TERASJABAR.ID – Kebutuhan pupuk organik untuk sektor pertanian di Kota Bandung sejatinya tidak perlu lagi menjadi persoalan. Di Pasar Gedebage, sampah organik justru diolah menjadi produk bernilai ekonomi tinggi melalui teknologi ramah lingkungan tanpa bahan kimia.
Pengolahan sampah ini dilakukan oleh CV Prosignal Karya Lestari dengan memanfaatkan teknologi biodigester dan bio-drying. Setiap harinya, sedikitnya 20 hingga 25 ton sampah organik dari aktivitas Pasar Gedebage mampu diolah menjadi berbagai produk turunan, mulai dari kompos padat, kompos cair, hingga olahan sabut kelapa.
Direktur Utama CV Prosignal Karya Lestari, Aldy Ridwansyah, mengatakan sampah yang selama ini menjadi masalah justru bisa menjadi peluang ekonomi jika dikelola dengan tepat.
“Pengolahan kami sepenuhnya tanpa bahan kimia. Mikroba alami digunakan untuk mempercepat fermentasi. Bahkan air hasil prosesnya aman dimanfaatkan sebagai pupuk cair atau dilepas ke lingkungan,” ujar Aldy saat ditemui di Balai Kota Bandung, Selasa (23/12/2025).
Aldy menjelaskan, produksi sampah organik dari Pasar Gedebage berkisar 4 hingga 6 ton per hari, dan bisa meningkat jika ditambah limbah sayur, buah, maupun sabut kelapa. Seluruh sampah tersebut ditangani tanpa proses insinerasi, sehingga lebih ramah lingkungan.
Sejak Juni hingga Desember 2025, pihaknya telah mengolah sekitar 3.000 ton sampah. Dari jumlah tersebut, sekitar 1.700 ton telah menjadi produk olahan, sementara 1.300 ton lainnya masih berupa tumpukan kompos yang belum terserap pasar.
“Kami sangat berharap ada kolaborasi dengan Pemkot Bandung, khususnya dinas terkait seperti DKPP, DPKP, dan DLH. Hilirisasi ini penting karena output pengolahan tidak bisa berjalan sendiri tanpa dukungan pemerintah,” tegasnya.
Sebagai langkah awal kerja sama, Aldy menyerahkan dua ton pupuk organik secara gratis kepada Pemerintah Kota Bandung.
“Saya senang Diskominfo Kota Bandung merespons positif peluang kerja sama ini. Untuk awal, kami serahkan pupuk gratis agar bisa dimanfaatkan langsung,” ujarnya.
Saat ini, penyerapan kompos rata-rata baru mencapai sekitar tujuh ton per hari, jauh dari kapasitas ideal. Menurut Aldy, sistem pengolahan ideal seharusnya berjalan seimbang.
“Kalau hari ini masuk 25 ton sampah, diproses 25 ton, maka keluar juga 25 ton. Dengan begitu, penumpukan bisa dihindari,” jelasnya.
Untuk mengatasi penumpukan, Prosignal Karya Lestari membuka kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat dan petani untuk memanfaatkan kompos, bahkan secara gratis pada tahap uji coba.
“Kami persilakan siapa saja yang ingin mengambil. Gratis dulu, agar kualitasnya bisa dicoba langsung,” kata Aldy.
Ia memastikan kompos hasil olahan mengandung unsur hara penting seperti nitrogen, fosfat, dan kalium, yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan tanaman.
“Untuk tanaman buah, kadar kalium bisa ditingkatkan. Sayuran lebih membutuhkan nitrogen, sementara tanaman keras butuh fosfat. Semua bisa kami sesuaikan,” paparnya.
Meski relatif aman dan tidak mencemari lingkungan, keterbatasan lahan operasional seluas 1.500 meter persegi membuat penumpukan kompos menjadi tantangan serius.
“Kompos yang menumpuk memang tidak berbahaya, bahkan makin lama makin subur. Tapi karena lahan terbatas, hilirisasi harus segera didorong,” ujarnya.
Aldy berharap pengolahan sampah di Pasar Gedebage dapat menjadi proyek percontohan nasional. Sejumlah lembaga nasional dan internasional seperti Bappenas, Kementerian Investasi, hingga Global Green Growth Institute (GGGI) telah berkunjung untuk melihat langsung proses pengolahan.
“Kami siap berkolaborasi dengan pemerintah kota maupun provinsi. Yang terpenting ada kepastian penyerapan, agar pengolahan sampah benar-benar memberi manfaat maksimal bagi lingkungan dan pertanian,”.ujar Aldy.
ADVERTISEMENT
















