Mengantisipasi Adanya Gempa Susulan di Selatan Jawa, BNPB Minta BPBD Segera Siapkan Antisipasi Kebencanaan

Mengantisipasi Adanya Gempa Susulan di Selatan Jawa, BNPB Minta BPBD Segera Siapkan Antisipasi Kebencanaan
(ist/Tribunjabar.id : Google)
Editor: Epenz Hot News —Minggu, 25 Oktober 2020 10:58 WIB

Terasjabar.id - Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Dr Raditya Jati, mengimbau agar pemangku kebijakan di daerah segera mengambil tindakan yang dianggap perlu guna mengantisipasi adanya potensi gempa susulan di selatan Jawa, setelah gempa mengguncang selatan Jawa, Minggu (25/10).

"BNPB mengimbau agar pemangku kebijakan di daerah segera mengambil tindakan yang dianggap perlu guna mengantisipasi adanya potensi gempa susulan," katanya melalui keterangan tertulis, Minggu (25/10).

Sementara itu, katanya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pangandaran dan BPBD Kabupaten Tasikmalaya melaporkan bahwa gempa sempat dirasakan kuat selama 5 detik di Kabupaten Pangandaran, 2 detik di Kota Tasikmalaya dan selama 2 detik di Kabupaten Tasikmalaya.

"Hingga saat ini belum ada laporan dampak akibat kejadian gempa bumi tersebut," katanya.

Selain itu masyarakat diharapkan untuk tidak panik, tidak terhasut oleh informasi yang tidak benar dan hanya mengakses informasi terkait gempa bumi dari instansi pemerintah dan dari pihak yang berwajib lainnya.

Sebelymnya, gempa bumi dengan kekuatan 5.9 SR telah terjadi di 90 kilometer Barat Daya Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Minggu (24/10) pukul 07.56 WIB.

Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pusat gempa berada di koordinat 8.22 LS dan 107.87 BT pada kedalaman 10 kilometer dasar laut. BMKG juga merilis bahwa gempa bumi tersebut tidak berpotensi tsunami.

FOLLOW JUGA :

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat, Dani Ramdan, mengatakan Jawa Barat sejak dulu sudah mempersiapkan berbagai hal dalam menanggulangi bencana, termasuk gempa bumi dan tsunami di Jawa Barat.

Dani yang merupakan Pjs Bupati Pangandaran ini mengatakan di Pangandaran sendiri dirinya meyakinkan pengunjung dan masyarakat bahwa Pangandaran tetap aman dan kondusif. Pihaknya juga sudah melakukan langkah antisipasi penanggulangan bencana.

"Kemarin seluruh shelter, semua tempat evakuasi, sudah kami siapkan. Rambu disiapkan. Kita latih pelaku usaha dan wisata. Manajer hotel, petugas hotel dan restoran, sampai guide, kami latih untuk lakukan evakuasi, supaya kalaupun terjadi, itu sudah jadi bagian tim. Kami BPBD akan memandu masyarakat dan wisatawan untuk harus lari ke mana supaya aman," tuturnya. 

Dani mengatakan pihaknya telah memaksimalkan fungsi alat peringatan dini dari BMKG yang sudah terpasang di setiap kantor BPBD se-Jawa Barat. Di Pangandaran sendiri, sistem komunikasinya sudah terhubung dengan jaringan radio amatir.

"Alat early warning system dari BMKG di BPBD, infonya di-share ke jaringan radio amatir yang ternyata di tiap desa sudah ada. Nanti keputusan kami akan menyakalakan sirine, mereka di desa akan bunyikan sirine, akan pukul kentongan atau tiang listrik. Tetap tiap desa punya unit-unit sistem swadaya masyarakat," katanya.

Dani mengatakan memang sempat terjadi penurunan pengunjung saat beredar isu mengenai tsunami di Pantai Selatan Jawa. Namun setelah dilakukan penjelasan mengenai riset dari ITB tersebut, wisatawan kembali berdatangan.

"Memang Sejak isu tsunami ini ada penurunan sedikit. Tapi karena kita terus-menerus melakukan konfirmasi bahwa hasil riset penelitian ITB tersebut tidak menyebut akan ada tsunami dalam waktu dekat, aktivitas kembali lagi," katanya.

"Bahwa memang ada potensi, dan kalau itu sih dari dulu juga memang mega thrust pantai selatan Jawa dan Sumatra punya potensi. Tapi tidak ada satu pun ada informasi bahwa hasil penelitian tersebut, akan terjadi dalam waktu dekat," katanya.

Sebelumnya diberitakan, sebanyak 31 seismograf serta 18 Warning Receiver System New Generation (WRS NG) telah dipasang di berbagai lokasi di Jawa Barat untuk mendeteksi, mengukur, dan mencatat, gempa bumi serta potensi tsunami secara cepat di Jawa Barat.

Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Bandung BMKG, Tony Agus Wijaya, mengatakan sebelumnya Jawa Barat hanya memiliki 8 seismograf. Kemudian pada 2019 bertambah 22 unit lagi dan tahun ini mendapat tambahan 1 unit seismograf. Dengan demikian, kini Jabar memiliki 31 alat pendeteksi gempa bumi yang tersebar di berbagai wilayah di Jawa Barat.

"Sementara itu, tahun 2020 ini, tambah satu seismograph di Subang, dan tahun 2021 tambah tiga WRS NG di Jawa Barat," kata Tony melalui ponsel, Minggu (27/9).

Sebanyak 18 WRS NG yang telah ada sendiri, katanya, dipasang di 18 kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Jawa Barat. Alat ini, katanya, dapat dimanfaatkan BPBD untuk menerima informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami dari BMKG real time dan otomatis, serta komunikasi melalui satelit.

"BMKG memberikan info peringatan dini tsunami, dengan alat penerima info peringatan dini yang dipasang di BPBD, maka info peringatan dini dapat disampaikan dengan cepat. Dua menit setelah gempa, info pendahuluan telah diterima oleh BPBD," katanya.

WRS NG sudah terpasang di kawasan selatan Jawa Barat, yakni Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Banjar, Ciamis. Kemudian dipasang juga di Depok, Bogor, Subang, Purwakarta, Karawang, Indramayu, Cirebon, Kuningan, Bogor, Bandung, Bandung Barat, dan Sumedang. 

Mengenai potensi gempa kuat di zona megathrust di selatan Pulau Jawa berdasarkan hasil kajian para ahli kebumian ITB yang dipublikasikan di jurnal ilmiah baru-baru ini, diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk lebih memperhatikan upaya mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami. 

"Edukasi ke masyarakat, bahwa terdapat ancaman potensi gempa dan tsunami di zona megathrust, yaitu barat Sumatera, selatan Jawa hingga Nusa Tenggara. Hal itu merupakan perkiraan skenario kemungkinan terburuk, adalah untuk mitigasi pengurangan risiko bencana, sehingga memiliki kesiapsiagaan lebih baik," katanya.

Langkah mitigasi, katanya, dapat dilakukan dengan penyiapan tempat evakuasi sementara sampai rambu jalur evakuasi. Selain tentunya terus mengedukasi masyarakat mengenai kesiapsiagaan bencana ini.

Tony mengatakan pihaknya pun akan melakukan uji komunikasi karena sistem peringatan dini tsunami (InaTEWS/Indonesia Tsunami Early Warning System) perlu diuji. Pihaknya perlu melakukan uji diseminasi, termasuk dengan media.

Sebelumnya, Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Dr Daryoni mengatakan pihaknya mengapresiasi hasil kajian potensi gempa megathrust di selatan Pulau Jawa. 

Adanya potensi gempa kuat di zona megathrust di selatan Pulau Jawa hasil kajian para ahli kebumian ITB yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Nature baru-baru ini, diharapkan dapat mendorong kita semua untuk lebih memperhatikan upaya mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami. 

"Perlu ada upaya serius dari berbagai pihak untuk mendukung dan memperkuat penerapan building code dalam membangun infrastruktur. Masyarakat juga diharapkan terus meningkatkan kemampuannya dalam memahami cara selamat saat terjadi gempa dan tsunami," katanya.

BMKG dalam hal ini mengapresiasi hasil tersebut. Skenario model yang dihasilkan merupakan gambaran terburuk (worst case), dan ini dapat dijadikan acuan kita dalam upaya mitigasi guna mengurangi risiko bencana gempa dan tsunami.

"Kita akui, informasi potensi gempa kuat di zona megathrust memang rentan memicu keresahan akibat salah pengertian atau misleading. Masyarakat ternyata lebih tertarik membahas kemungkin dampak buruknya daripada pesan mitigasi yang mestinya harus dilakukan," katanya.

Informasi potensi gempa kuat selatan Jawa saat ini bergulir cepat menjadi berita yang sangat menarik. Masyarakat awam pun menduga seolah dalam waktu dekat di selatan Pulau Jawa akan terjadi gempa dahsyat, padahal tidak demikian.

Meskipun kajian ilmiah mampu menentukan potensi magnitudo maksimum gempa megathrust dan scenario terburuk, akan tetapi hingga saat ini teknologi belum mampu memprediksi dengan tepat dan akurat kapan dan dimana gempa akan terjadi. 

"Maka dalam ketidakpastian kapan terjadinya, yang perlu dilakukan adalah upaya mitigasi dengan menyiapkan langkah-langkah kongkrit untuk meminimalkan risiko kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa," ujarnya.

Informasi hasil kajian ini hendaknya tidak mempertajam kecemasan dan kekhawatiran masyarakat. Tetapi harus segera direspon dengan upaya mitigasi yang nyata.

Apakah dengan meningkatkan kegiatan sosialisasi mitigasi, latihan evakuasi, menata dan memasang rambu evakuasi, menyiapkan tempat evakuasi sementara, membangun bangunan rumah tahan gempa, menata tata ruang pantai berbasis risiko tsunami, serta meningkatkan performa sistem peringatan dini tsunami.



Disadur dari Tribunjabar.id

BNPB Pandemi Covid-19 Gempa Pangandaran Selatan Jawa


Loading...