Demi Beli Beras dan Makan, Suami Istri di Bandung Harus Jual Perabotan Rumah, Rice Cooker Rp 5 Ribu

Demi Beli Beras dan Makan, Suami Istri di Bandung Harus Jual Perabotan Rumah, Rice Cooker Rp 5 Ribu
Tribun Jabar
Editor: Admin Teras Bandung —Senin, 26 Juli 2021 11:25 WIB

TERASJAABR.ID - Kisah pilu harus dialami sepasang suami istri di tengah Pandemi Covid-19 dan penerapan PPKM Level 4 di Bandung.

Mereka harus rela menjual sebagian perabotan rumah tangga untuk menyambung hidup.

Hal ini dialami oleh Ruslan Permana (31) dan Novi Sovianti (33).

LIHAT JUGA:






View this post on Instagram

A post shared by Teras Jabar (@terasjabar.id)


Mereka kini tinggal di Kampung Panagelan, RT 02/04, Desa Jambudipa, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat.

Perekonomian mereka carut-marut setelah adanya penerapan PPKM karena usahanya menjadi buntu.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, keluarga yang tinggal di rumah sederhana milik orangtuanya itu, terpaksa harus menjual berbagai macam alat rumah tangga dengan harga yang murah.

Ini dilakukan demi membeli beras untuk makan sehari-hari.

TONTON JUGA:

Novi mengatakan, dampak tersebut bermula saat suaminya yang baru bekerja sebulan di Bali dengan iming-iming upah Rp 300 ribu per minggu akhirnya harus diberhentikan pada Maret 2020 yang lalu.

"Sejak saat itu, suami saya selama delapan bulan di Bali tanpa ada kejelasan dan tanpa penghasilan. Hanya untuk biaya makan sehari-harinya juga cukup sulit," ujar Novi saat ditemui di rumahnya, Jumat (23/7/2021) akhir pekan lalu.

Pasangan suami istri Ruslan Permana (31) dan Novi Sovianti (33).
Pasangan suami istri Ruslan Permana (31) dan Novi Sovianti (33). (Tribun Jabar)

Setelah delapan bulan di Bali, kata Novi, suaminya pulang dan sempat merintis usaha penjualan stroberi dengan pemasaran ke konsumen yang ada di wilayah Jabodetabek.

Usaha itu bisa memenuhi kebutuhan keluarganya yang berjumlah delapan orang, termasuk dua anaknya yang tinggal di satu atap rumah yang berada di gang sempit itu.

"Tapi terdampak lagi kebijakan PPKM Darurat. Sejak saat itu tidak bisa kirim barang ke konsumen seperti ke Jakarta karena usaha di sana juga banyak yang tutup," katanya.

Kesusahan Novi, semakin bertambah ketika ayahnya terkena stroke sejak dua bulan lalu, sehingga tidak bisa beraktivitas seperti biasanya karena harus menjaga ayahnya yang kini terbaring lemas di rumah yang rencana akan dijualnya.

BACA JUGA:Baru Saja Gempa 5,9 Guncang Tojo Una-una Sulawesi, Terasa Sampai Gorontalo, Ini Kata BMKG

Kondisi itu membuat Novi dan suaminya pun kian sulit.

Apalagi di keluarganya tidak ada satupun yang memiliki pekerjaan dan penghasilan tepat, sedangkan suaminya hanya buruh serabutan.

"Sekarang suami juga bisa kerja kalau ada yang nyuruh saja, karena dia bisa nyetir, jadi bisa menjadi sopir," ucap Novi.

Akibat kesulitan perekonomian itu, Novi harus menjual peralatan rumah tangga hingga pakaian, seperti panci, helm, rice cooker hingga yang teranyar menjual speaker yang dipajang di media sosial Facebook.

"Jual rice cooker Rp 5 ribu ke tukang rongsok, kalau speaker Rp 50 ribu, uangnya buat beli beras dan jajan anak-anak. Makannya saya netes air mata kalau anak minta jajan juga. Saya juga malu karena sering dikirim beras sama saudara," ujarnya.

Meski perekonomiannya sudah berada diujung tanduk, ironisnya lagi, keluarga ini belum pernah mendapatkan uluran bantuan apapun dari pemerintah karena salah satu masalahnya adalah masalah domisili.

Sebab meskipun ia dan keluarganya sudah dua tahun tinggal di Cisarua, Bandung Barat, tapi Kartu Keluarganya (KK) masih berdomisili di Kota Cimahi.

"Bantuan enggak ada selama pandemi Covid-19, katanya harus bikin surat pindah," kata Novi.

Rencananya untuk ke depan, ia bakal menjual rumah yang saat ini ditinggalinya selama dua tahun terakhir.

Novi dan keluarganya akan tinggali kembali di Kota Cimahi untuk mencari peluang mendapatkan pundi-pundi rupiah.

"Mau pindah lagi ke Cimahi karena kalau di sana bisa jualan atau apa yang penting bisa melanjutkan hidup," ujarnya.

(SUMBER TRIBUNJABAR.ID)

PPKM Cisarua Bandung


Loading...