Meski Istana menegaskan bahwa pemasangan dilakukan dengan pengawasan Kementerian Kebudayaan dan tidak merusak cagar budaya, video viral ini tetap memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Sebagian warganet mengkritik langkah tersebut karena khawatir akan mengurangi kesakralan situs berusia lebih dari 1.200 tahun ini. Namun, ada juga yang mendukung, terutama dengan alasan bahwa fasilitas ini dapat membantu pengunjung dengan keterbatasan fisik, termasuk lansia, untuk menikmati Borobudur.
Sementara itu, akses wisatawan ke Zona I kompleks Candi Borobudur telah ditutup sejak beberapa hari lalu dan akan berlangsung hingga 29 Mei 2025, bertepatan dengan selesainya kunjungan Macron. Hingga saat ini, pihak pengelola candi, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (InJourney), belum memberikan pernyataan resmi terkait pemasangan fasilitas ini. Namun, Menteri Pekerjaan Umum, Dody Hanggodo, menyatakan bahwa Kementerian PU hanya bertugas menyiapkan infrastruktur di sekitar kawasan candi, seperti mobil golf untuk transportasi kepala negara, dan tidak terlibat langsung dalam pemasangan eskalator.
Kontroversi ini kembali mengingatkan pentingnya keseimbangan antara pelestarian warisan budaya dan kebutuhan acara kenegaraan berskala internasional.
Candi Borobudur, sebagai situs UNESCO, memang memiliki nilai sejarah dan budaya yang tak ternilai, sehingga setiap langkah yang melibatkan struktur candi harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Bagaimana menurutmu, apakah langkah ini tepat atau justru berisiko bagi pelestarian Borobudur?