Longsor Hegarmanah KBB, PVMBG: Badan Jalan Km 118 Tol Cipularang Terancam
Terasjabar.id - Longsor tebing di Kampung Hegarmanah, Desa Sukatani, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang berdekatan dengan titik kilometer (Km) 118+600 jalur B arah Jakarta jalan Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang) pada Selasa 11 Februari 2020, menarik perhatian masyarakat.
Pasalnya, pascalongsor muncul genangan air cukup lebar dan dalam di sebelah kanan titik Km 118+600 Tol Cipularang. Bahkan muncul kekhawatiran Tol Cipularang putus jika longsor meluas akibat rembesan dari genangan air yang terbentuk pascalongsor tersebut.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), memberikan penjelasan terkait lokasi, situasi, dan faktor penyebab gerakan di Kampung Hegamanah RT 4/4, Desa Sukatani, Kecamatan Ngamprah, KBB.
Kepala PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM Kasbani mengatakan, gerakan tanah terjadi di lereng badan jalan Tol Cipularang Km 118+600B pada koordinat 06° 50' 2" LS - 107° 29' 38" BT pada ketinggian 755 meter di atas permukaan laut (mdpl) pada Selasa 11 Februari 2020 sekitar pukul 21.00 WIB.
"Gerakan tanah bertipe longsoran yang berkembang menjadi aliran bahan rombakan dan tanah. Longsor ini terjadi di perbukitan dengan kemiringan lereng 22-25° dan arah gerak longsoran N186°E," kata Kasbani dalam rilis resmi PVMBG, Senin (17/2/2020).
Dimensi longsoran, ujar dia, memiliki lebar gawir atau tebing mahkota 43,73 meter, panjang landaan longsoran 312 meter dengan sudut tebing sekitar 65°.
"Total luas area terdampak 16. 030 meter persegi. Material longsor berupa lumpur dan tanah yang mengakibatkan dua rumah rusak, 3 hektare sawah rusak, penduduk di bagian bawah terdiri 80 kepala keluarga (KK), dan badan jalan tol Km 118+600B terancam," ujar Kasbani.
Kasbani menuturkan, secara umum gerakan tanah disebabkan faktor-faktor tanah pelapukan yang tebal dan memiliki porositas serta permeabilitas tinggi. Kemudian, kemiringan lereng yang curam di bawah 20°.
"Sistem drainase yang tidak berfungsi diduga akibat tersumbat, tata guna lahan yang berupa lahan basah persawahan; genangan air di utara seluas 4.079 meter persegi yang mengakibatkan munculnya mata air atau rembesan baru di jalan tol sebelah selatan menjadi pemicu terjadinya gerakan tanah," tutur Kasbani.
Mekanisme Gerakan Tanah
Kepala PVMG, Badan Geologi, Kementerian ESDM Kasbani mengatakan, kondisi daerah longsoran dulunya merupakan daerah aliran sungai di mana masih terlihat ada morfologi cekungan dari Digital Elevation Model (DEM).
Secara khusus mekanisme terjadinya gerakan tanah karena kemiringan lereng curam dan banyak tekuk lereng jalur air, tanah pelapukan tebal, batuan vulkanik yang poros air, dan tata guna lahan berupa sawah di bagian atas.
"Kejadian longsor pada 2019 di bagian utara jalan tol menyebabkan saluran air tersumbat sehingga menimbulkan genangan air. Rembesan dari genangan air ini yang mengakibatkan meningkatnya muka air tanah dan tekanan pori sehingga tahanan lereng menjadi lemah," kata Kasbani.
Kondisi tersebut, ujar dia, membuat kondisi tanah dan batuan menjadi jenuh air yang menyebabkan bobot masa bertambah dan kuat gesernya menurun. Tanah menjadi tidak stabil dan mudah bergerak.
"Kondisi tanah yang jenuh air memperlihatkan mekanisme pergerakan tanah mulai bergerak pada bagian bawah yang kemudian menarik lereng bagian atasnya, lereng selatan badan jalan tol," ujar dia.
Kesimpulan dan Rekomendasi Teknis PVMBG
Gerakan tanah yang terjadi bertipe longsoran aliran tanah.
Daerah ini masih berpotensi untuk bergerak, baik longsoran tipe cepat maupun tipe lambat berupa rayapan, seperti nendatan, retakan, dan amblesan, jika tidak ada mitigasi baik nonstruktural maupun struktural.
PVMBG merekomendasikan, mengingat kondisi curah hujan yang masih tinggi dan masih ada potensi gerakan tanah di lokasi tersebut, untuk menghindari longsor susulan yang lebih besar dan jatuhnya korban jiwa direkomendasikan:
Pertama, mengeringkan genangan air baik di utara dan selatan jalan tol.
Kedua, membersihkan dan memperbaiki saluran drainase yang tersumbat serta melakukan evaluasi gorong-gorong yang masih berada diatas lembah.
Ketiga, selama dilakukan penanganan mitigasi struktural penahan lereng, perlu dilakukan pembatasan beban kendaraan di jalan tol.
Keempat, perbaikan dan pembuatan sistem drainase yang kedap air yang mengikuti alur air pada area pesawahan di hulu atau utara hingga bagian permukiman di hilir atau selatan.
Kelima, perlu dilakukan penyelidikan geologi teknik atau geoteknik untuk proteksi lereng dengan rekayasa vegetasi atau rekayasa engineering yang bisa berupa sheetpile atau borepile.
Keenam, lakukan pemantauan deformasi sebagai upaya mitigasi dini terhadap tubuh jalan tol.
Ketujuh, lakukan pemantauan terhadap retakan, rembesan air, mata air baru, mata air lama menjadi keruh, pohon atau tiang yang miring, lereng menggembung, runtuhan batu kecil dan gejala-gejala awal terjadinya pergerakan tanah.
Kedelapan, sosialisasikan kepada masyarakat dan pengguna jalan demi peningkatan kewaspadaan dan kapasitas masyarakat.
Kesembilan, lakukan evaluasi penataan ruang sangat perlu dilakukan dan memperhatikan aspek bencana.
Kesepuluh, koordinasi dan imbauan untuk mengikuti arahan instansi terkait.
(Sindonews.com)
Longsor Hegarmanah KBB PVMBG Badan Jalan Km 118 Tol Cipularang Terancam Kabupaten Bandung Barat