Oleh: Raditya Indrajaya (Pengusaha, Kadin Jabar)
Di panggung Gedung Nusantara, Presiden Prabowo Subianto mengubah tradisi pidato kenegaraan yang sering “berat angka, tipis rasa” menjadi orasi yang bernapas—menggabungkan disiplin angka dengan energi moral. Narasinya terang: Indonesia memasuki fase perang, bukan melawan manusia, melainkan melawan kemiskinan, kebodohan, korupsi, pemborosan anggaran, dan rapuhnya kedaulatan pangan–energi. Ini bukan jargon. Ini peta tempur yang disertai rencana logistik, target, dan tenggat waktu yang tepat
Dalam satu kalimat yang memadatkan emosi publik, beliau menegaskan kesiapan berdiri paling depan menghadapi siapa pun yang mengancam rakyat Indonesia. Saya menangkapnya bukan sebagai retorika konfrontatif, melainkan komando moral: negara harus hadir—tegas, adil, efektif.
Babak I: Medan Tempur & Sasaran Strategis
1) Korupsi & Pemborosan Anggaran
Musuh pertama adalah kebocoran. Tanpa menutup-nutupi, Presiden menekankan efisiensi dan pengetatan tata kelola. Spiritnya jelas: anggaran adalah amunisi, bukan hiasan. Setiap rupiah harus menembak tepat setiap target manfaat.
2) Kedaulatan Pangan
Prioritas pangan tidak lagi sebatas swasembada simbolik. Fokusnya: ketersediaan, keterjangkauan, dan cadangan strategis. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bukan sekadar intervensi sosial, tetapi investasi kualitas manusia sejak dini—menyehatkan generasi, menekan stunting, dan mengurangi ketimpangan belajar.
3) Ketahanan Energi
Agenda energi diletakkan sebagai fondasi produktivitas. Transisi energi ditangani bukan sebagai tren global belaka, melainkan strategi kedaulatan biaya: listrik terjangkau, industri berdaya saing, dan defisit energi berkurang.
4) Pendidikan & Kesehatan
Dua sektor ini adalah pabrik masa depan. Pendidikan memperkuat literasi–numerasi dan keterampilan, kesehatan memastikan tenaga produktif. Keduanya adalah “sayap” agar pertumbuhan ekonomi tidak pincang secara kualitas.
5) Pertahanan & Diplomasi
Pertahanan menegakkan kedaulatan, diplomasi memperluas ruang gerak ekonomi—dari BRICS hingga kemitraan investasi. Kombinasi keduanya memastikan Indonesia tidak cuma aman di rumah, tetapi juga diperhitungkan di meja perundingan global.