Mantan Ketua KADIN Kota Bogor itu menggantikan ketum sebelumnya, H. Cucu Sutara. Beroleh dukungan 23 KADIN kabupaten/kota dan 14 anggota luarbiasa (ALB) yang meliputi asosiasi/himpunan.
Rupanya muprov dan keputusannya itu menyisakan persoalan organisasi. Bahkan aroma konflik kepentingan yang memicu sengkarut berlarut.
Diawali sikap Ketum (demisioner) KADIN Jabar, H. Cucu Sutara yang menolak hadir ke muprov yang (kemudian) memilih Almer itu. Semata alasan organisasi, bahwa muprov digelar tidak sesuai agenda (jadual) yang telah disepakati — yaitu 10-11 Desember 2024. Tapi, justru dimajukan pada 15 Oktober 2024. Terkesan dipaksakan alias kejar tayang.
Aspek “kejar tayang” ditandai kehadiran Arsyad dalam kapasitas Ketum KADIN Indonesia (periode 2021-2026) yang membuka resmi Muprov VIII KADIN Jabar itu. Padahal sudah berlaku keputusan munaslub yang sudah pula menetapkan Anindya Bakrie sebagai Ketum KADIN Indonesia 2024-2029. Langkah Arsyad yang kemudian dinilai tak sejalan dengan alur (agenda) organisasi dan keputusan tentang itu yang sudah berjalan dan berlaku. Dalam hal ini KADIN Indonesia sebagai induk organisasi.
Pada saat membuka resmi hingga berakhirnya muprov itu, Arsyad sudah tidak dalam posisi Ketum KADIN Indonesia. Pun mengakui adanya dinamika dalam tubuh organisasi KADIN Jabar. Alhasil penyelenggaran dan hasil muprov 15 Oktober 2024 dinyatakan tidak legitimate.
KADIN Indonesia sudah lebih dulu menggelar musyawarah nasional luarbiasa (munaslub) di Jakarta pada 16 September 2024. Jabatan Arsyad Rasyid sebagai Ketum KADIN Indonesia, secara otomatis dinyatakan demisioner. Secara harfiah diartikan (sudah) tanpa kekuasaan.
Munaslub lebih dulu dilaksanakan dan sudah menghasilkan keputusan. Hirarki organisasi pun tak berlaku lagi bagi Arsyad. Tongkat komando sudah berpindah ke tangan Anindya Bakrie. Alih-alih “kejar tayang” Muprov VIII KADIN Jabar untuk membuat gol, justru terperangkap offside yang berakibat keputusannya dianulir. Cacat prosedural dan mekanisme organisasi. Muprov harus diulang.