TERASJABAR.ID – Tahun 2025 menjadi saksi salah satu kasus hukum paling ramai diperbincangkan di Indonesia. Yakni, dugaan ijazah palsu yang menyeret nama Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo.
Pada 7 November, Polda Metro Jaya menetapkan delapan orang sebagai tersangka, termasuk mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo.
Penetapan ini dilakukan setelah penyidikan mendalam yang melibatkan ahli pidana, ahli teknologi informasi dan transaksi elektronik (ITE), ahli sosiologi hukum, komunikasi sosial, dan bahasa.
Penyidik menyimpulkan bahwa para tersangka telah menyebarkan tuduhan palsu, memanipulasi dokumen digital, dan menyesatkan publik.
Untuk mempermudah penanganan hukum, Polda Metro Jaya membagi para tersangka menjadi dua klaster.
Klaster pertama terdiri dari lima orang: Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Damai Hari Lubis, Rustam Effendi, dan Muhammad Rizal Fadillah, dijerat Pasal 310, 311, 160 KUHP, serta sejumlah pasal UU ITE.
Klaster kedua meliputi Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan dr. Tifauziah Tyassuma, dijerat pasal KUHP dan UU ITE yang lebih luas.
Meski status tersangka telah disematkan, Polda Metro Jaya belum melakukan penahanan terhadap Roy Suryo dan rekan-rekannya.
Proses pemeriksaan masih berjalan, dengan panggilan resmi yang segera dikirim agar para tersangka dapat memberikan klarifikasi sesuai hak konstitusional mereka.
Roy Suryo menanggapi status tersangka dengan sikap santai dan optimis.
Ia menekankan pentingnya menjalani proses hukum dengan kepala tegak, menyerahkan langkah-langkah selanjutnya pada kuasa hukumnya, dan mengajak rekan-rekan tersangka untuk tetap tegar.
Menurut Roy, perjuangan ini bukan sekadar urusan pribadi, tetapi bagian dari hak rakyat Indonesia untuk meneliti dokumen publik tanpa takut dikriminalisasi.
Kasus ini menjadi salah satu sorotan utama 2025, menyoroti dinamika hukum, politik, dan media di 0Indonesia, serta menegaskan pentingnya transparansi dan perlindungan hak warga negara dalam era digital.-***


















