TERASJABAR.ID – Tambang timah ilegal di Provinsi Bangka Belitung kembali mencuat sebagai salah satu potret buram yang mewarnai perjalanan Indonesia sepanjang 2025. Aksi mafia tambang sejatinya bukan fenomena baru.
Selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, aktivitas tersebut berlangsung terang-terangan tanpa sentuhan hukum yang berarti.
Publik pun sulit menepis dugaan adanya jaringan kuat yang melindungi, mulai dari cukong hingga pihak-pihak berpengaruh di balik layar.
Fakta bahwa tambang ilegal justru menjadi bagian dari rantai pasok industri timah legal semakin mempertebal ironi.
Kasus megakorupsi PT Timah yang terungkap pada 2024 membuka tabir lama. Pembelian timah dari penambang ilegal dilakukan secara sadar dan sistematis oleh pimpinan perusahaan negara.
BACA JUGA: Kaleidoskop 2025: Ketika Judi Online Menggerogoti Ekonomi dan Integritas Aparat
Mereka ada dan beroperasi di depan mata, namun seolah dihapus dari penglihatan negara.
Pembiaran yang berlangsung lama membuat tambang ilegal tumbuh liar hingga mencapai ribuan titik.
Pada titik ini, kecurigaan publik pun mengarah pada kemungkinan keterlibatan aparat negara, baik sebagai pelindung maupun pemain.
Kerugian yang ditimbulkan tidak hanya berupa kebocoran ekonomi negara, tetapi juga kerusakan lingkungan yang masif dan sulit dipulihkan akibat praktik penambangan serampangan.
Di tengah situasi tersebut, pernyataan Presiden Prabowo Subianto pada penutupan Munas VI PKS, yang memerintahkan TNI, Polri, dan Bea Cukai melakukan operasi besar-besaran menutup jalur penyelundupan dari sekitar 1.000 lokasi tambang ilegal, menjadi titik balik penting di tahun 2025.
Meski dinilai agak terlambat, langkah ini setidaknya menandai pengakuan negara bahwa tambang ilegal adalah persoalan serius yang tak bisa lagi ditangani setengah hati.
Seperti korupsi, persoalan ini menuntut keberanian, konsistensi, dan kemauan politik yang sungguh-sungguh agar tidak kembali menjadi catatan kelam di tahun-tahun mendatang.-***












