Jika disebut tanggap darurat, kata Didin padahal area tersebut meski kerap banjir, namun genangan airnya tidak sampai ratusan sentimeter.
“Malah setelah dibongkar itu air langsung limpah ke jalan, tidak terlihat ada selokan, banyak yang kejebur. Jembatan kayu sementara juga terbawa hanyut kalau banjir,” ungkapnya.
Didin menyebutkan, proyek normalisasi drainase yang hanya membongkar jembatan ke kios, toko, rumah dan jalan ke pemukiman kini semakin terasa dampaknya.
Sejumlah warga kian resah terhadap proyek normalisasi drainase yang mangkrak tersebut. Mengingat jembatan darurat yang dibangun mandiri oleh warga, kondisinya semakin rapuh.
Proyek drainase yang pembongkaranya dilakukan awal Maret 2025 lalu, dampaknya sangat terasa bagi puluhan pengusaha, tak terkecuali para petani.
Petani yang biasa dapat mengangkut hasil panen menggunakan mobil, kini kendaraan roda empat harus diparkirkan di pinggir jalan. Setiap karung harus dipanggul mandiri.
Didin menyampaikan, saat ini warga terdampak proyek normalisas drainase yang mangkrak hanya bisa pasrah dan berharap, agar pengerjaan perbaikan dapat dilanjutkan.
“Ada info tapi belum pasti, proyek drainase yang dibongkar DPUTR Kabupaten Bandung akan dilanjutkan September 2025 mendatang,”pungkas Didin.***