TERASJABAR.ID– Kasus dugaan korupsi yang melibatkan Kepala Desa (Kades) Cikujang, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi, Heni Mulyani, menjadi sorotan publik. Heni resmi ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Sukabumi pada Senin, 28 Juli 2025, setelah diduga menyelewengkan dana desa senilai Rp500 juta, termasuk menjual aset desa berupa gedung Posyandu Anggrek 09. Perbuatan ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menghilangkan fasilitas kesehatan vital bagi warga desa.
Kronologi Kasus
Heni Mulyani, yang menjabat sebagai Kades Cikujang untuk periode 2019–2027, diduga melakukan penyelewengan Dana Desa (DD), Alokasi Dana Desa (ADD), dan Pendapatan Asli Desa (PADes) selama 2019–2023. Salah satu temuan paling mencolok adalah penjualan gedung Posyandu Anggrek 09, yang dibangun menggunakan anggaran negara melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) pada 2008. Gedung tersebut, yang berlokasi di Kampung Lebak Muncang RT 41/20, Desa Cikujang, dijual pada Agustus 2022 seharga Rp45 juta kepada warga setempat bernama Denis.
Meskipun tanah tempat posyandu berdiri merupakan milik pribadi Heni atau berstatus wakaf, bangunan itu didanai oleh Dana Desa, sehingga penjualannya melanggar hukum. Heni berdalih bahwa posyandu tersebut sudah terbengkalai dan tidak digunakan sejak 2022. Ia bahkan mengklaim telah mengganti aset tersebut dengan membangun posyandu baru di Kampung Lebak Muncang RT 036/017. Namun, alasan ini tidak diterima penyidik, karena bangunan asli tetap merupakan aset negara yang tidak boleh diperjualbelikan.
Kerugian Negara dan Modus Korupsi
Berdasarkan audit Inspektorat Kabupaten Sukabumi, total kerugian negara akibat perbuatan Heni mencapai Rp500 juta. Selain penjualan posyandu, Heni juga diduga menggelapkan pendapatan dari garapan sawah desa yang seharusnya masuk ke PADes. Dana hasil korupsi ini, menurut Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kabupaten Sukabumi, Agus Yuliana Indra Santoso, digunakan untuk keperluan pribadi Heni, termasuk menunjang gaya hidup sehari-hari. “Tersangka mengaku bertindak sendiri dan dana digunakan untuk kebutuhan pribadi, bukan kegiatan pemerintahan,” ujar Agus.
Penyidikan juga mengungkap bahwa Heni membeli ambulans bodong (tidak sesuai spesifikasi atau fiktif) menggunakan anggaran desa, memperparah daftar pelanggarannya. Sebanyak 20 saksi telah diperiksa oleh Satreskrim Polres Sukabumi Kota untuk menguatkan bukti-bukti dalam kasus ini.
Proses Hukum dan Ancaman Pidana
Heni Mulyani kini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Sukamiskin, Bandung, selama 20 hari sejak pelimpahan tahap dua dari Polres Sukabumi Kota ke Kejari pada 28 Juli 2025. Ia dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara. Proses hukum akan segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung untuk persidangan terbuka.
Uang hasil penjualan posyandu sebesar Rp30 juta telah diamankan sebagai barang bukti dan akan diperhitungkan sebagai uang pengganti (UP) dalam persidangan. Jika Heni tidak mampu mengembalikan sisa kerugian negara, Kejaksaan berencana menyita aset pribadinya untuk pemulihan kerugian.
Sorotan Publik
Kasus ini mencuri perhatian karena sikap Heni yang terlihat santai saat ditahan. Dalam foto-foto yang beredar, ia tampak tersenyum lebar meski mengenakan rompi tahanan oranye. “Halo, doakan ya,” ujarnya kepada awak media sebelum digiring ke mobil tahanan. Publik pun geram, terutama karena posyandu yang seharusnya melayani kesehatan ibu dan anak kini telah beralih fungsi menjadi rumah tinggal pribadi.