TERASJABAR.ID – Perkara menumpuknya stok gula di pabrik hingga kebijakan impor yang dinilai merugikan petani tebu dan pabrik gula lokal, disoal Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Aimah Nurul Anam.
Menurutnya, praktik mafia gula semakin memperburuk keadaan, sementara pemerintah belum mengambil langkah tegas untuk menghentikan kebocoran distribusi.
Dalam rapat kerja bersama Kemendag dan BPKN, Mufti mengungkapkan keluhan masyarakat, khususnya di Pabrik Gula Jatiroto, Jawa Timur, di mana stok gula menumpuk akibat pasar dibanjiri gula rafinasi.
Padahal, gula rafinasi seharusnya hanya untuk industri makanan dan minuman, namun kenyataannya bocor ke pasar ritel sehingga gula petani tidak terserap dan harga anjlok.
“Hari ini di Pabrik Gula Jatiroto, termasuk pabrik gula di Jawa Timur, stok gula menumpuk dan tidak bisa keluar karena pasar dibanjiri gula rafinasi. Ini jelas merugikan petani dan pabrik gula rakyat,” tegas Mufti, seperti ditulis Parlementaria pada Senin, 8 September 2025.
Data APTRI mencatat, serapan gula petani musim giling 2024–2025 turun 20 persen, dengan harga hanya Rp11.000–Rp11.500/kg, lebih rendah dari HAP Rp12.500/kg.
BACA JUGA: Koperasi Merah Putih, Instrumen Pemerataan Ekonomi dari Desa untuk Bangsa
Karena itu, Mufti mendesak pemerintah segera mengatur mekanisme stok dan distribusi gula rafinasi agar tidak merusak pasar domestik.
Ia juga mengingatkan agar pemerintah pusat tidak terus-menerus membebani daerah dengan skema buffer stock karena keterbatasan fiskal.
Selain gula, Mufti menyinggung kebijakan impor etanol yang dinilainya kontraproduktif, sebab pabrik gula dalam negeri memiliki pasokan etanol melimpah yang justru tidak terserap.
Produksi etanol nasional mencapai 450 juta liter per tahun, namun hanya terserap 60–65 persen karena belum optimal dimanfaatkan untuk energi terbarukan maupun industri.
Mufti meminta BPKN ikut mengawasi praktik curang dalam perdagangan gula dan etanol.
Menurutnya, mafia pangan tidak hanya merugikan petani, tetapi juga membuat harga konsumen tidak stabil. Data Bapanas Agustus 2025 mencatat harga gula konsumsi Rp17.200/kg, jauh di atas HAP.
“Rakyat menjerit karena harga mahal, petani rugi karena panen tidak terserap. Negara harus hadir dan berani melawan mafia pangan,” tegas Mufti.-***