TERASJABAR.ID – Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo mengajukan gagasan baru terkait upaya mewujudkan swasembada pangan nasional.
Usulan tersebut muncul setelah ia mencermati pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengenai tingginya laju alih fungsi lahan sawah di Indonesia.
Firman menyoroti data dari Kementerian ATR/BPN yang mencatat alih fungsi lahan pertanian mencapai sekitar 554 ribu hektar per tahun.
“Setelah membaca pernyataan Nusron Wahid, saya memiliki pola pikir baru. Jika alih fungsi lahan sawah mencapai 554 ribu hektar/tahun, maka konsep swasembada pangan harus segera di evaluasi,” kata Firman, seperti ditulis Parlementaria pada Rabu (24/12/2025).
Menurutnya, angka ini sangat mengkhawatirkan karena berpotensi menjadi ancaman serius bagi ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.
Ia menilai kondisi tersebut menuntut evaluasi menyeluruh terhadap konsep swasembada pangan yang selama ini dijalankan.
Selama ini, kebijakan pencetakan sawah baru kerap menghadapi berbagai hambatan, mulai dari keterbatasan lahan, kesiapan jaringan irigasi, hingga kebutuhan anggaran yang besar.
Akibatnya, program tersebut dinilai belum mampu memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan produksi pangan nasional.
Sebagai alternatif, politisi Partai Golkar itu mengusulkan agar anggaran pencetakan sawah baru dialihkan untuk membeli lahan pertanian yang sudah produktif dan memiliki irigasi teknis. Lahan tersebut kemudian dikelola langsung oleh pemerintah.
Menurut Firman, pendekatan ini lebih rasional dan layak dipertimbangkan karena dapat mempercepat peningkatan produksi tanpa harus melalui proses panjang seperti pembukaan lahan baru atau pembangunan infrastruktur dari awal.
Ia meyakini strategi tersebut dapat meningkatkan produksi pangan secara lebih efektif, sekaligus mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor.
Dengan lahan yang sudah siap produksi, hasil pertanian bisa segera dimaksimalkan tanpa pemborosan anggaran.
Firman juga menilai pengelolaan lahan oleh pemerintah akan menjamin stabilitas produksi dan ketersediaan pangan dalam jangka panjang.
Ia menekankan bahwa pendekatan ini menawarkan sejumlah keuntungan, seperti efisiensi anggaran, peningkatan produksi nasional, serta pengelolaan pertanian yang lebih terkontrol dan berkelanjutan demi terwujudnya swasembada pangan yang nyata.

















