TERASJABAR.ID – Lombok Tengah, 27 Mei 2025 – Pasangan pengantin di bawah umur, SMY (14) dan SR (17), asal Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), akhirnya memenuhi panggilan polisi pada Selasa, 27 Mei 2025.
Keduanya dimintai klarifikasi oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Lombok Tengah terkait kasus pernikahan dini yang sempat viral di media sosial. Pernikahan ini menjadi sorotan publik setelah video prosesi adat Sasak “Nyongkolan” yang memperlihatkan keduanya mengenakan pakaian adat dan berpose di pelaminan menyebar luas, memicu keprihatinan banyak pihak.
Pernikahan SMY, seorang siswi SMP asal Desa Sukaraja, Kecamatan Praya Timur, dan SR, seorang remaja asal Desa Beraim, Kecamatan Praya Tengah, menuai kontroversi karena melanggar batas usia minimal perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, yaitu 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan.
Kasus ini dilaporkan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram pada 24 Mei 2025 ke Polres Lombok Tengah, menyoroti peran orang tua dan pihak-pihak yang memfasilitasi pernikahan tersebut.
Menurut Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah, Iptu Luk Luk II Maqnun, klarifikasi ini merupakan bagian dari tahap awal penyelidikan. “Kami memanggil kedua anak ini untuk dimintai keterangan. Selain itu, saksi-saksi lain juga akan dipanggil guna mendalami kasus ini,” ujarnya. Proses hukum akan dilakukan sesuai ketentuan, dengan mempertimbangkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang mengatur bahwa pemaksaan pernikahan anak merupakan bentuk kekerasan seksual.
Pernikahan ini sebelumnya sempat dicegah oleh aparat desa, termasuk Kepala Desa Beraim, Lalu Atmaja. Ia mengaku telah berupaya memisahkan keduanya sejak tiga minggu sebelum prosesi Nyongkolan digelar. Namun, pasangan ini nekat kawin lari (merariq), sebuah tradisi Sasak yang kerap menjadi pemicu pernikahan dini di NTB.