Alasan Belanda Jadikan Bandung 'Paris van Java'

Alasan Belanda Jadikan Bandung 'Paris van Java'
Alasan Belanda Jadikan Bandung 'Paris van Java' Kawasan Jalan Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Editor: Malda Life Style —Minggu, 15 Maret 2020 10:52 WIB

Terasjabar.id -- Tidak salah rasanya kota Bandung dikenal dengan sebutan Paris van Java atau Paris di Pulau Jawa. Tata kotanya yang apik serta suhunya yang sejuk membuat banyak orang senang berwisata ke sini, termasuk para kompeni pada zaman penjajahan Belanda.

Bandung mendapat sebutan Paris van Java karena penjajah Belanda menjadikan kota di Jawa Barat ini sebagai destinasi wisata.

Sejak kedatangan Gubernur Hindia-Belanda William H. Daendels pada tahun 1810, Bandung memang sengaja dibangun sebagai kota persinggahan.

Para pemilik lahan pertanian atau preangerplanters setiap minggunya melancong ke wilayah Jalan Braga, yang juga menjadi pusat pertokoan awal abad ke-19.

Menurut pemerhati sejarah kota Bandung, Tatang Soemarsono, Jalan Braga menjadi tempat kongko orang-orang Belanda yang sedang berwisata. Itu sebabnya banyak gedung pertokoan dibangun di sepanjang jalan Braga.

"Keberadaan pertokoan, rumah mode, tempat kongko membuat orang-orang Belanda kala itu menganggap Bandung seperti Paris," ujarnya saat diwawancara oleh CNNIndonesia.com pada akhir pekan kemarin.

Selain Jalan Braga, perkebunan teh dan kopi yang berada di utara Bandung juga membuat para kompeni berdatangan ke Bandung, terutama para tuan tanah.

Setiap kali panen, para tuan tanah bersama karyawannya melakukan pengiriman ke Batavia menggunakan pedati dan truk yang melewati pusat kota Bandung.

Sebelum dinamakan Braga, jalan ini dulunya dinamai Pedatiweg atau Jalan Pedati karena sering dilalui pedati untuk lalu lintas hasil perkebunan.

Ada dua pandangan sejarawan mengenai asal muasal penamaan Jalan Braga. Sebagian mengatakan Braga berasal dari kosakata bahasa sunda 'baraga' yang berarti berjalan-jalan di sekitar sungai.

Letak Jalan Braga memang dekat dengan lokasi Sungai Cikapundung, yang dahulu sangat asri bak Sungai Seine di Paris.

Alasan Belanda Jadikan Bandung 'Paris van Java'*Presiden Joko Widodo berfoto bersama sejumlah kepala negara usai mengikuti 'Historical Walk' dalam rangkaian Peringatan ke-60 tahun Konferensi Asia Afrika 2015. (ANTARA FOTO/aacc2015/Subekti)


Lainnya mengatakan Jalan Braga sendiri dikenal sebab adanya Toneelvereeniging Braga, kelompok teater ternama di awal abad ke-19, yang seringkali mengadakan pertunjukan di Societeit Concordia (sekarang Gedung Merdeka).

Menurut pemerhati sejarah yang juga dosen Seni di Universitas Pasundan, Hawe Setiawan, Jalan Braga juga merupakan pusat perekonomian di Bandung.

Pada abad ke-19 juga Daendels membangun Jalan Raya Pos yang sekarang menjadi Jalan Asia Afrika. Jalanan ini dilewati arak-arakan distribusi hasil panen raya karena lebih dekat ke stasiun kereta.

"Jalan Raya Pos juga dibangun untuk mengantarkan logistik ke stasiun, kita pikir ini mungkin jadi salah satu sebab kenapa banyak dibangun pertokoan di Braga," kata Hawe.

Beragam toko

Karena ramainya wilayah pertokoan di Jalan Braga, maka Belanda membangun Netherlandsch Indische Gas Maatschappij atau biasa disebut Gas Mij, perusahaan yang menyediakan gas untuk keperluan sehari-hari.

Di Braga banyak pertokoan yang telah beralih menggunakan penerangan berbahan gas, sehingga kantor Gas Mij dibangun di sana.

Sekarang Gas Mij berubah nama menjadi Perusahaan Gas Negara, namun kini kondisi gedungnya di Braga terbengkalai dan tidak digunakan.

Toko Hellerman merupakan perintis usaha pertokoan pertama di Jalan Braga. Letaknya berdekatan dengan Gas Mij.

Toko ini menjual senjata api, kereta kuda, sepeda dan suku cadangnya. Saat ini, bangunannya tidak digunakan lagi dan ditumbuhi tanaman liar.

Sedangkan Au Bon Marche dan N.V Ondeling Belang adalah dua toko mode yang ada di Jalan Braga. Dua toko ini saling bersaing karena letaknya berseberangan.

Au Bon Marche terkenal karena menjajakan pakaian-pakaian impor dari Paris dengan harga fantastis. Sedangkan N.V Onderling Belang menjual pakaian dari Belanda dengan harga terjangkau.

Kini bangunan Au Bon Marche sudah jauh berbeda dengan dahulu kala saat masa kejayaannya. Bekas bangunannya digunakan sebagai area pertokoan di simpang Jalan Braga.

N.V Onderling Belang pada 1960 berubah nama menjadi Sarinah, kini Sarinah menjadi Café and Bar Sarinah dengan tidak banyak merubah arsitektur luar gedung.

Perawatan bangunan

Hanya sedikit gedung peninggalan Belanda yang masih digunakan hingga saat ini. Itu pun sudah mengalami banyak polesan modern diberbagai sudutnya.

Sebut saja Maison Bogerijen yang kini berubah menjadi Braga Permai. Tampilan depan memang tidak banyak mendapat sentuhan baru, namun bagian dalam restoran yang dulunya menghidangkan makanan kerajaan Belanda ini sudah banyak berubah.

Gedung DENIS atau De Erste Nederlandsche Indische Spaarkas en Hypotheekbank di simpang timur Jalan Braga dan Jalan Naripan, sebelumnya merupakan bangunan termegah di Indonesia pada abad ke-19.

Arsitek gedung ini adalah Albert Aalbers, yang juga membangun Hotel Savoy Homann. Ia menerapkan gaya arsitektur art-deco dalam karyanya.

Ciri khasnya adalah lengkungan di tiap fasadnya, seperti Savoy Homann, Centre Point, Gedung Merdeka.

Gedung DENIS kini ditempati Bank BJB. Bangunan luar memang mempertahankan gaya art-deco yang melengkung, namun bagian dalam dan area parkir gedung ini sudah banyak berubah.

Pegiat Komunitas Pemerhati Sejarah Kota Bandung, Ariyono Wahyu Widjajadi, menjelaskan perawatan renovasi gedung bersejarah diatur oleh Tim Cagar Budaya Kota Bandung.

"Kalau renovasi perlu konsultasi dengan Tim Cagar Budaya yang sudah dibentuk Pemkot Bandung," katanya.

Ariyono yang juga bergabung dengan Komunitas Aleut, komunitas wisata yang punya banyak kegiatan pelesir sejarah, menjelaskan alasan kenapa banyak gedung tua yang terbengkalai dan tidak direnovasi.

"Ada beberapa kategori bangunan bersejarah, A,B,C, dan D. A untuk bangunan yang menjadi asset nasional dan tidak boleh mengubah arsitekturnya, seperti Hotel Savoy Homann, sedangkan B, C, dan D itu boleh direnovasi hanya beberapa bagian," katanya.

Selain rumitnya perizinan, dana perawatan gedung bersejarah juga tidak murah. Oleh karena itu banyak gedung bersejarah yang dibiarkan menua tanpa perawatan, tidak hanya di Bandung tapi juga di seluruh penjuru Indonesia.(CNNIndonesia)

Belanda Bandung Paris Van Java


Loading...