Digunduli atas Kemauan Sendiri, Tersangka Susur Sungai Ingin Bertanggung Jawab & Diperlakukan Sama

Digunduli atas Kemauan Sendiri, Tersangka Susur Sungai Ingin Bertanggung Jawab & Diperlakukan Sama
Tribunjogja
Editor: Malda Hot News —Kamis, 27 Februari 2020 08:56 WIB

Terasjabar.id - Penggundulan tiga tersangka tragedi susur Sungai Sempor, IYA, R, dan DDS disesalkan beberapa pihak.

Tersangka IYA menanggapi hal tersebut. Pembina pramuka sekaligus guru SMPN 1 Turi itu mengatakan penggundulan tersebut atas kemuauannya sendiri.

Hal tersebut disampaikannya saat Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) DIY bersama Dinas Pendidikan Sleman menemui tiga tersangka peristiwa susur sungai, Rabu (26/2/2020).

Pihak yang hadir mengunjungi ketiga tersangka di Mapolres Sleman yaitu Andar Rujito Kepala Biro Advokasi Perlindungan Hukum dan Penegakan Kode Etik PGRI DIY, Sukirno Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum PGRI DIY , Arif Haryono Plt Kepala Dinas Pendidikan Sleman, dan Penjabat Sekda Sleman Hardo Kiswoyo.

Melansir dari Kompas.com, PGRI ingin mengonfirmasi mengenai alasan polisi menggunduli kepala ketiga tersangka tersebut.

Mereka berbincang cukup lama dengan IYA, R, dan DDS di Aula Mapolres Sleman.

Dalam kesempatan tersebut, IYa mengatakan ingin meluruskan soal penggundulannya.

"Kami minta diluruskan bahwa kami itu baik-baik saja. Tolong nanti supaya di luar diluruskan," ujar IYA.

IYA mengatakan ia dan dua guru lainnya menjalani proses hukum dengan baik sesuai koridor hukum.

Selama ditahan di Mapolres Sleman, ketiganya mengaku diperlakukan dengan baik.

"Kami tidak diintimidasi, tidak diperlakukan semena-mena," tegasnya.

Kolase foto tragedi susur sungai dan ketiga tersangka yang tak lain adalah pembina Pramuka.
Kolase foto tragedi susur sungai dan ketiga tersangka yang tak lain adalah pembina Pramuka. (Dok.Pusdalops DIY, TribunJogja.com/Hasan Sakri)

Ketika ditanya mengenai kepalanya yang gundul, IYA mengatakan itu permintaannya.

"Digundul ini permintaan kami. Yang jelas untuk faktor kemaanan," ujarnya.

IYA juga menjelaskan meminta gundul agar diperlakukan sama dengan tahanan lainnya yang juga berkepala gudnul.

Sehingga ketika berada di dalam tahanan tidak ada perbedaan. Sebab smeua sama di mata hukum.

"Kalau sama dengan teman-teman di dalam kan saya tenang ketika di sini. Saya tidak masalah gundul, biar sama dengan lainya yang di dalam," tegasnya.

IYA menegaskan ia dan kedua rekannya harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi dan mengikuti proses hukum.

"Ini kan risiko kami, memang harus dipertanggungjawabkan. Pertama kami harus mempertanggungjawabkan kepala Allah, yang kedua keluarga korban, yang ketiga mempertanggungjawabkan pada hukum," tandasnya.

Pada kesempatan ini, IYA dihubungkan melalui telepon dengan Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) PB PGRI Ahmad Wahyudi.

Kepada Ahmad, IYA menceritakan hal yang sama mengenai kondisinya dan mengenai kepalanya yang gundul.

Di akhir pertemuan, IYA mengucapkan terima kasih atas dukungan para guru.

"Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan teman-teman guru. Yang jelas mohon dukunganya secara koridor hukum, jadi bisa melalui satu pintu," ungkapnya.

Penggundulan Tersangka Susur Sungai

Sejumlah pihak pun menyayangkan tindakan aparat kepolisian membotaki rambut 3 guru tersebut.

Pakar pendidikan yang juga mantan Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI), Prof Edy Suandi mengatakan, tindakan itu berlebihan jika dilihat dari sisi edukasi.

Edy berpendapat, mereka bukan melakukan kejahatan yang disengaja.

"Melainkan kecerobohan, yang berakibat meninggalnya 10 siswa SMP itu," ujarnya kepada Tribunnews.com, Rabu (26/2/2020) dikutip TribunJabar.id.

Lebih lanjut ia mengatakan, penggundulan itu juga kurang tepat lantaran ketiga guru tersebut juga sudah menyesali perbuatannya.

Menurut Edy, penggundulan itu sudah merontokkan moral para guru yang sebetulnya masih dihormati para murid.

Para guru itu pun tak menunjukkan tanda-tanda akan melakukan perlawanan.

Tersangka IYA saat jumpa pers di Mapolres Sleman. Selain IYA, turut dihadirkan pula dua tersangka lainya dalam peristiwa susur sungai Sempor yakni R dan DDS.
Tersangka IYA saat jumpa pers di Mapolres Sleman. Selain IYA, turut dihadirkan pula dua tersangka lainya dalam peristiwa susur sungai Sempor yakni R dan DDS. (KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA)

Edy mengatakan, kejadian susur sungai SMPN 1 Turi Sleman itu memang menyebabkan nyawa melayang.

Kendati demikian, ia menilai kesalahan yang dilakukan para guru tersebut tak lebih dari koruptor.

Koruptor telah menyalahgunakan kekuasaan yang merugikan masyarakat.

"Koruptor saja masih bisa bergaya, yang ini digunduli. Ini bukan saja berpengaruh pada jiwa mereka, tetapi keluarga, anak istri mereka yang dampak lanjutannya pasti merugikan," ujar Edy.

Ia mengatakan, bisa saja sikap polisi yang menggunduli para tersangka itu terbawa emosi lingkungan.

Perbuatan polisi itu layak disesali dan diberikan teguran keras atau sanksi dari pimpinan.

"Seharusnya juga memperhitungkan kondisi psikologis tersangka, walau mungkin situasi korban juga diperhatikan. Namun tetap dalam korodor yang mendidik. Apalagi mereka adalah guru," ujarnya.

Sebelumnya, tulisan dari warganet bernama Amiruddin Zuhri di Facebook juga beredar.

Pria yang juga mantan jurnalis ini menyayangkan tindakan penggundulan tersebut.

Berikut adalah tulisan lengkapnya:

Tangkapan layar tulisan warganet bernama Amirrudin Zuhri.
Tangkapan layar tulisan warganet bernama Amirrudin Zuhri. (Istimewa)

SAYA MEMILIH UNTUK BERSEDIH

Anda boleh puas melihat tiga guru digunduli dan ditampilkan layaknya pelaku kriminal sadis bahkan psikopat.

Anda boleh tertawa karena karena kemarin anda mungkin salah satu yang mencaci maki para guru yang melakukan kesalahan hingga terjadi tragedi sungai sempor yang menewaskan para siswa SMPN 1 Turi Sleman.

Silahkan tertawa sepuas-puasnya.

Tetapi jangan salahkan saya jika justru miris dan bersedih.

Bagi saya mereka lalai dan memang ada konsekuensi dari lalai.

Tetapi tidak seperti ini caranya.

Sebagian besar hidup mereka digunakan untuk mendidik anak-anak kita.

Tidak ada niat untuk membunuh dan saya berani bertaruh, hati mereka pun menangis melihat anak-anaknya meninggal.

Mereka bukan pembunuh, pemerkosa, begal yang ketika keluar rumah niatnya memang sudah membunuh.

Tiga guru ini saat pagi keluar rumah dengan niat menjalani profesi sebagai pendidik.

Jika ada tragedi di sore harinya, sama sekali itu bukan skenario yang mereka susun dari rumah.

Coba ingat, apakah ada yang maling miliaran duit rakyat itu diperlakukan seperti ini?

Mereka jauh lebih bejat dan bangsat.

Silahkan tertawa, tetapi saya memilih untuk bersedih.(Tribunjabar.id)




Smpn Turi 1 Kegiatan Pramuka Arus Sungai Lembah Sempor Kabupaten Sleman Sri Sultan HB X Pembina


Loading...