UPDATE Kasus Viral Bocah SMP Dibully, Korban Dibanting, Jarinya Diamputasi, Pelaku Diduga 7 Orang

UPDATE Kasus Viral Bocah SMP Dibully, Korban Dibanting, Jarinya Diamputasi, Pelaku Diduga 7 Orang
Kompas
Editor: Malda Hot News —Kamis, 6 Februari 2020 13:05 WIB

Terasjabar.id - Kasus bocah SMP, MS (13) yang diduga dibully oleh teman sekolahnya terungkap setelah kisahnya viral di media sosial.

MS yang dirawat di Rumah Sakit Umum Lavalette Kota Malang itu harus menjalani operasi untuk mengamputasi jari tengah kanannya.

Jari siswa SMP di Malang itu sudah tidak berfungsi.

Operasi tersebut dilakukan di rumah sakit di mana ia dirawat.

"Operasi tadi malam. Masuk pukul 18.00 WIB sampai 21.20 WIB," kata aufik (47), paman MS, saat ditemui di Rumah Sakit Lavalette Kota Malang, Rabu (5/2/2020), dikutip dari Kompas.com.

Taufik mengatakan operasi amputasi itu atas keputuan dari tim medis.

Dokter, kata Taufik, mengatakan jaringan jari MS sudah mati sehingga harus diamputasi.

Dua ruas di jari tengah tangan kanan korban harus diamputasi.

MS menangis harus mengalami nasib yang malang.

Ia syok kehilangan jari tengahnya.

"Fokus kami psikis, akibat operasi mau tidak mau syok, karena kehilangan jarinya," katanya.

MS diduga dibully teman sekolahnya yang berjumlah 7 orang.

Pelaku mengaku telah melakukan aksi kekerasan meski motifnya bercanda.

Kapolresta Malang Kota Kombes Leonardus Simarmata mengatakan, tubuh MS sempat diangkat beramai-ramai, kemudian korban dibanting di lantai paving oleh teman-temannya.

"Diangkat beramai-ramai begitu. Terus dibanting ke paving dalam kondisi terlentang," kata Leonardus.

Tak hanya itu, korban juga sempat dilempar ke pohon oleh para pelaku dengan cara yang sama.

Kata Leonardus, para pelaku mengaku melakukan hal itu kepada MS karena iseng atau bercanda.

Mereka tak sadar atas perbuatannya itu dapat membahayakan korban.

"Kejadian itu dilakukan saat sekolah lagi istirahat. Mengakunya mereka iseng bercanda," kata Leo.

Akibatnya perlakuan temannya, tubuh MS lebam dan jarinya harus diamputasi.

Ketujuh siswa tersebut terancam sanksi pidana.

Polresta Malang Kota sudah menaikkan status kasus tersebut, dari penyelidikan ke penyidikan.

Sudah ada 15 saksi yang diperiksa terkait kasus itu.

"Kami sudah menaikkan status dari tahap penyelidikan menuju tahap penyidikan. Kami sudah memeriksa total 15 saksi dari pihak keluarga korban dan terduga pelaku. Juga dari pihak sekolah. Kami sudah mengantongi dua alat bukti," ujar dia.

Badan Lebam

Kapolresta Malang Kota Kombes Pol Leonardus Simarmata mengatakan kejadian diduga dibully itu sudah terjadi pada pekan lalu.

Awalnya korban memilih untuk tidak melaporkan kejadian ke pihak kepolisian.

Namun, ia melaporkan kasus itu setelah kasusnya viral dan menjadi perbincangan banyak orang.

Polisi mengaku masih melakukan penyelidikan terkait kasus pembullyan tersebut.

Pihaknya berhati-hati sebab korban dan pelaku masih di bawah umur.

"Kita masih dalam tahap penyelidikan. Karena kita belum bisa menyentuh pada para saksi yang ada di sekolah, termasuk juga murid-murid yang terlibat,” kata Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol Leonardus Simarmata di Mapolresta Malang, Sabtu (1/2/2020), dikutip dari Kompas.com.

Karena pelaku dan korban masih di bawah umur, Polresta Malang Kota menangani kasus itu dengan perpedoman pada Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.

ilustrasi korban bully
ilustrasi korban bully (Pixabay)

“Kita tindaklanjuti. Untuk pasal, pasal 80 ayat 2 karena ini luka berat. Ancamannya juga 5 tahun dengan Rp 100 juta,” katanya.

Leonardus mengatakan korban mengalami sejumlah luka memar.

Selain itu, MS pun masih trauma atas kejadian itu.

“Kemarin kita sudah besuk di Rumah Sakit Lavallette, menyaksikan bahwa kondisi korban masih sakit. Di beberapa bagian tubuhnya, di bagian pergelangan tangan, pergelangan kaki, juga di bagian punggung belakang masih ada bekas memar,” katanya.

“Korban masih belum bisa banyak bercerita karena korban masih trauma,” katanya. Sampai sejauh ini, masih ada dua saksi yang sudah diperiksa oleh penyidik Polresta Malang Kota, yakni ibu dan paman korban.

Rencananya, penyidik juga akan memeriksa pihak sekolah, termasuk tujuh siswa yang terlibat dalam aksi bully.

“Masih dua saksi yang diperiksa. Ibunya dan pamannya. Selanjutnya nanti dari pihak sekolah. Mungki dari guru-guru atau kepala sekolah. Otomatis kita panggil orang tua dari yang bersangkutan. Tapi ini karena anak, kita hormati hak-haknya,” katanya.

Di kesempatan yang berbeda, Kepala SMPN 16 Kota Malang Syamsul Arifin mengatakan tindakan diduga bully itu bermula dari gurauan antar siswa.

Ada tujuh siswa yang diduga melakukan perundungan namun masih belum pasti apa yang terjadi sebenarnya.

Pihak sekolah pun mengaku masih melakukan penyelidikan.

ilustrasi korban bully
ilustrasi korban bully (Pixabay)

“Secara kronologi patut diduga ada kekerasan yang terjadi di SMP 16. Tetapi kami masih belum tuntas menyelesaikan hal itu, karena masih berproses,” kata Syamsul saat ditemui di Kantor Dinas Pendidikan Kota Malang, Jumat (31/1/2020).

Menurut Syamsul, tindakan kekerasan itu bukan kesengajaan.

"Tapi bergurau seusia anak, karena yang melakukan anak-anak yang tidak punya rekam jejak kenakalan yang sangat keras,” kata Syamsul.

Selain itu, menurut Syamsul, antara korban dan pelaku sudah saling akrab, karena sama-sama aktif di organisasi yang ada di sekolah tersebut.

Syamsul tidak mengetahui pasti kapan bully itu terjadi.

Syamsul mengatakan bahwa diduga bully itu terjadi pada pekan lalu.

Korban masih sempat masuk ke sekolah setelah mengalami bully, sampai akhirnya harus dirawat di rumah sakit karena luka lebam yang dideritanya.

“Anak yang jadi korban itu memang anak yang diam sekali. Anak pintar sekali,” kata Syamul.

Pihak sekolah sudah mendatangi korban di rumah sakit.

Menurut Syamsul, pihaknya juga sudah mempertemukan seluruh orangtua korban dan pelaku.

Pertemuan itu menghasilkan sejumlah kesepakatan.

Salah satunya adalah tentang pembiayaan perawatan korban.

Orangtua siswa yang menjadi pelaku sudah sepakat untuk menanggung seluruh biaya perawatan korban.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang Zubaidah mengaku sudah meminta keterangan dari siswa yang melakukan bully itu.

Hasilnya, Zubaidah mengatakan, tidak ada kekerasan.

Sebab, pelaku bermaksud bercanda terhadap korban.

“Kesimpulan sementara bukan kekerasan, tapi bercanda,” kata Zubaidah.

Kasus diduga pembullyan di SMPN 16 Kota Malang itu mencuat pada Jumat (31/1/2020).

MS (13) siswa kelas 7 yang menjadi korban bully harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Lavalette Kota Malang.

Sementara, aksi bully itu terjadi pada pekan lalu.

Terdapat tujuh siswa kelas 7 dan kelas 8 yang terlibat aksi bully tersebut.

Meski pihak sekolah mengaku kejadian tersebut hanyalah bercanda, MS mengalami lebam di beberapa bagian.

Kejadian tersebut perlu diselidiki sehingga penyebab lebam dan trauma yang dialami MS bisa terkuak. Begitu juga dengan pelaku yang melakukan tindakan tersebut.(Tribunjabar.id)


SMP Korban Bully SMP Medsos Malang


Loading...