TERASJABAR.ID – Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung Dr. Radea Respati Paramudhita, SH.,MH, menegaskan bahwa setiap ketentuan hukum, termasuk Peraturan Daerah (Perda), harus disusun dengan aturan yang jelas dan pasti.
Menurutnya, tidak boleh ada celah interpretasi yang menurunkan nilai hukum hanya karena alasan situasi atau kondisi khusus.
“Dalam hukum, termasuk Perda, segala sesuatunya harus diatur secara jelas dan pasti. Segala hal yang bertentangan harus dinyatakan tanpa ada degradasi nilai karena keadaan spesial,” ujarnya.
Radea menjelaskan, dalam sistem hukum pidana, norma selalu ditujukan kepada barang siapa atau setiap orang yang dianggap cakap secara hukum. Hukum pidana tidak menetapkan terlebih dahulu syarat bahwa pelaku harus sehat secara psikis. Namun, terdapat pengecualian yang diatur dalam ketentuan hukum seperti alasan pembenar dan alasan pemaaf.
Ia mencontohkan, alasan pembenar meliputi daya paksa (overmacht) dan pembelaan terpaksa, sementara alasan pemaaf mencakup ketidakmampuan bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat 1 KUHP, pembelaan terpaksa yang melampaui batas (Pasal 49 ayat 2 KUHP), serta menjalankan perintah jabatan yang tidak sah dengan itikad baik (Pasal 51 ayat 2 KUHP).
“Alasan pembenar membawa kepada penghapusan tindak pidana, sedangkan alasan pemaaf membawa kepada kondisi yang menghapuskan kesalahan dari pelaku,” jelasnya.
Menurutnya, alasan pemaaf tidak membenarkan perbuatan, tetapi dapat menjadi dasar untuk menghapus pertanggungjawaban pidana, terutama jika perbuatan didasari oleh kondisi kejiwaan atau sikap batin tertentu.
Radea menilai, prinsip ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengatur perilaku seksual menyimpang yang didasari kondisi psikis atau kejiwaan pelaku. Namun, ia menegaskan bahwa hal tersebut tidak bisa dijadikan dasar untuk mengubah atau memengaruhi hukum yang berlaku umum.
“Tujuan hukum bukan hanya menindak siapa yang melanggar, tetapi juga menjaga ketentraman dan ketertiban umum serta mencegah terjadinya perilaku menyimpang, baik oleh pihak yang belum melakukan maupun yang berpotensi mengulanginya,” tegasnya.
Ia juga mengutip pernyataan Menteri Koordinator Bidang Hukum, Yusril Ihza Mahendra, yang menyebut perilaku penyimpangan seksual dan LGBT sebagai ancaman serius bagi generasi muda.
“Karena itu, pemerintah perlu membuat regulasi yang lebih tegas untuk menjaga nilai moral, budaya, dan agama sebagai bentuk konkret pelaksanaan Pancasila,” tutup Radea.***

















