm tanda bahaya bagi para pemangku kepentingan di negeri ini, karena berpotensi menjadi hambatan dalam upaya pembentukan generasi penerus bangsa yang berdaya saing di masa datang," sambungnya.(Tribun Network/fah/fik/sen/riz/wly)




Viral SMK Negeri 2 Padang Siswa Non Muslim Hijab PDIP Demokrat Dede Yusuf Mendikbud


Loading...