PKRS Mulai Terasa, Tabu Mulai Terbuka
TERASJABAR.ID - Anisa (14) salah satu murid kelas X MA An-Nashr, dan Fajri Rahmat (15) murid kelas VIII SMPN 2 Tarogong Kaler, mereka tampil di Workshop Modul Ajar Semangat Dunia Remaja (SETARA) yang selenggarakan oleh Yayasan SEMAK (Sekretariat Masyarakat Anak) Bandung di Hotel Sumber Alam Cipanas Garut, Jl. Raya Cipanas No. 122 Pananjung, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut Jawa Barat pada Kamis (19/9/2024).
Mereka merupakan korban bullying saat kelas VII, sehingga apa yang dialaminya itu betul-betul real, dan hanya orang tuanya yang dijadikan tempat curahan hatinya.
Pun demikian, setelah mengikuti sosialisasi dan pelatihan Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS), mereka menjadi percaya diri dan berani serta mampu menanggulangi berbagai persoalan termasuk teman-temannya yang meminta bantuan.
Dalam kesempatan ini, Anisa menceritakan berbagai pengalamannya cukup berbobot, gamblang, elegan serta arif kepada 30 peserta terdiri dari pengawas, kepala sekolah, guru jenjang SMP pada Dinas Pendidikan Kabupaten Garut serta dibawah naungan Kementerian Agama Kabupaten Garut. Sehingga, apa yang selalu digembor-gerborkan selama ini terkait sekolah aman, sehat dan nyaman justeru terbalik 360 derajat, jauh dari ekspektasi.
Oleh karenanya, sosialisasi PKRS ini mutlak harus dilakukan kepada semua lapisan masyarakat, terutama remaja yang jadi sasarannya. Karena telah membuahkan hasil sangat positif untuk keberlangsungan hidup kedepannya.
Sementara itu, Agus Nurdin selaku Ketua Yayasan SEMAK mengatakan, workshop ini diselenggarakan dua hari, Kamis-Jumat, 19-20 September 2024, sebagai upaya penguatan sistem PKRS remaja di satuan pendidikan yang berkelanjutan.
Agus meyakini dengan mengembangkan partisipasi semua pihak, proses pemenuhan anak-anak akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan martabatnya.
Dalam kesempatan ini, ia juga mengungkapkan, pihaknya bekerjasama dengan Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YSGI) Jakarta yang saat ini sedang melaksanakan Program Power to You(th).
Program ini bertujuan mendorong anak perempuan dan perempuan muda terlibat secara aktif dalam proses-proses pencegahan dan pengambilan keputusan terkait praktik-praktik berbahaya bagi kesehatan reproduksi perempuan, perkawinan remaja, kekerasan seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan.
Melalui program ini, terang Agus, diharapkan remaja perempuan dan perempuan muda dapat terus menyuarakan hak kesehatan reproduksinya, dapat membuat pilihan-pilihan terbaik bagi masa depannya dan bebas dari praktik berbahaya dalam masyarakat yang adil, tidak terkecuali kelompok remaja dilingkungan satuan pendidikan melalui penerapan PKRS.
Agus mengungkapkan, kegiatan ini sejalan dengan kebijakan Kementrian Pendidikan Kurikulum Merdeka Belajar yang dicanangkan. Pemerintah sesungguhnya telah memberikan peluang (mandat) bagi satuan pendidikan untuk dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman dalam melakukan proses pembelajaran, serta memastikan bahwa setiap anak dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan martabat kemanusiaan yang terbebas dari segala bentuk kekerasan.
Langkah-langkah untuk mencapai hal tersebut diterjemahkan dengan jelas melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Bahkan pada bulan Agustus 2023, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) merilis Permendikbud No. 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, untuk memperkuat dan menyempurnakan sistem perlindungan tersebut.
Salah satunya mengupayakan pencegahan isu kekerasan dilingkungan satuan pendidikan melalui pembentukan TPPK (Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan), dan PPKSP (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan), serta penerapan PKRS yang di integrasikan pada pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di sekolah. ***Jajang Sukmana