TERASJABAR.ID – Sejak Juli 2025, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesia telah meluncurkan kampanye nasional untuk memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme. Salah satu langkahnya adalah pembekuan sementara rekening bank yang dianggap tidak aktif atau “dormant”. Kebijakan ini menuai perhatian luas, termasuk di kalangan warganet, yang kini mulai berbagi pengalaman pribadi terkait dampaknya. Salah satu cerita yang menarik perhatian datang dari unggahan akun X @piriln pada 30 Juli 2025, yang mengungkap bahwa temannya mengalami pembekuan rekening namun tetap bisa menerima transferan.
Pengalaman Pribadi di Tengah Kebijakan PPATK
Dalam postingannya, @piriln membagikan tangkapan layar dari akun Instagram seorang teman yang mengalami dampak langsung dari kebijakan PPATK. Teman ini mengeluh bahwa rekeningnya kini “diblokir” karena dianggap tidak aktif selama beberapa waktu. Namun, anehnya, rekening tersebut masih bisa menerima transferan dari pihak lain. “Guys temenku tadi akhirnya kena kebijakan PPATK ini sedikit infoo dr beliauu semoga membantuu. Bener2 hidup disini jd mode strugling survival,” tulis @piriln, disertai dengan gambar yang menjelaskan situasi tersebut.
Dalam gambar yang dibagikan, teman @piriln menjelaskan bahwa rekeningnya masuk dalam kategori “dormant” karena kurangnya aktivitas transaksi dalam beberapa bulan terakhir. Meski begitu, ia masih bisa menerima dana masuk, meskipun ada batasan dalam melakukan transaksi keluar. Hal ini memicu diskusi di kalangan warganet, dengan banyak yang bertanya-tanya tentang mekanisme pembekuan rekening dan bagaimana kebijakan ini diterapkan.
Fakta di Balik Pembekuan Rekening
Berdasarkan data resmi PPATK, kebijakan ini menargetkan rekening yang tidak aktif selama lebih dari tiga bulan, terutama jika dianggap berisiko tinggi, seperti yang terkait dengan judi online atau tindak pidana lainnya. Baru-baru ini, PPATK melaporkan bahwa warga Jakarta yang menerima bantuan sosial ternyata terlibat dalam transaksi judi online senilai Rp67 miliar dalam setahun. Hal ini mendorong otoritas untuk memperketat pengawasan terhadap rekening-rekening yang tidak aktif.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menjelaskan bahwa kriteria “dormant” bervariasi antar bank, tergantung pada profil nasabah dan risiko bisnis. Rekening yang tidak aktif selama lebih dari lima tahun menjadi prioritas utama untuk dibekukan. Namun, Ivan menegaskan bahwa rekening yang diblokir tetap dapat diaktifkan kembali dengan mengikuti prosedur tertentu, seperti mengunjungi kantor cabang bank dengan membawa identitas resmi dan mendepositokan minimal Rp100.000.
Rekening Diblokir Tapi Bisa Terima Transferan?
Fenomena rekening yang diblokir namun masih bisa menerima transferan ternyata bukan hal yang aneh. Sebagai contoh, Bank BNI, salah satu bank BUMN, mengizinkan rekening yang sedang dalam proses reaktivasi untuk menerima dana masuk, meskipun transaksi keluar dibatasi hingga proses verifikasi selesai. Hal ini dilakukan untuk melindungi dana nasabah sekaligus memastikan kepatuhan terhadap regulasi. Namun, kebijakan ini sering kali menimbulkan kebingungan, terutama bagi nasabah yang tidak mendapat pemberitahuan jelas dari bank.
Warganet seperti @yamahasuzukiho bahkan mengusulkan solusi kreatif, seperti “transferan berantai” antar teman untuk menjaga rekening tetap aktif. “A tf ke B, B tf ke C, C tf ke A supaya rekening keliatan aktif, kocak kocak,” tulisnya dalam balasan terhadap postingan @piriln. Sementara itu, @ClaraNeveu mengkritik kebijakan ini, menyatakan bahwa akun yang tidak melakukan transaksi justru lebih sering diblokir, padahal akun dengan aktivitas tinggi yang sering terkait judi online seharusnya jadi prioritas.
Cerita teman @piriln hanyalah salah satu dari sekian banyak kisah warganet yang terdampak kebijakan PPATK. Di tengah mode “strugling survival” yang disebutkan, warganet tampaknya mulai beradaptasi dengan mencari cara kreatif untuk tetap bertahan, sambil menantikan kejelasan lebih lanjut dari otoritas.