Belajar dari Korea dan China yang Alami Gelombang Kedua, Jabar Diminta Hati-hati Longgarkan PSBB

Belajar dari Korea dan China yang Alami Gelombang Kedua, Jabar Diminta Hati-hati Longgarkan PSBB
Tribunjabar.id
Editor: Malda Hot News —Jumat, 15 Mei 2020 13:51 WIB

Terasjabar.id - Pemerintah pusat maupun daerah diminta untuk lebih berhati-hati dan bijak dalam menentukan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB) di Indonesia, termasuk di Jawa Barat.

Hal ini untuk mengantisipasi gelombang kedua penularan Covid-19, seperti yang sudah terjadi di sejumlah negara lainnya.

Ahli epidemiologi dari Universitas Padjadjaran ( Unpad), Pandji Fortuna Hadisoemarto, mengatakan jangankan menghadapi gelombang kedua, katanya, gelombang pertama penularan Covid-19 di Indonesia belum tuntas.

Termasuk di Jawa Barat, katanya, masih mengalami kasus Covid-19 baru setiap harinya.

"Prinsipnya bukan hanya Jawa Barat punya potensi menghadapi gelombang kedua atau second wave, gelombang pertama yang belum selesai ini juga berpotensi naik lagi bahkan drastis jika tidak ada pengetatan PSBB dan malahan ada rencana pelonggaran PSBB di Jawa Barat," kata Pandji melalui ponsel, Jumat (15/5/2020).

Pandji mengatakan pemerintah pun harus mengerti kultur budaya masyarakatnya.

Saat diumumkan ada potensi 63 persen wilayah Jabar yang akan mengalami pelonggaran PSBB, semua orang malah merasa mereka sudah masuk dalam kawasan 63 persen tersebut dan akhirnya mulai beraktivitas seperti biasa walaupun PSBB Jabar belum selesai.

Berdasarkan pemantauan, sejumlah ruas jalan mulai kembali ramai dan aktivitas yang tidak terlalu mendesak pun sudah banyak dilakukan. Bahkan sejumlah tempat ibadah sudah menggelar kembali ibadah berjamaah dan larut dalam euforia akan merayakan Idulfitri seperti biasa. Padahal, grafik penularan Covid-19 masih terjadi bahkan terus meningkat tajam di tingkat nasional.

Pandji pun menyoroti berbagai kebijakan pemerintah untuk melonggarkan transportasi bahkan kebijakan mudik lokal yang sama-sama berpotensi menyebarkan Covid-19 tanpa kendali.

"Kalau PSBB sudah diturunkan (keketatannya) ya akan ada kemungkinan meningkat lagi jumlah kasusnya. Di sisi lain tingkat kekebalan di populasi atau herd immunity masih terbilang sedikit, terlihat dari angka reaktif rapid test yang ternyata masih di bawah lima persen. Artinya ya setidaknya yang punya antibodi baru sekian persen, asumsinya," katanya.

Padahal untuk mencapai herd immunity yang baik, jumlah warga yang kebal terhadap Covid-19 haruslah mencapai antara 60 sampai 70 persen. Namun demikian, kebijakan herd immunity yang telah diterapkan sejumlah negara pun menemui masalah yang berakibat lonjakan pasien corona, seperti di Belanda.

Mengenai pelonggaran PSBB, Pandji memberi contoh Korea Selatan yang sudah melonggarkan pembatasan sosial malah menghadapi gelombang kedua penularan, di antaranya dari klaster baru akibat ada kelab malam yang kembali beroperasi.

China pun mengalami kasus-kasus baru setelah pelonggaran lockdown dan akibatnya pemerintahnya akan melakukan tes terhadap seluruh warga Wuhan. Lain halnya di Singapura, pemerintahnya dinilai kecolongan akibat terlalu fokus menangani warga yang baru dari negara-negara maju, tapi tidak memerhatikan kalangan pekerja dari Asia Selatan yang malah membuat ledakan kasus baru.

"Hal serupa terjadi di Jerman, saat dilonggarkan, muncul kasus-kasus baru. Untungnya mereka sudah siap upaya kesehatan masyarakatnya. Sebenarnya saat PSBB ini kan harusnya kita mempersiapkan diri dalam hal upaya kesehatan ini supaya siap ke depannya," tuturnya.

Dalam hal penyebaran penyakit ini, katanya, pemerintah diminta tidak terlalu cepat mengambil keputusan atau mengumumkan harapan dan potensi pelonggaran hanya karena data kasus yang menurun dalam beberapa hari saja.

Tidak hanya mencermati kasus positif Covid-19, katanya, pemerintah pun harus mencermati peningkatan jumlah kasus Pasien Dalam Pemantauan (PDP) yang dapat menjadi potensi kasus positif baru.

Pandji mengatakan pergerakan masyarakat amat krusial dalam menekan kasus Covid-19 di Jabar. Semakin kecil presentase pergerakan masyarakat, semakin cepat pandemi Covid-19 ditanggulangi. Hal tersebut didapat berdasarkan permodelan yang ia buat.

"Jadi permodelan saya itu membuat simulasi bagaimana Covid-19 akan menyebar di Jabar dengan skenario. Yang pertama skenarionya kondisi sekarang. Nampaknya, walau PSBB sudah berhasil menurunkan transmisi, tetapi masih ada sisa transmisi yang mana menyebabkan kita masih melihat ada kasus-kasus baru setiap hari," kata Pandji.

Jika pergerakan masyarakat tidak dapat ditekan lebih kecil, maka pandemi COVID-19 baru bisa teratasi sampai 3 tahun ke depan. Maka itu, Pandji mengimbau agar pergerakan masyarakat terus ditekan.

"Intinya apa. PSBB ini saya simulasikan dengan pengetatan sedikit lagi saja, itu kita bisa mempercepat habisnya wabah Covid-19 di Jabar dalam waktu kurang dari satu bulan. Pada dasarnya, permodelan yang saya buat menimbulkan bahwa kita tinggal mengetatkan sedikit lagi saja, agar terjadi penurunan dengan cepat itu bisa terjadi," tuturnya.

Sebelumnya diberitakan, kebijakan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jawa Barat akan disesuaikan dengan tren kasus COVID-19 dan hasil kajian epidemiologi. Supaya relaksasi pembatasan sosial, yang bertujuan agar aktivitas perlahan berjalan seperti biasa dan ekonomi mulai bergairah, bisa terukur.

Gubernur Jabar Ridwan Kamil menyatakan seusai PSBB tingkat provinsi berakhir, pihaknya akan memetakan daerah di Jabar berdasarkan tren kasus COVID-19.

Menurut Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil, ada 63 persen wilayah Jabar yang memungkinkan untuk relaksasi atau pelonggaran PSBB. Sedangkan 37 persen wilayah lainnya masih perlu diwaspadai karena pergerakan data COVID-19 di daerah tersebut belum dinilai aman.

"Hasil PSBB Jabar, ternyata yang harus diwaspadai 37 persen, sehingga 63 persennya bisa kita relaksasi. Sehingga ekonomi kami bisa normal di 63 persen," kata Kang Emil di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Rabu (13/5).

Hasil evaluasi satu pekan pemberlakuan PSBB Tingkat Provinsi menunjukkan hasil yang positif. Hal itu merujuk data jumlah pasien COVID-19 di rumah sakit yang mengalami penurunan. Dari rata-rata 430 pasien pada April menjadi 350 pasien.

Tingkat kematian juga dilaporkan turun. Dari rata-rata 7 pasien meninggal dunia per hari menjadi 4 pasien. Sementara tingkat kesembuhan naik hampir dua kali lipat. PSBB Jabar sendiri diberlakukan pada Rabu (6/5) selama 14 hari.

Kang Emil mengatakan, rata-rata penambahan kasus COVID-19 di Jabar memperlihatkan grafik menurun. Jika grafik tersebut konsisten melandai, maka Pemda Provinsi Jabar sudah dapat mengendalikan COVID-19. Dengan begitu, relaksasi dapat dilakukan dan kegiatan ekonomi sudah mulai bisa digerakan.

"Bulan lalu kasus per hari 40-an. Minggu lalu menjadi 28, sekarang 21. Kalau minggu depan konsisten berada di bawah 20, kami akan mendefinisikan (Covid-19) terkendali, sehingga tinggal ditesting dan dilacak. Ekonomi pun berjalan dengan jaga jarak dan protokol kesehatan," ucap Kang Emil.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jabar Berli Hamdani menegaskan, kebijakan relaksasi pembatasan sosial harus diterapkan secara hati-hati dan penuh perhitungan. Maka itu, Pemda Provinsi Jabar terus mengkaji semua aspek, mulai dari kesehatan, ekonomi, sampai sosial.

"Pemda Provinsi Jabar sedang mengerahkan dan menampung pendapat dan kajian para ahli dari berbagai aspek, seperti kesehatan, ekonomi, bahkan sosial. Mudah-mudahan hasilnya segera bisa disampaikan," kata Berli.

Penguatan koordinasi, penerapan aturan PSBB, dan edukasi masyarakat, menjadi upaya-upaya yang diambil Pemda Provinsi Jabar, supaya pada Juni 2020 kasus COVID-19 melandai. Koordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Nasional maupun Gugus Tugas Kabupaten/Kota pun ditingkatkan.

Beragam upaya tersebut menentukan pengendalian COVID-19 di Jabar. Termasuk pengetesan masif dengan metode teknik reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction/PCR) atau tes swab selama PSBB tingkat provinsi berlaku. Tujuannya menemukan peta persebaran COVID-19 yang tepat.

Pemda Provinsi Jabar menyebar 105.834 rapid diagnostic test (RDT) yang disebar ke 27 kabupaten/kota, instansi pemerintah, dan institusi pendidikan di Jabar. Hasil dari RDT tersebut sebanyak 2.924 warga Jabar terindikasi positif COVID-19 atau reaktif.

Sebagai tindaklanjut hasil tes cepat, Pemda Provinsi Jabar menggelar tes swab bagi warga terindikasi positif COVID-19. Hasilnya, 231 warga Jabar dinyatakan positif COVID-19.

"Ada banyak hal yang menjadi pertimbangan, termasuk psikologis masyarakat. Kemudian yang menjadi pertimbangan pelonggaran PSSB adalah kegiatan ekonomi masyarakat. Tentu saja, kegiatan ekonomi harus disertai dengan jaga jarak dan disiplin kenakan masker," ucapnya.

"Dua tes masif (baik dengan metode RDT maupun PCR) sudah cukup optimal dijalankan dan sudah melibatkan semua kabupaten/kota se-Jabar. Hanya kami sedang mempercepat analisa hasil dari tes masif yang dilakukan," tuturnya.

Berli menyatakan, upaya tersebut harus disertai kedisiplinan masyarakat dalam menjaga jarak dan membatasi pergerakan manusia, karena berkontribusi besar menghentikan rantai penularan dan mengendalikan COVID-19.

"Masyarakat diharapkan kerja sama dan dukungan penuh terhadap pemberlakuan PSBB tingkat provinsi ini. Bentuk partisipasi masyarakat ini dapat berupa upaya-upaya mandiri, baik perorangan maupun kelompok, dalam menegakkan dan menerapkan protokol kesehatan," ucapnya. (Sam/Tribunjabar.id))



Korea China Gelombang Kedua Virus Corona


Loading...