TERASJABAR.ID – Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) 14 DPRD Kota Bandung, Dr. Uung Tanuwidjaja, SE., MM, menegaskan pentingnya Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual sebagai upaya menjaga moral, ketertiban sosial, dan masa depan generasi muda di Kota Bandung.
Menurut Uung, fenomena penyimpangan perilaku seksual bukan hanya terjadi di Kota Bandung, tetapi juga menjadi persoalan umum di kota-kota besar dan metropolitan lainnya.
“Ini bukan semata masalah pribadi, tapi masalah sosial yang berdampak luas. Banyak perilaku yang melanggar norma, bahkan menabrak nilai-nilai dasar kita sebagai bangsa yang berketuhanan,” ujarnya di Gedung DPRD Kota Bandung.
Uung menegaskan, meski setiap individu memiliki hak asasi, kehidupan bermasyarakat harus tetap berlandaskan aturan hukum dan norma yang berlaku.
“Sebagai warga negara, kita hidup di bawah peraturan perundang-undangan. Tidak bisa seenaknya dengan alasan kebebasan pribadi. Maka dari itu, kami ingin perda ini hadir untuk memberi kepastian dan perlindungan,” tuturnya.
Saat ini, pembahasan Raperda baru memasuki tahap awal. Pansus 14 telah menggelar dua kali rapat, dimulai dari pemaparan naskah akademik hingga pembahasan pasal-pasal hingga Bab 8. Pihaknya juga berencana berkonsultasi dengan daerah lain dan Badan Legislasi DPR RI untuk memastikan substansi dan batas kewenangan pemberian sanksi.
“Kita akan hati-hati. Jangan sampai perda ini hanya jadi formalitas, tapi benar-benar menjadi pedoman hidup bermasyarakat di Bandung,” ujar politisi Fraksi NasDem.
Uung memperkirakan pembahasan Raperda rampung pada awal tahun depan. Ia menyebut, percepatan pembentukan perda ini merupakan bagian dari prioritas dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda).
“Sebelum muncul dampak sosial yang lebih parah, kami ingin Kota Bandung memiliki payung hukum untuk mencegahnya. Ini demi melindungi generasi muda yang sedang menuju masa generasi emas,” kata Uung.
Dalam proses pembahasan, Pansus juga menerima berbagai masukan dari narasumber dan hasil penelitian terkait perilaku menyimpang di Bandung. Temuan tersebut menunjukkan kondisi yang cukup memprihatinkan.
“Banyak di antara mereka adalah korban yang kemudian menjadi pelaku. Ini seperti lingkaran yang terus berulang. Karena itu, perda ini penting untuk memutus rantai itu,” ujarnya.
Raperda ini nantinya akan mengatur secara jelas jenis-jenis perilaku menyimpang yang menimbulkan keresahan publik, seperti pedofilia, aktivitas seksual terbuka, dan perilaku berisiko lainnya.
“Tujuan kami bukan untuk menghakimi, tapi agar kehidupan pribadi tidak diekspos di ruang publik hingga menimbulkan keresahan masyarakat,” ujar Uung.
Uung menambahkan, Raperda ini juga akan dikaitkan dengan Perda Ketertiban Umum (K3), guna memperkuat upaya pencegahan di lapangan.
“Jangan sampai penyimpangan itu dengan bebasnya dipertontonkan. Kita tidak ingin Kota Bandung menjadi tempat subur bagi perilaku seperti itu. Ini tanggung jawab bersama — pemerintah, aparat, dan masyarakat,” tegasnya.















