Pendapatan perusahaan pariwisata, termasuk pengusaha bus, agen travel, pemandu wisata, hingga pelaku UMKM seperti penyedia oleh-oleh dan katering, dilaporkan turun hingga 60 persen. “Dari Rp80 juta per bulan, sekarang tinggal Rp30 juta.
Dengan angka itu, pengusaha sulit membayar cicilan ke leasing atau perbankan,” ungkap Herdi. Ia juga membandingkan dengan Yogyakarta dan Jawa Tengah yang tidak menerapkan larangan serupa, sehingga sektor pariwisata di daerah tersebut tetap berjalan.
Menurut Koordinator Lapangan Aksi Damai P3JB, Nana Yohana, larangan study tour tidak hanya memengaruhi pelaku usaha besar, tetapi juga pekerja seperti sopir, kenek, dan pemandu wisata yang kini terpaksa “nganggur”.
Ia membantah anggapan bahwa study tour memberatkan siswa, menjelaskan bahwa kegiatan ini direncanakan jauh hari dengan tabungan siswa, dan ada solusi seperti subsidi silang atau pembebasan biaya bagi siswa yang tidak mampu.
Kekecewaan ini memuncak saat aksi demonstrasi di Gedung Sate, di mana sekitar 50 bus pariwisata diparkir dan klakson telolet dibunyikan sebagai bentuk protes. Meski aksi berlangsung damai, massa sempat menutup akses Jalan Surapati menuju Flyover Pasupati pada sore hari sebagai wujud kekecewaan terhadap sikap Pemprov Jabar yang tak kunjung memberikan tanggapan resmi.