Angga Dwimas Sasongko : Ben & Jody Proyek Film Terberat

Angga Dwimas Sasongko : Ben & Jody Proyek Film Terberat
Sutradara Ben & Jody, Angga Dwimas Sasongko setelah acara press screening di Plaza Senayan XXI, Jakarta Pusat, Selasa (18/1/2022). Ben & Jody merupakan proyek film terberat yang pernah digarap Angga.
Editor: Epenz Teras Seleb —Rabu, 19 Januari 2022 11:03 WIB

Terasjabar.id — Sutradara Angga Dwimas Sasongko menyebut film Ben & Jody merupakan proyek terberat yang pernah dia buat selama ini. Film aksi garapan Visinema Pictures ini memiliki banyak kisah unik selama proyek pembuatannya.

"Dari production value dan skill, ini salah satu yang terberat yang pernah kami buat," kata Angga setelah acara press screening Ben & Jody di Plaza Senayan XXI, Jakarta Pusat, Selasa (18/1/2022).

Angga menjelaskan bahwa Ben & Jody diproduksi pada awal-awal setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selesai. Saat pemerintah mulai mengizinkan masyarakat kembali berkegiatan, tim mencoba membuat proyek percontohan dengan Story of Kale yang memiliki waktu syuting sekitar tujuh hari.

Setelah merasakan cara syuting di tengah pandemi, tim memberanikan diri mengerjakan proyek lebih besar dengan Ben & Jody. Tim menerapkan konsep bubble, di mana kru dan pemain yang terlibat tidak boleh keluar dari proteksi itu.

Menurut Angga, timnya menghabiskan waktu sekitar satu bulan di tengah hutan area Sukabumi, Jawa Barat. Mereka membangun set Desa Wanareja dan kamp Aa Tubir dari nol.

Angga mengatakan, pembangunan desa sangat spesifik. Dia menginginkan rumah karakter Rinjani dan Tambora lebih tinggi dari rumah lain, di mana mereka adalah anak kepala suku.

"Mereka tinggal di lanscape komunal, mirip desa kalau pergi ke pulau terluar seperti Mentawai, Nias. Pendekatan desanya mirip seperti itu, berjarak seperti rumah di kampung di Jawa, ada alun-alun di tengahnya," ujar Angga.

Angga tidak menemukan kondisi desa seperti itu, sehingga dia memutuskan membangun sendiri lokasi syuting-nya. Bahkan untuk kamp Aa Tubir, Angga mengatakan, tim harus membuka jalan di tengah lembah.

Angga menyebut, Ben & Jody sebagai produksi terberat karena tim harus syuting dengan 3500an orang di tengah hutan selama pandemi. Proses syuting berlangsung selama 1,5 bulan, satu bulan di antaranya mereka berada di hutan. Namun, Angga mengatakan proses syuting itu yang membuat tim akhirnya menjadi keluarga.

Selain itu, kondisi cuaca akhir tahun yang sering hujan juga menjadi salah satu alasan banyak adegan harus ditunda proses syuting-nya. Adegan berantem memakan waktu selama sepekan lebih, salah satunya karena cuaca.

Bagaimana dengan adegan tembak-tembakan? Angga memutuskan menggunakan practical effects dan tidak mengoperasikan pistol mainan.


"Kita pakai peluru hampa beneran supaya sparks-nya ketangkep kamera. Jadi nggak perlu pakai CG," kata Angga.

Karena Ben & Jody adalah film aksi yang realis, Angga ingin semua tampak nyata dan practical. Hanya saja, dia mengatakan tidak banyak waktu untuk latihan menggunakan senjata. Tim mendapat pelatihan dan pengawasan menembak dari tim armory.

"Mereka kan begundal (preman) jadi nggak perlu rapi banget (keterampilan menembaknya)," ujar Angga.

Produser Ben & Jody Cristian Imanuell mengatakan, tim produksi memutuskan untuk menggunakan senjata asli. Para pemain mendapat pelatihan dari tim armory.

"Saya dan Chicco Jerikho bilang ini aksi yang sulit," ujar dia.

Disadur dari Republika.co.id

Sutradara Angga Dwimas Sasongko Film Ben & Jody Visinema Pictures Proyek


Loading...