Selain itu, ada dua aspek yang sangat penting bagi Indonesia. Pertama, anggaran: program sebesar ini membutuhkan efisiensi agar dana tidak habis di ongkos distribusi atau menu yang berlebihan. Kedua, akuntabilitas publik: masyarakat harus dapat mengawasi, melaporkan, dan menilai pelaksanaan program secara transparan. Tanpa dua aspek ini, MBG hanya akan menjadi proyek musiman tanpa daya tahan.
Program MBG lahir dari niat baik, tetapi niat saja tidak cukup. Keberhasilan program di Jepang, Korea, dan Finlandia menunjukkan bahwa makan bergizi di sekolah hanya akan efektif jika dipadukan dengan standar higienitas, teknologi pengawasan, dan kesederhanaan menu.
Indonesia tidak harus menyalin mentah-mentah, tetapi bisa memetik prinsip kunci: kesegaran, transparansi, dan pendidikan gizi. Pada akhirnya, ukuran sukses bukanlah berapa juta porsi yang dibagikan, melainkan sejauh mana orang tua yakin anak-anaknya bisa makan dengan aman, sehat, dan bermartabat di sekolah. Dari situlah MBG dapat bertransformasi dari potensi krisis menjadi pilar pembangunan manusia Indonesia.
Penulis adalah Komisaris Independen PT Antam Tbk., penulis buku, aktivis Reformasi 98.****