Anak muda tidak kehilangan semangat, mereka hanya terjebak dalam struktur kecepatan yang menyingkirkan kedalaman. Karena itu, tugas kita bukan menyalahkan mereka, tapi menuntun mereka untuk pause, berpikir, dan mencari arah. Memberi ruang bagi kontemplasi di tengah bisingnya notifikasi, memberi makna di tengah lautan konten.
Politik Seharusnya Menumbuhkan :
Politik semestinya menjadi ruang pertumbuhan — bukan hanya bagi kekuasaan, tetapi juga bagi moralitas publik. Ia adalah sekolah kebijaksanaan, tempat nilai-nilai diuji, bukan sekadar adu slogan. Namun hari ini, politik sering jadi ajang kompetisi popularitas.
Pemimpin yang jujur kalah viral, yang santun kalah cepat, yang tenang kalah heboh. Padahal bangsa besar tidak dibangun oleh mereka yang paling keras berteriak, melainkan oleh mereka yang paling jernih berpikir.
Kita perlu mengembalikan politik kepada akarnya: ruang tanggung jawab sosial. Tugas negara bukan hanya memfasilitasi pesta demokrasi, tapi juga mendidik warganya agar memahami maknanya. Tugas pendidik dan ulama adalah menanamkan kesadaran bahwa politik bukan sekadar jalan menuju kekuasaan, tapi jalan untuk melayani dengan kebijaksanaan.
Penutup: Saatnya Berhenti, Lalu Arahkan
“OK Gas!” adalah simbol keberanian zaman. Tapi keberanian tanpa arah hanya akan membuat kita tersesat dalam kecepatan. Bangsa ini tidak kekurangan semangat, yang kurang hanyalah kompas nilai.
Kita tidak butuh generasi yang lebih cepat, tetapi generasi yang lebih dalam.
Generasi yang tahu kapan harus gas, dan kapan harus ngerem untuk berpikir.
Sebab di tengah arus deras digital, kemajuan tidak diukur dari seberapa cepat kita melaju, tetapi seberapa bijak kita memilih arah.
Dan arah itu, sejatinya, hanya bisa ditemukan ketika politik kembali berakar pada nilai: keadilan, ilmu, dan akhlak. ***