Mungkin karena kecapekan mendaki tadi ditambah suasana saung yang adem, saya sempat tertidur. Beberapa menit. Tapi lumayan untuk memulihkan tenaga.
Jalan lagi, saya mendapat bonus turunan. Sampai di Kecamatan Wawo, saya dihentikan seorang anak muda bermotor. “Om mampir dulu. Kita ngopi,” katanya. Saya menurutinya.
Anak muda ini bernama Raqib, baru beberapa bulan bekerja di Bulog. Tiba di rumahnya, dia ngajak saya makan. Tapi kali ini saya tolak dengan alasan perut masih kenyang habis makan mie di saung puncak gunung tadi.
Tapi waktu dia menyorongkan piring berisi buah-buahan, pisang dan anggur, tanpa berpikir lama saya sikat juga. Raqib mengaku mengajak saya mampir karena terkesan melihat saya datang dari jauh melewati kampungnya. “Waktu saya baca tulisan bapak Gowes dari Bandung, saya jadi kepingin ajak bapak mampir,” katanya.
Tidak jauh dari rumah Raqib ternyata ada tempat menarik. Namanya situs Uma Lengge Wawo. Ini merupakan sebuah bangunan khas Bima, berbentuk kerucut, yang berfungsi sebagai lumbung tempat menyimpan padi. Uniknya bangunan ini sudah berdiri ratusan tahun. Beberapa tokoh terkenal, baik pejabat maupun artis, pernah ke tempat ini.
Setelah mampir untuk lihat-lihat, saya lanjut lagi. Jalan sudah mulai agak datar. Tapi cuaca panasnya belum hilang.
Di saat asyik melaju itu, seorang pengendara motor minta saya berhenti. Perempuan, pake motor NMax. “Boleh minta foto dan ambil video, pak,” katanya.
Namanya Bintang. Dia mengaku konten kreator. Jadilah saya disyuting sebentar. Entah untuk platform mana.
Jalan lagi, ketemu tanjakan lagi, ngos-ngosan lagi. Sampai di puncak tanjakan ada semacam rest area. Ada pedagang es cendol pakai motor. Di sebelahnya ada pembeli. Pake motor juga. Rupanya dia kang ojek di Sape. Lagi perjalanan pulang dari Bima.