Babak II: Logistik Perang—Angka yang Bersuara
Pidato ini kuat karena data menopang diksi. Di antaranya:
Pangan: sekitar Rp 164,4 triliun, termasuk Rp 53,3 triliun cadangan pangan & Rp 46,9 triliun subsidi pupuk.
Energi: dukungan fiskal ± Rp 402,4 triliun untuk ketahanan dan transisi energi.
Makan Bergizi Gratis (MBG): menjangkau ± 82,9 juta penerima (siswa, ibu hamil, balita).
Pendidikan: ± Rp 757,8 triliun—terbesar sepanjang sejarah; dari PIP, KIP Kuliah, peningkatan kualitas guru hingga sarana.
Kesehatan: ± Rp 244 triliun—revitalisasi RS, penguatan layanan primer, JKN bagi kelompok rentan.
Makro (peta cuaca tempur): pertumbuhan ~5,1% (YoY), inflasi ~2,4%, pengangguran ~4,8%, kemiskinan ~8,5%.
APBN 2026 (arsitektural): belanja ± Rp 3.786,5 T, pendapatan ± Rp 3.147,7 T, defisit ± Rp 638,8 T (~2,48% PDB).
Angka-angka ini bukan sekadar ornamen. Ia berfungsi sebagai rencana logistik: siapa melakukan apa, dengan berapa biaya, untuk menghasilkan dampak apa dalam jangka waktu berapa lama. Jika perang adalah manajemen rantai pasok tujuan nasional, maka APBN adalah manajemen gudangnya.
Babak III: Strategi Serangan—Dari Podium ke Lapangan
1) Belanja Tepat Sasaran
Arah kebijakan diarahkan agar setiap program menyentuh dapur rakyat: stabilisasi harga pangan, akses layanan kesehatan, sekolah yang layak, dan energi yang terjangkau. Ini “peluru cerdas” APBN: mahal kalau salah sasaran, murah bila tepat manfaat.
2) Hilirisasi & Perluasan Pasar
Nafas devisa digali lewat hilirisasi dan ekspor bernilai tambah. Diplomasi ekonomi membuka jalur dagang dan investasi. Targetnya: pertumbuhan yang berkualitas, bukan sekadar angka tinggi yang rapuh.
3) Tata Kelola Data & Penyaluran
Program sosial harus bertumpu pada data tunggal agar tepat sasaran. Teknologi menjadi “komandan lapangan” untuk memotong birokrasi, menekan kebocoran, dan mempercepat distribusi manfaat.
4) Konsistensi & Kecepatan
Pidato yang berenergi tinggi meminta tempo implementasi yang selaras: cepat, presisi, akuntabel. Pemerintah pusat dan daerah harus sinkron, birokrasi harus lincah, auditor harus hadir sebagai mitra kualitas, bukan sekadar pembaca berkas.
Babak IV: Risiko & Mitigasi—Menang dengan Kepala Dingin
Perang yang baik mengakui risiko:
Tekanan fiskal akibat program besar (MBG, energi) harus diimbangi optimalisasi penerimaan dan efisiensi belanja.
Inflasi pangan harus ditangani dari hulu–hilir: produksi, logistik, dan cadangan.
Transisi energi menuntut desain pembiayaan yang kreatif agar tarif tetap rasional.