Polda Metro Ungkap Fakta Usai Tudingan Bekingi Mafia Tanah

Polda Metro Ungkap Fakta Usai Tudingan Bekingi Mafia Tanah
Detik News
Editor: Malda Hot News —Selasa, 9 Maret 2021 10:35 WIB

Terasjabar.id - 

Polda Metro Jaya dituding membekingi praktik mafia tanah di balik sengketa lahan seluas 7.995 meter persegi di Kembangan, Jakarta Barat. Polda Metro Jaya menjawab tuduhan itu dengan mengungkap sejumlah fakta.

Kasus ini bermula ketika PT P bersengketa dengan tersangka D, yang mengaku sebagai ahli waris atas tanah tersebut. Tersangka D ditangkap dan ditahan atas dugaan memasuki pekarangan orang.

Dalam perjalanannya, para pihak juga telah mengajukan gugatan secara perdata. Di sisi lain, Polda Metro Jaya menerima laporan berkaitan sengketa tanah itu sekitar 6 bulan lalu pada 2020.


"Proses perdatanya sudah berjalan dan sudah selesai. Bahkan ada kesepakatan ketiga belah pihak di sini yang bersengketa," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (8/3/2021).

Sementara itu, Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat menegaskan bahwa pihaknya melakukan penyidikan terkait adanya laporan polisi, bukan membekingi. Ia juga mengungkap fakta terkait penyidikan kasus itu.

"Dasarnya yang disebut 'back up mafia tanah', yang dilakukan Polda Metro adalah melaksanakan adanya laporan polisi. Laporan polisi tentang Pasal 167 KUHP, kemudian ada 170, 406, dan 335, tapi muaranya utamanya ada di Pasal 167 KUHP," jelas Tubagus.

Berikut ini fakta-fakta terkait kasus tersebut:

Pemilik Sah Lahan PT P

Di satu sisi, tersangka D, yang mengaku sebagai ahli waris, dilaporkan menduduki pekarangan orang, yakni Pasal 167 KUHP. Pelapor kasus ini adalah PT P.

Terkait hal ini, Tubagus menyampaikan bahwa pemilik lahan yang sah yang terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah PT P. Polisi sebelumnya telah mengkroscek keaslian sertifikat yang dilaporkan pelapor ke BPN.

"Untuk menindaklanjuti laporan ini, yang perlu dilakukan pertama oleh penyidik adalah mengecek siapa yang berhak atas tanah tersebut berdasarkan dokumen. Jadi bukan mem-back up, tetapi menindaklanjuti laporan polisi dari pelapor, laporannya memasuki pekarangan orang. Berhakkah orang ini laporan? Berhakkah orang yang menduduki terhadap lahan itu? Kemudian dilakukan penelusuran terhadap siapakah yang berhak terhadap lahan tersebut," papar Tubagus.

Dalam perjalanannya, Polda Metro menemukan 2 produk dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Sertifikat awalnya atas nama PT P, kemudian berdasarkan surat Skep SK Kanwil DKI Jakarta ada pembatalan, di situ penyidikan di-pending, tidak berjalan. Kemudian terhadap SK pembatalan itu dikeluarkan SK menteri yang menganulir pembatalan tersebut, sehingga hak itu balik lagi kepada PT P berdasarkan sertifikat. PT P dalam struktur perkara adalah sebagai pelapor, Polda Metro Jaya menindaklanjuti laporan tersebut," jelasnya.

"Jadi bukan mem-back up, tetapi menindaklanjuti laporan polisi. Laporan dikeluarkan oleh yang berhak, haknya timbul karena adanya surat keputusan Menteri ATR," sambungnya.

Apa dasar polisi tetapkan tersangka, simak di halaman selanjutnya.


Simak video 'Gandeng BPN, Polda Metro Perkuat Kolaborasi Berantas Mafia Tanah!':


[Gambas:Video 20detik]



Dasar Penetapan Tersangka

Tubagus kemudian menjawab tuduhan menetapkan tersangka tanpa melakukan pemeriksaan sebagai saksi terlebih dahulu. Ia menegaskan bahwa penetapan tersangka didasarkan pada alat bukti yang dimiliki polisi.

"Saya jawab bahwa penetapan tersangka didasarkan kepada dua alat bukti, minimal. Alat bukti tersebut sudah dilakukan gelar perkara, sehingga ditetapkan sebagai tersangka," katanya.

Bahkan terhadap penetapan tersangka ini, Polda Metro Jaya digugat melalui praperadilan. Namun, gugatan tersangka ditolak.

"Artinya, penetapan tersangka sudah diuji di pengadilan negeri, dianggap tidak memenuhi persyaratan, terhadap penetapan tersangka D sudah diuji di praperadilan di PN Jaksel dan sudah ditolak permohonannya, ditutup perkaranya," ujarnya.

Selanjutnya, Tubagus juga mengklarifikasi tudingan bahwa tersangka diperiksa dalam keadaan sakit.

"Kata 'sakit' di sini harus diartikan secara jelas bahwa yang bersangkutan tidak bisa, kondisinya saat itu tidak bisa diperiksa, benar. Kenapa, kalau sakit diartikan secara umum, orang yang punya sakit menahun tidak akan bisa diperiksa, tapi sakitnya ini harus diuji ke Biddokes kemudian keluar BAP dari Biddokes kalau yang bersangkutan layak dilakukan pemeriksaan," ungkap Tubagus.


Bukti dalam Penetapan Tersangka

Poin keempat, Tubagus juga meluruskan bahwa pihaknya menetapkan tersangka berdasarkan alat bukti yang diklaim palsu oleh pihak tersangka.

"Dasar penyidikan kita menggunakan produk negara yang resmi," ucap Tubagus.

Kasus ini masih berlanjut di kepolisian. Dalam kasus ini, Polda Metro Jaya telah menetapkan D sebagai tersangka karena memasuki pekarangan orang tanpa izin.


BPN Tegaskan PT P Pemilik Sah

Direktur Penanganan Sengketa Pertanahan Kementerian ATR/BPN, Firdaus, menjelaskan soal adanya pembatalan SHGB atas tanah seluas 9.000 meter persegi yang diperebutkan antara PT P dan sejumlah orang yang mengaku ahli waris.

Dalam perjalanannya, singkatnya, BPN menemukan adanya cacat administrasi dalam pembatalan tersebut. Dengan begitu, kepemilikan hak atas tanah kembali ke PT P.

"Kemudian terhadap pembatalan tersebut karena ada cacat administrasi, pemilik mengajukan keberatan kepada kementerian, direspons oleh kementerian dengan ditindaklanjuti dengan prosedur yang diatur saat itu--yaitu Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 11 tahun 2016 tentang penyelesaian kasus," kata Firdaus dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (8/3/2021).

Lahan yang jadi sengketa ini sudah dua kali diproses secara perdata. Dalam gugatan pertama pada 2002, gugatan terhadap ahli waris HT dan JW dimenangi oleh ahli waris berinisial L dan kasus dinyatakan inkrah pada 2006.

"Inkrah di tahun 2006, objeknya dua HGB tadi yang total luasnya 9.000 yang terbit 2 HGB ini tahun 1988 melalui proses konversi dari tanah adat milik Jakarta disebut girik. Dalam perkara nomor 1 si ahli waris L menang. Tapi, proses untuk mengajukan pembatalan di tahun 2020. Di sela-sela putusan perkara nomor 1 yang sudah inkrah ini ada sita jaminan yang diletakkan terhadap dua sertifikat tersebut yaitu pada tahun 2002," terang Firdaus.

Ahli waris HT dan JW kemudian kembali menggugat secara perdata atas tanah tersebut. Dalam kasus kedua ini, gugatan HT dan JW dimenangkan oleh pengadilan.

"Di perkara kedua inkrah juga dikabulkan gugatan dari penggugat, yaitu ahli waris HT dan JW. Kesepakatannya salah satunya gugatan dari penggugat adalah pembagian dibagi 7/11 bagian," ungkap Firdaus.

Simak fakta lain diungkap BPN di halaman selanjutnya.


Muncul Gugatan Baru

Setelah itu, Firdaus mengatakan muncul perkara perdata nomor tiga yang melibatkan pria berinisial SF. Pria ini sebelumnya telah melakukan transaksi terkait tanah tersebut pada 2001 di luar jalur BPN.

Dalam perkara ketiga ini, SF melakukan perlawanan terhadap dua gugatan sebelumnya yang telah dimenangi oleh HT dan JW, serta kantor pertanahan kantor administrasi Jakarta Barat.

"Berproseslah perkara ketiga ini. Gugatan perlawanan dari SF dikabulkan. Dia dianggap sebagai pemilik dari dua HGB dengan pertimbangan hukum dari majelis hakim," sambungnya.

Namun dari tiga perkara itu diketahui telah diikuti proses di luar administrasi BPN dengan adanya perjanjian perdamaian. Perdamaian itu bermuara pada SF sebagai pemilik dari dua HGB yang diperebutkan tersebut.

"Perdamaian itu tertuang dalam penetapan Pengadilan Negeri Jakbar tahun 2011 tanggal 29 September. Penetapan tersebut mengatakan mengangkat sita jaminan di perkara satu dan sita penyesuaian di perkara dua sehingga oleh kantor pertanahan kemudian diangkat, dicatat jadi bersih," ungkap Firdaus.

PT P Pemilik Sah

Usai kasus tersebut dinyatakan selesai sengketanya, terjadi beberapa mutasi atau pengalihan data hingga pemilik HGB terakhir itu adalah PT P berdasarkan akta jual beli yang dibuat PPAT Jakarta Barat.

Singkat cerita, hasil penelusuran diketahui ada ketidaklengkapan data terkait SK Kakanwil. Dalam SK Kanwil itu, tertuang seolah-olah ahli waris sebagai pemilik resmi dari tanah tersebut.

Pihak kementerian pun kemudian melakukan eksaminasi dan evaluasi. Pada September 2020, Kementerian ATR/BPN mengeluarkan SK untuk membatalkan SK Kakanwil tersebut.

"Berdasarkan hal tersebut, maka kementerian mengeluarkan SK pembatalan di bulan September tahun 2020. Ini untuk membatalkan SK Kakanwil yang bulan Juni 2020 tadi. Jadi SK Kakanwil dibatalkan oleh menteri. Dasarnya adalah salah satunya dari peraturan menteri agraria tahun 2016. Jadi SK tersebut sekaligus mendudukkan administrasi pertanahan sehingga itu benar yaitu membatalkan SK Kakanwil sehingga tidak berlaku mengembalikan kepada keadaan sebelum adanya SK Kakanwil. Status tanah nya itu dikembalikan kepada PT P," pungkas Firdaus.

(mea/mea/Detik.com)

Viral Perdata Mafia tanah Kembangan Jakarta barat


Loading...