Aktivitas pembelian bahan baku juga meningkat, sejalan dengan upaya menjaga kesiapan pasokan input di tengah pemulihan permintaan.
“Di tengah perlambatan beberapa pasar ekspor utama, permintaan domestik kembali menjadi jangkar pertumbuhan. Industri kita bergerak adaptif, melakukan penyesuaian kapasitas agar tetap menjaga momentum,” katanya.
Kementerian Perindustrian terus memperkuat fondasi industri melalui peningkatan efisiensi, integrasi rantai pasok berbasis bahan baku lokal, serta penyiapan tenaga kerja terampil.
Program peningkatan kompetensi, inovasi proses, dan transformasi menuju manufaktur hijau menjadi prioritas untuk memastikan daya saing berkelanjutan.
Dalam catatan S&P Global, PMI manufaktur ASEAN meningkat dari 52,7 pada Oktober menjadi 53,0 pada November 2025.
Indonesia (53,3) berada dalam kelompok ekspansif bersama Thailand (56,8), Vietnam (53,8), Myanmar (51,4), dan Malaysia (50,1), sedangkan Filipina berada di zona kontraksi (47,4).
Di luar kawasan, sejumlah negara besar juga mencatat ekspansi seperti India (59,2), Amerika Serikat (52,5), Australia (51,6), serta China (50,6). Kondisi tersebut menunjukkan aktivitas industri global mulai stabil, meski kecepatan pemulihannya tidak merata.
Kemenperin akan terus mengikuti perkembangan indikator industri sebagai salah satu bahan masukan dalam penyusunan kebijakan.
“Kami yakin sektor manufaktur tetap menjadi andalan perekonomian nasional. Prioritas kami menjaga iklim usaha yang sehat, mendorong nilai tambah, dan mengawal transformasi industri yang berkelanjutan,” pungkasnya.***
















