Awal Mula Keraton Agung Sejagat, Kemunculannya Bikin Gaduh, Ini Pengakuan Rajanya yang Kini Ditahan

Awal Mula Keraton Agung Sejagat, Kemunculannya Bikin Gaduh, Ini Pengakuan Rajanya yang Kini Ditahan
Tribunjabar.id
Editor: Malda Teras Viral —Kamis, 16 Januari 2020 16:13 WIB

Terasjabar.id - Munculnya Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah bikin gaduh, bahkan sampai viral di dunia maya.

Diketahui, ada orang yang mendeklarasikan dirinya sebagai raja dan ratu Keraton Agung Sejagat.

Mereka adalah Totok Santoso Hadiningrat atau Toto Santoso yang menjadi raja, ia kerap dipanggil Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat oleh pengikutnya.

Kemudian ada Fanni Aminadia sebagai ratu, bergelar Kanjeng Ratu Dyah Gitarja.

Berdasarkan pengakuan Toto Santoso, awal mula kemunculan Keraton Agung Sejagat sejak pertengahan 2018.

Ia mengaku, mendapatkan wangsit untuk melanjutkan kejayaan Kerajaan Majapahit sehingga harus mendirikan kerajaan di Purworejo.

Toto juga mengaku, mendapatkan ilham itu dari leluhur Raja Sanjaya, keturunan Kerajaan Majapahit.

Dari situlah ia menggaet teman perempuannya, Fanni Aminadia untuk merancang Keraton Agung Sejagat.

Ia menyabut, Fanni lah yang merancang segala pernak-pernik untuk kebutuhan keraton.

Mulai dari bendera, topi, seragam kerajaan, tombak, hingga umbul-umbul.

Untuk memenuhi kebutuhan Keraton Agung Sejagat, Toto Santoso mengaku menggunakan dana hasil iuran.

"Pakai dana hasil iuran pendaftaran dari para calon anggota. Kita merekrut mengutamakan orang orang sekitar untuk menjadi pejabat dalam kerajaan," katanya seperti yang dimuat Tribun Jateng.

Ternyata ia mengajak warga sekitar Purworejo untuk bergabung dengannya di Keraton Agung Sejagat.

Ia sengaja merekrut orang untuk dijadikan pejabat kerajaan yang didirikannya.

Berdasarkan pengakuannya, ada 13 menteri di Keraton Agung Sejagat, lalu ada pula ratusan orang yang diakuinya menjadi anggota kerajaan.

Ia juga mengaku, dinobatkan menjadi raja sejak 8 Desember 2018. Lalu sempat menggelar arak-arakan yang juga disaksikan warga sekitar.

"Tanggal 8 Desember 2018. Kemudian 10 Januari 2019 kirab kerajaan disaksikan juga oleh warga sekitar. Dan puncaknya 12 Januari," ujarnya.

Namun, kini raja dan ratu Keraton Agung Sejagat berakhir di dalam tahanan polisi. Mereka sudah dijadikan tersangka sehingga ditahan di Mapolda Jateng.

Kemunculan mereka meresahkan masyarakat sehingga ditangani pihak kepolisian secara langsung.

Keduanya ditangkap polisi pada Selasa (14/1/2020), saat dalam perjalanan menuju Keraton Agung Sejagat.

Totok Santoso Hadiningrat alias Sinuhun sebagai Raja Keraton Agung Sejagat, dan Dyah Gitarja sebagai Kanjeng Ratu.
Totok Santoso Hadiningrat alias Sinuhun sebagai Raja Keraton Agung Sejagat, dan Dyah Gitarja sebagai Kanjeng Ratu. (IST/Twitter via ReqNews)

Diketahui, lokasi keraton itu berada di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayang, Kabupaten Purworejo.

Ia pun terancam hukuman atas dugaan kasus penipuan dan penyebaran berita bohong.

Penampakan Keraton Agung Sejagat

Polres Purworejo pun melakukan penggeledahan di istana Keraton Agung Sejagat. Markas pengikut Totok Santosa itu terlihat masih dalam proses pembangunan.

Beberapa tembok terlihat belum sepenuhnya selesai. Adapun bagian yang ditutup oleh kain putih dan batik.

Di istana itu juga, ada sebuah batu besar yang disebut batu prasasti. Batu prasasti yang diukir oleh Empu Wijoyo Guno itu diletakkan di sebuah bangunan seperti pendopo.

Pada batu prasasti berukuran sekitar 1,5 meter itu terdapat beberapa ukiran dan tulisan yang menurut Empu Wijoyo Uno mempunyai makna.

"Tulisan Jawa itu artinya adalah Bumi Mataram Keraton Agung Sejagad," katanya, Selasa (14/1/2020) seperti yang dikutip dari Tribunjateng.com.

Mataram sendiri adalah 'Mata Rantai Manusia'.

Rumah kontrakan Raja Keraton Agung Sejagat Toto Santoso (sebelumnya Totok) di RT 05/RW 04 Dusun Berjo Kulon, Desa Sidoluhur, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, digeledah polisi, Rabu (15/1/2020).
Rumah kontrakan Raja Keraton Agung Sejagat Toto Santoso (sebelumnya Totok) di RT 05/RW 04 Dusun Berjo Kulon, Desa Sidoluhur, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, digeledah polisi, Rabu (15/1/2020). (KOMPAS.com/WIJAYA KUSUMA)

"Maknanya alam jagad bumi ini adalah mata rantai manusia yang bisa ditanami apapun.

Intinya segala macam hasil bumi adalah mata rantai manusia atau Mataram," ungkapnya.

Wijoyo menjelaskan jika pada batu terukir gambar cakra yang menggambarkan waktu dan kehidupan manusia, sedangkan di dalam cakra itu terdapat 9 dewa.

Ada pula ukiran Trisula yang menurutnya memiliki makna keilmuan.

Kemudian ada gambar telapak kaki yang bermakna sebagai tetenger atau penanda.

"Telapak kaki ini artinya adalah jejak atau petilasan. Kaki itu adalah tetenger kaisar," jelasnya.

Wijoyo mengaku mengukir batu prasasti milik kerajaan Keraton Agung Sejagat (KAS) hanya dalam waktu 2 minggu.

Batu tersebut diukir sekitar 3 bulan yang lalu. Fungsinya batu adalah sebagai penanda atau prasasti.

Menurut Empu Wijoyo, tulisan Jawa yang tertera pada batu memiliki arti sebuah pertanda bahwa ini adalah soko atau kaki atau tanda peradaban dimulai.

"Kerajaan ini adalah kerajaan dengan sistem damai. Artinya tanpa perang, berkuasa, oleh karena itu ditandai dengan deklarasi perdamaian dunia," katanya.

Seperti halnya punggawa-punggawa lainnya, Wijoyo menjelaskan jika kekuasaan seluruh dunia berada di bawah naungan KAS.

"Negara-negara di dunia adalah fasal-fasal atau menjadi bagian dari kami.

Mataram itu di semua negara ada. Mataram maksudnya adalah nama 'Mata Rantai Manusia'. Di mana ada kehidupan di situ ada bumi," ujarnya.

batu prasasti di Keraton Agung Sejagat
batu prasasti di Keraton Agung Sejagat (Tribun Jateng/Permata Putra Sejati)

Konteks yang dijelaskan oleh Wijoyo sama sekali tidak ada hubungannya dengan kerajaan Mataram.

Dia sendiri hanyalah sebatas empu atau tukang, sehingga konsep itu sendiri berasal dari Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat.

Pada batu itu terdapat pula logo ukiran simbol siang atau malam, hitam atau putih, atau juga sperma, yang melambangkan kehidupan.

Ada pula gambar simbol dua macan sebagai simbol penjaga serta ukiran empat penjuru mata angin, dan logo kerajaan Majapahit.

Pada bagian bawah batu ada gambar baruna naga yang artinya lautan.

Dia sebelum ikut menjadi punggawa atau anggota KAS memang berprofesi sebagai tukang relief yang sering membuat pahatan.

"Saya kerja serabutan, tapi kanjeng Sinuhun yang meminta saya membuatkan ukiran ini sehingga saya membuat, soal design berasal dari Sinuhun itu sendiri," ungkapnya.

Masih mengutip sumber yang sama, salah satu mantan pengikut Totok Santosa, Sri Utami menceritakan pengalamannya.

Sri utami yang hanya berjarak 2 rumah dari Istana Keraton Agung Sejagad (KAS) menceritakan jika sedang tidak ada kegiatan rumah atau istana itu kosong.

Rumah atau istana itu kosong karena para anggota atau yang disebut punggawa kerajaan berasal dari luar dan mereka bekerja masing-masing.

Warga sekitar jarang melihat secara langsung karena memang setelah datangnya batu besar ada sedikit ketakutan.

"Mengganggu sih sebenarnya, tetapi selama tidak mengganggu masyarakat tidak masalah, karena mereka itu kejawen," paparnya.

Yang menjadi permasalahan bagi warga adalah kegiatan atau kumpul malam-malam mereka yang terlihat mencurigakan dan terkesan mistis.

"Pokoknya sebulan itu dua atau tiga kali pertemuan dan sebetulnya kumpul-kumpul seperti itu sudah lama, cuma menang ramai itu setelah datangnya batu besar itu," pungkasnya.(Tribunjabar.id)


Keraton Agung Sejagat Istana Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat Totok Santosa Dyah Gitarja Raja


Loading...