Oleh : Subchan Daragana
Pemerhati Sosial ? Magister Komunikasi UBakrie
Di era digital ini, setiap kali kita membuka gawai, yang muncul di layar kita bukanlah sesuatu yang acak. Video, berita, status, bahkan iklan yang kita lihat adalah hasil “pilihan” dari sebuah sistem yang disebut algoritma. Ia bekerja senyap, merangkum kebiasaan kita, lalu menghadirkan konten yang paling sesuai dengan selera kita. Jika kita suka hiburan, maka hiburan yang tak ada habisnya akan terus muncul. Jika kita sering mencari gosip, maka gosip yang mengalir. Jika kita menonton ceramah agama, maka dakwah yang akan diperbanyak.
Algoritma ini pada satu sisi bisa membantu, tetapi pada sisi lain ia bisa menjadi jebakan. Kita seperti terkurung dalam ruangan cermin—yang ditampilkan hanyalah apa yang ingin kita lihat, bukan apa yang seharusnya kita dengar. Maka pertanyaan besar pun muncul: bisakah kita masuk surga di tengah arus algoritma yang kerap menenggelamkan manusia dalam kesenangan dunia?
Algoritma dan Godaan Dunia :
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan, senda gurau, perhiasan, saling berbangga di antara kamu, dan berlomba dalam kekayaan serta anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman itu) menjadi kering lalu kamu lihat warnanya kuning, kemudian hancur berantakan. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20).
Ayat ini mengingatkan bahwa dunia memang penuh jebakan kesenangan. Algoritma media sosial hanyalah “kendaraan baru” dari godaan lama: membuat kita terlena dengan permainan, perhiasan, dan kebanggaan. Bedanya, dulu manusia harus mencari hiburan; kini hiburan itu mengejar kita, menyelinap ke layar ponsel, bahkan menunggu kita sebelum tidur dan setelah bangun.
Di sinilah bahayanya. Algoritma tidak salah, ia bs netral dan tidak netral, Namun jika manusia tidak punya kendali, algoritma akan menjadi “mesin penunda taubat”, karena setiap detik ditukar dengan scroll yang tiada akhir.