Kisah Sang Dosen Unpad 17 Hari Diketuk Covid 19

Kisah Sang Dosen Unpad 17 Hari Diketuk Covid 19
Editor: Malda Teras Bandung —Minggu, 25 Juli 2021 14:15 WIB

Terasjabar.id - Ade Kadarisman,S.Sos, M.T. Dosen Prodi Humas Fikom Universitas Pajajaran (Unpad) Bandung dan Peneliti Unpad SDGs Center (Sustainable Development Goals), baru saja sembuh dari sakitnya akibat terpapar virus (Covid-19), yang akhir-akhir ini semakin melonjak.
Alhamdulillah setelah menjalani isolasi mandiri, kondisi kesehatan saya dan keluarga mulai pulih kembali, tuturnya saat diwawancarai melalui whatapps dikediamannya di kawasan Cileunyi Bandung, Minggu (25/07/2021).

Dosen jebolan Master Of Environment University Paris 1 Pantheon Sorbonne Prancis ini menuturkan, beberapa waktu lalu, saya dan keluarga mendapat ujian, entah darimana datangnya, Covid-19 mengetuk-ngetuk denyut harian keluarga kami.

Berawal dari istri dan 2 anak saya (cikal Aisy & bungsu Irham) positif tanggal 29 Juni. Istri saya mengalami batuk dan demam sebelumnya, sedangkan Aisy & Irham tanpa gejala (OTG). Selang 3 hari menyusul, Jumat 2 Juli dini hari saya tiba-tiba merasakan demam & menggigil kedinginan. Paginya saya langsung swab, dan ternyata positif. Sementara anak ke-2 (Wafda) dan 2 orang saudara yang tinggal bersama kami negatif, padahal berinteraksi erat satu sama lainnya, papar warga asal Kuningan ini.

Hari-hari selanjutnya, kami lalui dengan Isolasi Mandiri (Isoman). Istri saya selama 14 hari, sedangkan anak saya hari ke-10 sudah negatif, namun tetap melanjutkan isoman. Sementara saya isoman lebih lama, 17 hari. Rutinitas berjemur, melihat pepohonan, sayuran & ikan di kolam belakang rumah menjadi hiburan, meski kerap membosankan.

Covid-19 ini memang unik kata Ade, menyerang dengan caranya masing-masing. Istri saya selama 11 hari batuk dan diare. Sedangkan saya batuk dan lemas, itu berlangsung 17 hari. Tetapi saturasi normal (oximeter).

Dalam fase isoman, saya rasakan hal “aneh” juga dan mengganggu, terjadi di hari ke-7 sd ke-10. Saya merasakan “hyper-rasa” atau disebut hyperosmia. Dimana semua rasa menjadi berlebihan dari biasanya. Awalnya pas makan buah-buahan seperti pepaya & pisang. Tiba-tiba rasanya sangat manis dari seharusnya. Begitu pun makan nasi terasa pahit, bahkan makan sayur dan opor jadi terasa sangat asin dari rasa seharusnya. Penciuman tetap normal, tapi semua rasa di lidah jadi tidak wajar selama 3 hari itu. Namun saya tetap paksakan untuk memakannya, pelan-pelan, dan merasakan semua rasa di lidah yang sangat tidak nyaman dan mengganggu.

Hari ke-10, saya dan istri melakukan PCR lagi dan masih positif, sedangkan 2 anak saya sudah negatif. Kami tiap hari berjemur antara pukul 09.00-10.00 WIB. Dalam situasi seperti ini, betapa sangat nikmatnya cahaya matahari pagi.

Hari ke-11, istri saya Alhamdulillah mulai membaik, demam dan diarenya berhenti. Semakin sehat dan segar di hari ke-14. Meski setelah itu masih ada batuk namun tidak mengganggu seperti sebelumnya.
Sedangkan saya total isoman selama 17 hari. Sepanjang waktu inilah, demam dan batuk naik turun yang membuat badan lemas. Alhamdulillah pas malam takbiran Idul Adha, badan mulai terasa enak dan makan juga kembali nikmat seperti biasa lagi. Syukur yang tiada tara ketika semua rasa kembali nyaman di lidah, juga demam dan batuk berhenti, ungkap dia.

Berdasarkan informasi dari banyak sumber, pasca Isoman, para penyintas Covid-19 akan mengalami fase sympthon haul atau long covid syndrome. Begitu juga yang sedang saya alami hari hari ini.
Meski sudah tidak demam dan batuk, namun badan masih agak lemas, belum bisa bergerak lincah seperti biasanya atau bicara dalam waktu terlalu lama karena nafas mudah capek. Semoga fase ini berlangsung tidak terlalu lama. Banyak teman menyarankan untuk terus bergerak meski pelan-pelan dulu, makan yang banyak, minum vitamin, minum air kelapa, dan tetap berjemur secara rutin.

17 hari diketuk Covid 19 menyadarkan banyak hal tentang kesehatan, kebaikan teman-teman yang memberikan perhatian, arti kehidupan yang sangat berharga, bayang ujung kehidupan dan makna syukur.
17 hari adalah pembelajaran tentang kehidupan itu sendiri yang tidak bisa dianggap enteng. Karena dalam masa itu banyak hal yang tak terduga, dan bisa terjadi. Apalagi ini menimpa keluarga.

Disamping itu, ada fase kecemasan dan kekhawatiran datang pergi silih berganti, dalam wujud kepasrahan pada Illahi, menyerahkan sepenuhnya apapun yang akan terjadi, paparnya lagi.
Terlebih dalam masa isoman tersebut, banyak kolega pergi untuk selama-lamanya karena Covid-19. Terus terang, informasi kematian para kolega yang saya kenal baik tiap hari di group WA, memunculkan rasa khawatir, imbuhnya.

Dalam masa-masa seperti ini, memang sebaiknya bagi para penyintas untuk mengurangi atau bahkan menutup dulu HP, karena sangat mengganggu stabilitas emosi dan sensitif. Ada bagian yang tidak terlupakan juga, terutama saat batuk, badan sedang lemas-lemasnya dan sulit tidur, berbagai bayangan almarhum Ibu, kakek & nenek dan para pendahulu datang pergi silih berganti. Sejujurnya ini bagian yang sangat sedih dan emosional dirasakan saat isoman.

Sementara itu, dalam fase kepasrahan selama 17 hari tersebut, yang menjadi penguat adalah ke-3 anak saya. Melihat mereka belajar online, tawa canda, berantem, hingga teriakan khas anak-anak, membuat spirit diri menggeliat, daya gembira dan bahagia yang mereka hadirkan, membangkitkan semangat untuk pulih kembali, normal seperti sediakala. Ya keluarga, akhirnya keluarga yang menjadi pembangkit optimisme, pemulih jiwa dan penguat imun.

Semoga sedikit kisah pengalaman saya ini, bermanfaat untuk kita semua.
Teman-teman, siapapun bisa diketuk Covid-19 dalam ragam cara dan pintu masuk.
Pesan saya, tetap hati-hati, jaga dan lindungi keluarga serta lingkungan kita. Jangan lengah, dan tetap patuhi Protokol Kesehatan (Prokes) secara disipilin.
Semoga Allah SWT melindungi kita semua. Aamiin YRA.(H WAWAN JR)

Unpad Viral Dosen ade kadarisman


Loading...