Uji publik terhadap para wisudawan turut dilakukan oleh ustadz Ahmad Taufik, Lc. Ia membacakan potongan ayat, dan anak-anak dengan lancar melanjutkan hafalan mereka—membuktikan bahwa keterbatasan penglihatan tidak menyurutkan kekuatan hafalan mereka.
Suasana semakin emosional saat anak-anak menampilkan puisi dan lagu. Namun, puncak haru tak terbendung ketika satu per satu anak memakaikan mahkota kepada orang tua mereka dan melakukan sungkeman. Tangan-tangan mungil itu memeluk erat wajah-wajah yang selama ini menjadi cahaya hidup mereka, walau dunia mereka gelap.
Dalam kesempatan tersebut, Ikhsan Marzuki selaku Pembina Rumah Sahabat KITA menyampaikan rasa syukur mendalam. “Ini bukan sekadar acara. Ini adalah bukti bahwa cahaya Al Qur’an tak mengenal batas fisik. Semoga acara ini menjadi awal dari keberlangsungan generasi penjaga Qur’an dari kalangan tunanetra. Setiap pihak yang terlibat telah mewakafkan yang terbaik—baik itu tenaga, waktu, pikiran, maupun dukungan materi. Semoga semua itu menjadi pahala kolektif di hadapan Allah,” ucapnya.
Acara ini tidak hanya memberi pelajaran tentang semangat dan ketekunan, tetapi juga menyampaikan pesan kuat: bahwa keterbatasan fisik tak mampu membatasi cahaya hati dan kemuliaan ruhani. Dan hari itu, Kuningan menyaksikan cahaya-cahaya kecil yang bersinar dalam gelap, membuktikan bahwa Al Qur’an adalah lentera bagi siapa saja yang mau bersungguh-sungguh memeluknya.***