Ternyata Begini Cara Memulasara Korban Covid-19, Seorang Pemulasara Jenazah Cerita Perbedaannya

Ternyata Begini Cara Memulasara Korban Covid-19, Seorang Pemulasara Jenazah Cerita Perbedaannya
Tribunjabar.id/ Wawan
Editor: Malda Teras Health —Minggu, 5 April 2020 08:12 WIB

Terasjabar.id – Wawan salah seorang petugas pemulasara di Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kuningan mengaku panas dan kehabisan tenaga.

Terlebih ketika mengenakan alat pelindung diri (APD) saat melakukan prosesi fardu kifayah atau pemulasara jenazah pasien dalam pengawasan (PDP).

“Selama dua jam berpakaian APD, saya sendiri di kamar isolasi,” ungkap Wawan saat memberikan keterangan kepada awak media, Sabtu (4/04/2020).

Meski tidak positif, kata Wawan, namun dia waspada dalam pencegahan terhadap penularan Covid-19.

“Tetap saya lakukan sesuai saran tim medis dan memang protokol Covid-19 begitu,” katanya.

Dia menjelaskan pemulasara jenazah PDP ini memang sangat jauh berbeda dengan kasus kematian lainnya.

“Antara mayat korban kecelakaan atau terjangkit HIV/ AIDS jelas berbeda banget. Terutama dalam kewaspadaan saya saat di situ,” kata Wawan.

Pemulasara dilakukan Jumat (3/4/2020) menjelang dini hari.

Menurutnya, jasad PDP tidak dimandikan seperti pada umumnya.

“Saya gantikan untuk bersih–bersih. Korban PDP itu menggunakan tayamum,” ujarnya.

Seusai melakukan tayamum, kata Wawan, jasad PDP dikafani dan dibungkus plastik.

“Untuk menjaga cairan atau hawa keluar dari jasad tadi, saya bungkus pakai plastik hingga tiga lapis dan saya yakin aman,” ungkap Wawan.

Untuk penyerahan jasad korban PDP ke rumah duka, Wawan menyebutkan, juga dibungkkus kantong mayat ketika di ambulans.

“Kami serahkan korban ke rumah duka atau sebagai pihak keluarga,” ujarnya.

Dua Kali Gunakan APD

Sesaat seusai melakukan fardu kifayah di ruang isolasi, kata Wawan, setelah dua jam dia akhirnya membuka APD.

“Saya buka lantaran Kapolsek Ciniru mengontak saya melalui telepon pribadinya,” ujarnya.

Sejumlah keterangan dia berikan kepada petugas kepolisian hingga waktu pemberangkatan jasad korban ke rumah duka.

Seusai memberikan keterangan, dia kembali menggunakan APD baru.

“Karena APD itu kan sekali pakai,” ucapnya.

Dari rumah sakit, perjalanan ke rumah duka memakan waktu 45 menit.

Wawan meminta kepada keluarga untuk membantu prosesi pemakaman.

“Tadi sebanyak tiga alat pelindung diri saya kasih kepada warga untuk memakamkan jenazah PDP tersebut,” ungkap Wawan.

Dia bahagia ketika ada warga berkenan menggunakan ADP saat pemakaman.

Prosesi pemakaman yang cukup singkat, kata Wawan, tidak melepaskan rukun atau etika dalam penguburan jenazah secara agama.

“Seperti melakukan azan dan iqomah di dalam kuburnya tadi, juga pembacaan talkin,” ujarnya.

Upacara pemakaman yang begitu berbeda memberikan pengalaman dan motivasi bagi lingkungan sekitar.

“Terutama dalam mencegahan penyebaran Covid-19,” ujarnya.

Dampak Pandemi Civid-19

Merasakan dampak pandemi Covid-19, kata Wawan, tentu sangat baik bagi lingkungan masyarakat.

Terutama dalam melakukan karantina wilayah parsial dan melakukan social distancing atau tetap berada di rumah.

“Sebab biasanya pemulasara jenazah itu sebanyak enam orang untuk per bulannya. Entah dari korban kecelakaan atau korban HIV/AIDS,” ucapnya.

Wawan menambahkan, tugas dan tanggung jawab sebagai pemulasara tentu dibarengi niat ibadah.

“Perasaan biasa saja, ya, kayak ibadah gitu saja,” ujarnya.

Namun, dia berharap pandemi Covid-19 bisa cepat berlalu.

“Mudah-mudahan kembali normal dan selalu menjaga hidup sehat,” ucapnya.

(Tribunjabar.id)


Virus Corona Cirebon Covid 19 Memulasara


Loading...