Oleh: M. Nasir (Anggota Forum Wartawan Kebangsaan, Mantan Wartawan Harian Kompas)
BERPIKIR kritis itu syarat untuk menjadi wartawan yang baik. Tanpa berpikir kritis, wartawan sulit mewartakan kebenaran yang tersembunyi.
Untuk berani berpikir kritis, wartawan harus merasa bebas terlebih dulu. Maka di sini sebelum membahas berpikir kritis, kita perlu membahas kebebasan.
Kebebasan, berpikir kritis, dan skeptis adalah satu rangkaian sebagai upaya mencari kebenaran. Kebebasan menjadi hak asasi manusia yang paling hakiki.
Kebebasan atau kemerdekaan secara umum di dalamnya termasuk kebebasan pers dan wartawan berpikir kritis.
Sejauh masih bisa berpikir, pergunakanlah akal sehat bebas berpikir dengan jangkauan luas dan mendalam. Hidup macam apa, kalau berpikir saja takut.
Untuk mengukuhkan kebebasan telah ditegaskan dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”
Kebebasan atau kemerdekaan pers selanjutnya ditetapkan melalui Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Dalam konsiderans UU tentang pers itu disebutkan, kemerdekaan pers diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.