Staf Sri Mulyani Jawab Kritik Fadli Zon Soal Utang Era Corona

Staf Sri Mulyani Jawab Kritik Fadli Zon Soal Utang Era Corona
Bisnis.com
Editor: Malda Hot News —Selasa, 14 April 2020 11:08 WIB

Terasjabar.id -- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon beradu argumen dengan Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo terkait utang pemerintah di tengah virus corona. Perang opini itu bermula dari utas (thread) Twitter Fadli yang menyinggung soal utang pemerintah yang dinilai sudah melampaui batas aman.

"HATI-HATI, UTANG KITA SUDAH MELAMPAUI BATAS AMAN! (a thread)," tulis Fadli Zon, dikutip dari akun Twitter pribadinya @fadlizon, Selasa (14/4).

Dalam utas tersebut, ia mengatakan seharusnya pemerintah tidak berbangga diri dengan penerbitan utang global berdenominasi dolar AS sebesar US$4,3 miliar atau setara Rp68,8 triliun (mengacu kurs Rp16 ribu) pada Selasa, 7 April lalu. Ia menilai para pejabat publik seharusnya memperbesar rasa malu lantaran utang membengkak.

"Kenyataan bahwa Indonesia menjadi negara pertama yang menerbitkan sovereign bond di tengah pandemi covid-19, sama sekali tidak menunjukkan kehebatan. Malah sebaliknya, menunjukkan betapa ringkihnya perekonomian kita," ujarnya.



Ia melanjutkan pemerintah membutuhkan utang sebesar Rp741,84 triliun untuk kebutuhan pembiayaan tahun ini, dengan perhitungan sebelum terjadi pandemi. Rinciannya, utang baru Rp351,9 triliun untuk menutup defisit dan melunasi utang jatuh tempo sebesar Rp389,98 triliun.

Dengan nilai utang tersebut, ia memperkirakan rasio utang pemerintah terhadap PDB berada di kisaran 36 persen hingga 38 persen akhir tahun. Dengan asumsi inflasi di bawah 5 persen dan PDB di kisaran Rp16.300 triliun.

"Selain itu, jangan bohongi rakyat seolah-olah rasio utang kita masih aman. Pemerintah selalu berdalih rasio utang kita terhadap PDB tetap aman, karena masih di bawah 60 persen," ujarnya.

Fadli juga mempertanyakan benarkah batasan rasio utang terhadap PDB 60 persen masih benar untuk dijadikan patokan batas aman bagi perekonomian Indonesia. Ia mengutip pendapat ekonom sekaligus Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli yang menyatakan batas aman rasio utang yang tepat saat ini adalah 22 persen dari PDB, bukan 60 persen.

Alasannya, rasio aman yang digunakan dalam UU Keuangan Negara mengacu kepada dua kali rasio pajak negara-negara The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Sementara itu, rasio pajak negara-negara OECD rata-rata 30 persen.

"Jadi, kalau kita mengacu pada rasio pajak selama pemerintahan Presiden @jokowi, yang dalam lima tahun terakhir hanya limit 11 persen, maka batas aman utang kita seharusnya adalah 22 persen PDB," katanya.

Dengan opini tersebut, ia beranggapan bahwa utang Indonesia sudah melanggar batas aman. Per Februari lalu, utang pemerintah sudah mencapai Rp4.948,2 triliun, atau setara 30,82 persen PDB. Rasio ini bahkan jauh di atas rasio utang sebelum krisis 1997 dan 1998.

"Saya khawatir, krisis kesehatan akibat corona ini akan dijadikan dalih oleh Pemerintah untuk mengeruk utang sebesar-besarnya untuk menutupi compang-campingnya keuangan negara, jadi bukan untuk mengatasi krisis yang sedang dihadapi rakyat itu sendiri. Ini baru satu kekhawatiran," imbuhnya.

Kemudian, Yustinus memberikan tanggapan terhadap komentar Fadli dalam sebuah utas Twitter melalui akun pribadinya @prastow. Yustinus menegaskan patokan rasio utang yang aman tetap mengacu kepada UU Keuangan Negara.

"Jadi patokan itu UU. Itu hukum positif yang berlaku. Konsekuensinya melanggar atau tidak tentu patokannya UU, bukan sabda @fadlizon sepintar apapun. Faktanya utang kita masih di 30 persen, jauh di bawah 60 persen. Defisit terjaga di 2,2 persen, juga di bawah 3 persen. Sampai di sini jelas ya," tulis pria yang sebelumnya dikenal sebagai pengamat perpajakan ini.

Menurutnya, jika batas aman rasio utang terhadap PDB mengacu pada dua kali tax ratio di masing-masing negara, maka sulit mendapatkan negara di Asia yang tingkat rasio utang terhadap PDB benar-benar aman.

Sebagai pembanding, tax rasio Malaysia sebesar 12,03 persen sedangkan rasio utang terhadap PDB Malaysia 55,1 persen. Jika mengacu perhitungan dua kali tax ratio maka seharusnya batas aman rasio utang Malaysia sebesar 24,06 persen.



Lalu, rasio utang Singapura tercatat tembus 112,9 persen terhadap PDB. Padahal, seharusnya hanya 26,94 persen jika mengacu perhitungan dua kali tax ratio yang sebesar 13,57 persen,

Berikutnya, tax ratio Thailand sebesar 14,97 persen, sehingga rasio utang terhadap PDB seharusnya 29,94 persen. Namun, rasio utang Thailand tercatat sebesar 41,9 persen.

Kemudian, tax ratio Afrika Selatan sebesar 26,9 persen, sehingga batas aman rasio utangnya sebesar 53,8 persen. Namun, rasio utang Afrika Selatan tercatat sebesar 57,8 persen.

Sementara itu, tax ratio Brasil sebesar 12,7 persen, sedangkan rasio utang terhadap PDB Brasil yakni 90,4 persen. Jika mengacu pada tax ratio, seharusnya rasio utang Brasil hanya sebesar 25,4 persen.

"Hebatnya, Indonesia justru yang terbaik karena di bawah negara lain, baik ASEAN maupun Afsel dan Brazil," ujarnya.

Yustinus juga memaparkan data bahwa rasio utang terhadap PDB melebihi dua kali tax ratio pada semua kepemimpinan presiden.

"Sejak era Pak Harto, Presiden Habibie, Gus Dur, Bu Mega, Pak SBY dan Pak Jokowi, semua melebihi 2x tax ratio. Jadi sampai di sini: menepuk air didulang, terpercik muka sendiri," ujarnya.

Ia membantah jika rumus standar batas aman rasio utang adalah dua kali tax ratio itu digunakan oleh negara-negara anggota OECD. Meski demikian, ia mencoba tetap menguji klaim Fadli Zon yang diambil dari pendapat Rizal Ramli tersebut.

Berdasarkan perhitungannya, rasio pajak Prancis sebesar 46,1 persen, sehingga rasio utang terhadap PDB Prancis seharusnya sebesar 92,2 persen. Namun, rasio utang terhadap PDB Prancis tercatat sebesar 99,20 persen.

Kemudian, tax ratio AS sebesar 24,3 persen, sehingga rasio utang terhadap PDB AS seharusnya sebesar 48,6 persen. Akan tetapi, rasio utang terhadap PDB AS jauh lebih tinggi yakni 106,70 persen.

Di Inggris, rasio pajaknya tercatat 33,5 persen, sehingga rasio utang terhadap PDB Inggris idealnya sebesar 67 persen. Namun, rasio utang terhadap PDB Inggris tercatat sebesar 85,70 persen.

Hal serupa juga terjadi di Italia. Tax rasio Italia sebesar 42,1 persen, sehingga rasio utang terhadap PDB Italia seharusnya sebesar 84,2 persen. Namun, rasio utang terhadap PDB Italia tercatat sebesar 133,40 persen.

Dari angka tersebut, ia menyatakan bahwa banyak negara OECD juga tidak lolos apabila batas aman rasio utang terhadap PDB dihitung berdasarkan dua kali tax ratio.

"Saya telah mematahkan tudingan Bung @fadlizon dengan membuktikan patokan OECD itu tak ada, dan kalaupun dianggap ada, semua rezim di Indonesia dan banyak negara tak lolos. Nah, sekarang kita bahas postur #utang kita biar kita bisa bersyukur jadi orang Indonesia. Waspada harus, pesimis ojo (jangan)!" katanya.

Kendati demikian, ia tidak menampik pemerintah perlu memperbaiki rasio pajak Indonesia yang terjebak di kisaran 11 persen selama beberapa tahun terakhir. Sebab, rasio pajak mencerminkan kemampuan negara melunasi utang.

Menurut dia, pertumbuhan rasio pajak yang cenderung stagnan disebabkan penerimaan pajak dan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bergantung pada harga komoditas.

"Kita musti balik siklus ini supaya #pajak sustain," ujarnya.(CNNIndonesia)

Virus Corona Fadli Zon Sri Mulyani


Loading...