Meski begitu, Daryono menyebut peningkatan aktivitas Sesar Lembang ini bukan sebagai pertanda munculnya gempa kuat. Pasalnya, tidak ada yang bisa memprediksi kapan gempa besar akan terjadi.
Sementara dalam acara diskusi bertajuk ‘Pemetaan Sesar Pulau Jawa dan Mitigasi Risiko Bencana Geologi’, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG, Rahmat Triyono, menskenariokan gempa yang terjadi bila disebabkan oleh Sesar Lembang.
Berdasarkan Pemetaan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen), sesar dengan panjang 30 km ini memiliki potensi magnitudo maksimum 6,8.
“Kita skenariokan dengan kedalaman [pusat gempa]-nya 10 km, maka dampaknya kalau ini terjadi, di Bandung Barat, Kota Cimahi, Bandung, Purwakarta dengan skala MMI (Modified Mercalli Intensity)-nya adalah VI sampai VII,” ujar Rahmat.
Rahmat pun menggarisbawahi soal pentingnya rumah yang memenuhi syarat tahan gempa.
“Dampaknya itu kerusakan sedang, dengan catatan apabila bangunannya ini memang memenuhi kaidah-kaidah yang aslinya, maksudnya ada kolom, ada struktur, dan lain sebagainya. Tapi kalau tidak ada struktur, tentunya dengan VI-VIIMMI ya sudah rata dengan tanah,” tutur dia.
Peneliti di Pusat Riset Kebencanaan Geologi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nuraini Rahma Hanifa mengatakan parahnya potensi kerusakan imbas Sesar Lembang ini terkait dengan kondisi batuan di lokasi tersebut termasuk lunak.
Pasalnya, kata dia, Bandung berdiri di atas bekas danau purba.