TERASJABAR.KD – Pada tanggal 22 Juli 2025, Lesti Kejora, penyanyi dangdut terkenal Indonesia, hadir sebagai saksi dalam sidang uji materi Undang-Undang Hak Cipta (UU Hak Cipta) di Mahkamah Konstitusi. Sidang ini menjadi perhatian publik karena tidak hanya menyoroti isu hukum, tetapi juga momen emosional yang dialami Lesti selama persidangan.
Selama sesi tersebut, Lesti Kejora tampak menahan air mata saat membagikan pengalaman pribadinya terkait ketidakjelasan norma dalam UU Hak Cipta. Ia mengungkapkan bahwa ia pernah menerima panggilan dari polisi karena dugaan pelanggaran hak cipta atas sebuah video yang menggunakan gambarnya tanpa izin.
“Siapa yang nyaman terus dilaporkan? Itu merusak reputasi saya dan menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat,” ujar Lesti dengan suara bergetar.Momen yang mengejutkan terjadi ketika Ketua Mahkamah Konstitusi meminta Lesti untuk bernyanyi sebagai bagian dari kesaksiannya.
Permintaan ini, yang mungkin bertujuan untuk mengilustrasikan dampak hukum terhadap karya kreatif, menyoroti kompleksitas isu hak cipta dalam industri musik Indonesia. Lesti, yang dikenal dengan suara merdu dan karya-karyanya, kemudian menyanyikan lagu ciptaannya sendiri, “Angin,” yang menjadi salah satu karya terkenal dalam repertoarnya.
Penampilan ini, meskipun dalam konteks sidang formal, menunjukkan dedikasi Lesti terhadap profesinya dan dampak emosional dari isu hukum yang dihadapi.Sidang uji materi ini diajukan oleh 29 penyanyi dari Indonesian Voice Vibration (VISION), yang mengajukan bahwa beberapa pasal dalam UU Hak Cipta kurang memberikan kepastian hukum.
Selain Lesti, saksi lain yang hadir adalah Sammy Simorangkir, mantan vokalis band Kerispatih, yang juga membagikan pengalaman serupa terkait perlindungan hak cipta dan royalti.
Kasus ini mencerminkan perdebatan berkelanjutan tentang keadilan dan kejelasan hukum hak cipta di Indonesia, terutama di era digital di mana pembagian dan penggunaan konten menjadi semakin kompleks.
Momen Lesti Kejora yang diminta bernyanyi, termasuk menyanyikan “Angin,” tidak hanya menjadi sorotan media, tetapi juga menggarisbawahi pentingnya perlindungan hukum bagi para kreator di tanah air.