Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes
Hampir saja kedamaian Indonesia yang barusaja pulih dari Tragedi Agustus berdarah kelabu bulan lalu, kembali mau dikoyak oleh ulah KPU (Komisi Pemilihan Umum) dengan Keputusan KPU No. 731 tahun 2025 tentang “Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai Informasi Publik yang Dikecualikan Komisi Pemilihan Umum” yang sangat irasional alias tidak masuk nurul (dalam bahasa GenZ sekarang). Bagaimana tidak? Keputusan yang ditandatangani sepihak oleh Pimpinan KPU tanggal 21 Agustus 2025 lalu, tanpa berkonsultasi dulu ke DPR khususnya Komisi 2 yang menjadi pengawasnya, langsung membikin gaduh di masyarakat. Bahkan tak sedkit sudah muncul kecaman agar KPU “di-Nepal-kan” di beberapa platform sosial media, meski Alhamdulillah belum benar-benar terjadi.
Bisa dibayangkan bagaimana rusaknya kedamaian yang sudah susah diraih akhir-akhir ini bisa sirna akibat ulah KPU. Untung saja kemarin, Selasa 16 September 2025 KPU buru-buru membuat Konferensi Pers untuk membatalkan keputusan yang sangat kontroversial tersebut, diumumkan langsung oleh Muh Affifudin selaku Ketua KPU didampingi Agust Melaz, Abdul Kholiq dan jajaran KPU lainnya. Meski tetap perlu diapresiasi karena masih mau (baca: takut?) mendengar desakan bahkan kecaman masyarakat diatas, namun apakah cukup dan dianggap selesai dengan KPU sudah membatalkan Keputusan yang sangat kontroversial tersebut?
Oleh karena itu sangat wajar bila sekarang banyak muncul desakan dan tuntutan kepada Pimpinan KPU dan Semua jajaran Komisionernya (karena hasil Keputusan No. 731 tahun 2025 itu pasti bukan hasil individual tetapi kolektif kolegial) untuk mengundurkan diri bersama-sama semuanya sebagai wujud pertanggungjawaban moral akibat ulahnya yang hampir membuat negara ini terkoyak, bahkan nyaris mau “di-Nepal-kan”. Jadi perlu diingat yang harus mundur bukan hanya Muh Affifuddin saja, namun semua Komioner KPU karena secara bersama-sama telah gagal dalam bekerja.