TERASJABAR.ID – Wakil Ketua DPD RI Bidang Otonomi Daerah, Politik, dan Hukum, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, menegaskan bahwa penguatan kemandirian daerah hanya dapat terwujud melalui harmonisasi legislasi yang sinergis antara pemerintah pusat, DPD RI, dan pemerintah daerah.
Penegasan ini disampaikan dalam acara kunjungan kerja Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI di Jawa Barat, yang difasilitasi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat, Kamis (27/11/2925).
Kegiatan ini bertujuan untuk memasyarakatkan Keputusan DPD RI terkait pemantauan dan evaluasi Ranperda dan Perda sesuai amanat Undang-Undang MD3 Pasal 249 ayat (1) huruf j.
Dalam kesempatan itu, GKR Hemas kembali menekankan bahwa DPD RI memiliki kedudukan strategis sebagai pengawal otonomi daerah, khususnya dalam memastikan agar kebijakan pusat dan daerah tidak saling bertentangan.
“DPD RI hadir bukan untuk mengawasi daerah atau mengambil alih kewenangan pemerintah, tetapi memastikan bahwa kebijakan pusat dan daerah berjalan seirama demi kepentingan masyarakat,” ujar GKR Hemas .
Menurut GKR Hemas, salah satu persoalan mendasar yang masih dihadapi pemerintah daerah ialah ketidaksinkronan antara Perda yang sudah ada dengan kebijakan nasional. Beberapa sektor bahkan dianggap tidak memiliki ruang adaptasi yang cukup bagi kebutuhan daerah.
Ia menegaskan bahwa harmonisasi regulasi bukan sekadar proses administratif, tetapi fondasi yang menentukan efektivitas pelaksanaan otonomi daerah.
“Konsep otonomi daerah yang kita cita-citakan terasa semakin menjauh ketika daerah tidak diberikan ruang dan dukungan yang cukup,” kata Hemas. Karena itu, ia mendorong peningkatan kapasitas SDM penyusun Perda agar implementasi kebijakan di daerah tidak pincang.
Sejak BULD dibentuk pada tahun 2019, lembaga ini telah menghasilkan 13 Keputusan DPD RI terkait pemantauan Ranperda dan Perda. Sejumlah rekomendasi yang lahir dari proses tersebut telah mendapatkan respons positif dari berbagai daerah, terutama dalam isu pajak daerah dan retribusi daerah, tata kelola pemerintahan desa, pengelolaan sampah, APBD, hingga tata ruang. Bahkan pada Juli 2025, diseminasi terkait tata ruang mencatat antusiasme tinggi dari pemerintah daerah di seluruh Indonesia.
Dalam konteks Jawa Barat, DPD RI mencatat masih adanya Perda yang tidak selaras dengan perkembangan regulasi nasional. Salah satu contohnya adalah Perda Kepariwisataan yang dinilai tidak lagi relevan dengan prinsip inklusivitas serta standar HAM dalam UU Kepariwisataan terbaru.
GKR Hemas menegaskan bahwa persoalan tersebut tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. “Setiap Perda harus tidak hanya patuh pada aturan, tetapi harus mampu menjawab kebutuhan nyata masyarakat,” tegasnya. Menurutnya, Perda yang tidak adaptif justru dapat menghambat pelayanan publik, investasi, dan pembangunan daerah.
Ia juga menyoroti dua prasyarat utama agar daerah mampu menghasilkan Perda berkualitas. Pertama, daerah harus diberi ruang kewenangan yang memadai untuk mengatur sesuai karakteristik dan kebutuhan lokal. Kedua, proses fasilitasi dan harmonisasi harus mendapatkan dukungan sistematis dari pemerintah pusat melalui Kemendagri dan Kemenkumham, termasuk penguatan kapasitas legislator dan perancang produk hukum daerah.
*Pernyataan Anggota DPD RI, Perkuat Catatan Permasalahan Daerah*
Anggota DPD RI, Agita Nurfianti Wargahadibrata,, turut menegaskan bahwa berbagai persoalan pembentukan perda masih menjadi tantangan serius bagi hampir seluruh daerah. Berdasarkan hasil pemantauan BULD di 34 provinsi, ditemukan sejumlah persoalan mendasar.
“Disharmoni regulasi, keterbatasan SDM, lemahnya koordinasi antarinstansi, dan rendahnya kualitas naskah akademik adalah problem utama di hampir semua provinsi. Ini membutuhkan perhatian serius dan solusi terstruktur.” kata Agita.
Ia menekankan bahwa forum seperti ini penting untuk menggali persoalan Jawa Barat secara mendalam. “Kami ingin memahami hambatan normatif, prosedural, hingga kelembagaan yang menghambat pembentukan maupun implementasi Perda di Jawa Barat,” jelasnya.
Agita berharap dialog dengan pemerintah pusat dan daerah membuka ruang solusi konkret yang dapat diakomodasi oleh kementerian terkait. “Pertemuan ini momentum penting untuk memperkuat sinergi pusat-daerah dan mendorong regulasi turunan yang adaptif, kontekstual, serta selaras dengan semangat otonomi daerah,” ujarnya.
ADVERTISEMENT










