TERASJABAR.ID – Mantan Ketua DPR, Setya Novanto, resmi mendapatkan pembebasan bersyarat setelah menjalani hukuman penjara terkait kasus korupsi e-KTP.
Pada tahun 2017, Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, menyusul pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto yang lebih dulu dijerat.
Namun, pada September 2017, status tersangka Novanto sempat gugur setelah ia memenangkan praperadilan di pengadilan.
Selang dua bulan kemudian, KPK kembali menetapkannya sebagai tersangka, langkah yang memicu kehebohan publik kala itu.
Saat hendak menyerahkan diri, mobil yang ditumpanginya mengalami kecelakaan sehingga menambah drama proses hukum tersebut.
Akibat kecelakaan itu, Novanto sempat dirawat di rumah sakit sebelum akhirnya ditahan KPK begitu kondisinya membaik.
Proses hukum berlanjut dengan sidang perdana pada 13 Desember 2017 yang diwarnai klaim kesehatan dari pihak Novanto.
Meski ia tidak menjawab pertanyaan hakim dengan dalih sakit, majelis hakim tetap melanjutkan sidang karena dokter menyatakan kondisinya baik.
Dalam persidangan, Novanto berkali-kali membantah tuduhan, tetapi keterangan saksi justru menyingkap adanya peran dirinya dalam proyek e-KTP.
Kemudian, pada Maret 2018, jaksa menuntut Novanto 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa meyakini ada aliran dana sebesar USD 7,3 juta yang diperuntukkan bagi Novanto, meski tidak diterimanya secara langsung.
Akhirnya, pada 24 April 2018, majelis hakim menjatuhkan vonis 15 tahun penjara serta denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Selain itu, ia juga diwajibkan membayar uang pengganti USD 7,3 juta dikurangi Rp5 miliar yang sebelumnya telah dititipkan ke KPK.
Pada Juli 2025, Mahkamah Agung mengabulkan PK yang diajukan sejak 2020 dan memangkas vonis menjadi 12,5 tahun penjara.
Berkat pemotongan vonis, remisi, dan syarat administratif, Novanto akhirnya memperoleh pembebasan bersyarat pada Sabtu, 16 Agustus 2025, meski tetap wajib lapor ke Bapas.***