TERASJABAR.ID – Akhir tahun menjadi momentum penting untuk menilai kembali arah pembangunan Kota Bandung. Sekretaris Komisi I DPRD Kota Bandung dari Fraksi PKS, Susanto Triyogo Adiputro, menegaskan bahwa refleksi ini bukan sekadar evaluasi rutin, melainkan upaya jujur untuk memastikan pembangunan benar-benar berdampak bagi warga.
“Refleksi akhir tahun bukan untuk saling menyalahkan, tapi untuk melihat sejauh mana Bandung bergerak menjadi kota yang lebih baik dan di titik mana kita harus berani berbenah,” ujarnya saat ditemui dalam wawancara refleksi akhir tahun,Minggu (28/12/2025).
Menurut Susanto, Kota Bandung bukan hanya milik pemerintah, tetapi milik seluruh warganya. Karena itu, berbagai persoalan klasik seperti sampah, kemacetan, banjir, pengangguran, kemiskinan, hingga ketimpangan layanan publik harus dipahami sebagai tanggung jawab bersama.
“Kesadaran kolektif ini adalah fondasi utama perubahan kota. Tanpa itu, kita akan terus berputar pada masalah yang sama,” katanya.
Ia menilai, persoalan kota Bandung bersifat struktural dan saling berkaitan. Masalah sampah, misalnya, tidak bisa dilepaskan dari tata kelola lingkungan dan perilaku konsumsi.
Kemacetan berkaitan dengan tata ruang dan transportasi publik, sementara banjir berhubungan dengan alih fungsi lahan dan kesiapan infrastruktur.
“Begitu juga pengangguran dan kemiskinan, itu sangat terkait dengan kualitas kebijakan ekonomi dan akses layanan publik. Kalau kita tidak berani membaca persoalan secara utuh dan jujur, solusi yang lahir hanya tambal sulam,” tegas Susanto.
Dalam pandangannya, keberhasilan pembangunan kota tidak seharusnya diukur dari banyaknya program atau laporan administratif. Ukuran utamanya adalah dampak nyata yang dirasakan warga.
“Pertanyaannya sederhana: apakah hidup warga jadi lebih mudah? Apakah biaya hidup lebih terjangkau? Apakah layanan publik makin adil dan merata? Kalau jawabannya belum memuaskan, maka koreksi kebijakan adalah keniscayaan,” ujarnya.
Susanto juga menyoroti peran strategis anggaran daerah. Ia menegaskan bahwa APBD bukan sekadar dokumen teknis, melainkan cerminan keberpihakan politik dan visi masa depan kota.
“Dari anggaran, publik bisa membaca apa yang dianggap penting dan siapa yang diprioritaskan. Keberanian mengarahkan anggaran pada penyelesaian masalah dasar dan investasi jangka panjang itu sangat krusial. Kalau tidak, anggaran hanya akan terjebak pada pola rutin yang minim dampak,” jelasnya.
Lebih jauh, ia menilai kompleksitas persoalan Bandung membutuhkan kepemimpinan yang berani keluar dari pola government as usual. Rutinitas birokrasi dan kegiatan seremonial, menurutnya, tidak cukup menjawab tantangan kota.
“Kota ini butuh pemimpin yang tegas menentukan prioritas, konsisten dalam arah kebijakan, dan berani melakukan koreksi jika kebijakan tidak efektif. Bukan sekadar mengelola prosedur, tapi menggerakkan sistem,” katanya.
Meski demikian, Susanto menekankan bahwa pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. DPRD, menurutnya, memiliki peran strategis sebagai pengawal aspirasi publik, penjaga kualitas kebijakan, sekaligus pengawas keberpihakan anggaran.
“Di sisi lain, dunia usaha, perguruan tinggi, komunitas, media, dan warga harus dilibatkan sebagai bagian dari solusi. Kolaborasi tidak boleh berhenti sebagai jargon, tapi harus diwujudkan dalam kerja nyata dan pembagian peran yang jelas,” ucapnya.
Ia juga menekankan pentingnya partisipasi publik yang bermakna. Keterlibatan warga, kata Susanto, tidak boleh berhenti pada formalitas forum perencanaan semata.
“Warga harus terlibat dalam perencanaan, pengawasan, sampai evaluasi kebijakan. Mereka berhak tahu ke mana uang publik digunakan dan apa dampaknya. Kota yang sehat lahir dari warga yang peduli, kritis, dan aktif,” tuturnya.
Menurut Susanto, kunci dari seluruh proses pembangunan adalah kepercayaan publik. Kepercayaan, katanya, tidak bisa diminta, melainkan harus dibangun.
“Transparansi, konsistensi kebijakan, dan keberanian mengakui kekurangan itu modal utama. Tanpa kepercayaan publik, program sebaik apa pun akan sulit berhasil,” katanya.
Menatap ke depan, ia berharap Bandung dibangun sebagai kota yang lebih humanis, berkelanjutan, dan berkeadilan. Kebijakan hari ini, menurutnya, akan menentukan kualitas hidup generasi mendatang.
“Refleksi akhir tahun ini bukan sekadar kritik, tapi ajakan moral kolektif. Pemerintah memimpin, DPRD mengawal, dan warga menjaga serta saling mengingatkan. Menjaga harapan dan memperkuat kepercayaan adalah kunci untuk menata masa depan Kota Bandung yang lebih adil dan bermartabat,” pungkas Susanto.












