TERASJABAR.ID – Desa Pamulihan, Kecamatan Cipicung, Kuningan, Jawa Barat, tercatat dalam sejarah perjuangan Kemerdekaan RI, sebagai salah satu desa yang turut berkontribusi dalam perang kemerdekaan mengusir kaum penjajah.
Wilayah Desa Pamulihan dalam sejarah diketahui sebagai lokasi perjuangan ketika melawan pasukan Belanda.
“Untuk napak tilas kisah perjuangan tersebut, maka dibuatlah tugu monumen perjuangan (Tugu Perjuangan Agresi II), yang dibangun oleh Pemerintah Daerah pada tahun 1976,” kata Camat Cipicung Deni Hamdani, Senin (10/11/2025).
Hasil temuan KKN Mahasiswa Fakultas ilmu komunikasi Universitas Padjadjaran (UNPAD) beberapa tahun silam, di Desa Pamulihan sempat ditemukan ratusan amunisi perang, di antaranya sejumlah Bom yang terkubur di tanah namun tidak meledak.
Sekitar bulan Februari 1947, pasukan TNI AL dipimpin oleh Hutagaul, mendatangi Desa Pamulihan dan bergabung dengan Warso menduduki Desa Pamulihan dan bermukim di rumah-rumah penduduk.
Pada bulan April 1947 datanglah sejumlah pasukan TNI AD yang dikenal sebagai “pasukan setan”, terdiri dari yon 314 dan yon 315 dipimpin oleh Mayor Rukmana (Abimanyu), dan Kapten Mahmud Pasha.
Pasukan TNI AD dan pasukan TNI AL bergabung dan menyatu dengan masyarakat membuat satu kekuatan untuk mengadakan perlawanan terhadap serangan tentara Belanda dalam rangka mempertahankan Kemerdekaan RI.
Sementara bulan oktober 1947 terdapat keputusan hasil perundingan antara pemerintah RI dan Belanda tentang adanya gencatan senjata, sehingga bulan itu juga semua pasukan TNI AD dan sebagian pasukan TNI AL ditarik ke Yogyakarta dengan istilah rempil.
Sebagian pasukan TNI AL ditinggalkan di Desa Pamulihan. Mereka ditugaskan untuk menjaga daerah sambil menyusun organisasi kekuatan terdiri dari lapisan masyarakat yang dinamakan LGKPRM (Laskar Gerilya Kesatuan Perlawanan Rakyat Murba).
Dalam peristiwa bersejarah tersebut masyarakat Pamulihan turut andil dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI. Berkah perlindungan Allah SWT, tidak terlalu banyak jatuh korban jiwa.
Sekitar bulan maret 1948 tentara yang rempil ke Yogyakarta seutuhnya kembali/datang lagi ke Desa Pamulihan yang dipimpin oleh Kapten Mahmud Pasha.
Setelah itu secara berturut-turut tentara Belanda datang kembali dan terjadilah perang baku tembak, baik dijalan desa maupun di luar desa (di kebun, ladang, tegalan). Pertempuran berlangsung sampai bulan September 1948.
Kemudian tanggal 10 Oktober 1948 kembali datang serangan dari tentara Belanda yang jauh lebih hebat, baik dari darat maupun dari udara dengan senjata beratnya yang diluncurkan dari pesawat perang belanda.
Bagaikan hujan peluru seperti roket, peluru akan membumihanguskan Desa Pamulihan. Di tengah suasana sangat mencekam, tiba-tiba ada 2 orang tak dikenal datang berkendaraan Jeep. Diketahui seorang di antaranya bernama Durahman. Ia mengaku ingin bergabung dan siap membantu tentara Indonesia.
Namun ternyata, kedua orang tersebut, adalah mata-mata tentara Belanda, yang ditugaskkan menyelidiki situasi kondisi di Desa Pamulihan, untuk dilaporkan ke pihak belanda. Namun pada akhirnya kedua pengkhianat tersebut berhasil ditangkap.*

















