Oleh Geisz Chalifah
Indonesia mendapat kesempatan menjadi tuan rumah Piala Dunia U17.
Namun Gelora Bung Karno telah lebih dulu menandatangani kontrak dengan sebuah EO untuk konser besar.
Maka, agar pertandingan tetap bisa digelar di Jakarta, PSSI mau tak mau harus menggunakan JIS (Jakarta International Stadium) — hasil karya anak bangsa yang rampung di masa kepemimpinan Anies Baswedan.
Stadion itu bahkan mendapat pengakuan dunia.
Namun, ini bukan lagi soal karya, apalagi olahraga. Presiden Jokowi memang tak menyembunyikan ketidaksukaannya terhadap Anies Baswedan.
Melalui para menterinya, ia menjalankan serangkaian manuver yang halus tapi jelas terasa—upaya sistematis untuk meredupkan setiap capaian yang identik dengan Anies.
Para pembantunya seperti berlomba mencari “poin jasa” dengan cara mendiskreditkan Anies di ruang publik.
Semua itu bukan sekadar rumor, tapi kenyataan yang tampak kasat mata.
Kejahatan politik terhadap Anies dilakukan perlahan, rapi, dan penuh perhitungan. (Semua sudah saya bukukan, hanya menunggu waktu untuk diterbitkan.)
Dalam agenda besar itu, Erick Thohir mengambil peran penting.
Ia datang bersama beberapa menteri lain, membawa “ahli rumput” yang sama sekali tidak memahami teknologi hybrid grass di JIS—perpaduan antara rumput alami Zoysia matrella dan serat sintetis stabilizer fiber.
Lalu dari bawahannya muncul alasan absurd: bus pemain tidak bisa memasuki akses pemain. Yang kemudian terbantahkan dengan Fakta langung dihadapannya.
















