Benderang Pertahanan Terakhir Kota dari Sampah

Benderang Pertahanan Terakhir Kota dari Sampah
(SINDOnews/Aan Haryono : Google)
Editor: Epenz Hot News —Minggu, 28 Februari 2021 08:39 WIB

Terasjabar.id - Alam selalu mengajarkan bagaimana keseimbangan hidup membawa nuansa yang segar bagi kehidupan. Kota maju tak harus identik dengan kekalahan terhadap sampah , mereka yang mampu mengendalikannya bisa menciptakan listrik yang benderang untuk pertahanan kota dari ancaman polusi dan membangun kemandirian energi.

Kota Surabaya, yang dikenal sebagai kemajuan pembangunan dan kepadatan penduduk urban tak mau menyerah pada sampah . Ekosistem yang masih terjaga tidak dibiarkan begitu saja binasa ditekan tumpukan sampah dan habitat yang mulai hilang. Pengendalian sampah terpadu serta kerja keras menyelamatkan lingkungan menjadikan Surabaya tetap berharap di malam hari kunang-kunang masih berdatangan di Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya).

Embun masih berselancar deras di permukaan daun ketika monyet ekor panjang berlarian di sela-sela ranting. Kakinya lincah melewati hadangan serangga yang berebut jalan di persimpangan dahan. Matahari yang memerah dan hangat muncul dari tepian, di tepi Pamurbaya yang bersolek pagi itu.


Sinar fajar yang mulai merayap di permukaan tanah tiba-tiba melahap kesunyian. Beberapa Burung Pleci Jawa mulai bersahutan di ranting basah dekat hutan mangrove . Burung yang memiliki nama latin zosterops flavus ikut mengejar serangga, membasuh paruhnya pada dahan yang basah.

Udara begitu sejuk masuk ke rongga hidung. Beberapa pematang masih ada genangan setelah Surabaya diguyur hujan semalaman. Dan monyet ekor panjang atau juga dikenal dengan macaca fascicularis tetap saja berlarian dan bermandikan sinar matahari yang merambat di permukaan kulitnya untuk mengusir kutu.


Pohon-pohon mangrove yang berirama di pagi itu menegaskan diri mereka sebagai benteng terakhir kota yang selalu menjaga Surabaya. Mangrove berfungsi ekologis seperti mencegah intrusi air laut, abrasi pantai, menyerap polutan, serta habitat bagi biota air maupun daratan untuk kawasan Kota Surabaya. Hutan mangrove di Pamurbaya juga memiliki fungsi penting sebagai habitat hidup satwa liar.

FOLLOW JUGA :



Di pamurbaya setidaknya ada 20 jenis tumbuhan mangrove sejati dan 17 mangrove ikutan atau asosiasi yang sangat disukai satwa liar sebagai habitat ratusan jenis burung, 53 spesies serangga, dan tujuh spesies mamalia. Ada juga 18 spesies ikan, dan tujuh spesies crustaceae, serta beragam jenis reptil yang langka.

Sebagai formasi pertahanan kota, Pamurbaya juga dihuni 148 jenis burung yang pernah dilihat di hutan mangrove . Sebanyak 84 spesies burung merupakan penghuni tetap, dan 12 spesies diantara termasuk jenis yang dilindungi. Juga ada 44 jenis burung migran yang singgah di Pamurbaya tiap tahunnya. Kesehatan udara warga kota juga tak lepas dari peranan mangrove yang tetap bisa menjaga keseimbangan alam di Surabaya.

Kusniyati, salah satu kader lingkungan Kampung Gunung Anyar Tambak menyadari betul betapa vitalnya peran Pamurbaya bagi kelangsungan kehidupan di Kota Pahlawan. Pamurbaya tak hanya menjadi pelengkap, tapi peran kunci dalam menjaga ekosistem serta suhu udara di Surabaya.

"Beberapa tahun yang lalu banyak sampah yang menumpuk di sekitaran mangrove dan merusak ekosistem, itu sampah domestik," katanya, Minggu (28/2/2021). 

Bersama dengan kader lingkungan lainnya, ia mendirikan Bank Sampah Bintang Mangrove yang juga berkolaborasi dengan PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur. Mereka menyadari untuk menekan jumlah sampah harus ada kolaborasi yang menyeluruh dari hulu sampai hilir. Sampah-sampah itu pun dipilah dan ditanamkan kesadaran untuk tidak membuang sampah di sepanjang sungai dan laut.

"Jadi ini gerakan besar. Masyarakat diajak untuk mengumpulkan sampahnya sendiri, memilahnya dan menjual sampah yang sudah kami tentukan dengan berbagai kategorinya di Bank Sampah Bintang Mangrove," ungkapnya. 

Dari sampah , para warga pun mulai berdaya. Mereka bisa mengambil keuntungan dari barang yang dulunya tak pernah dilirik. Para warga di Kampung Gunung Anyar Tambak yang awalnya hidup di bawah garis kemiskinan ini mampu bangkit untuk memberdayakan diri, sekaligus menumbuhkan kecintaan terhadap lingkungan.

Saat matahari masih sepenggalah, Kusniyati masih memasukan sampah plastik pada sebuah karung yang disiapkan di ujung pintu Bank Sampah Bintang Mangrove. Sebuah alat timbangan yang berwarna hijau terus bekerja untuk mengetahui berapa jumlah sampah yang hari ini dikumpulkan oleh warga.

"Kami juga buat produk daur ulang . Ada tas, sepatu, vas bunga, taplak meja, sampai pernak-pernik yang dipakai untuk souvenir," ucapnya.

Dari sampah itu, katanya, para warga seperti menemukan tambang emas. Pasalnya, mereka bisa berpenghasilan dari sampah yang selama ini dianggap tak memiliki nilai guna. Apalagi sampah-sampah itu bertahun-tahun lalu selalu membuat kotor dan merusak kawasan Pamurbaya.

"Ketika setor sampah para warga bisa dapat uang dan memakainya untuk keperluan hidup setiap hari. Sampah yang terkumpul diantaranya plastik, seng, kayu, kardus, serta jenis sampah lainnya dikelompokkan sesuai jenisnya," katanya.

Benderang Pertahanan Terakhir Kota dari Sampah



Sampah yang bisa didaur ulang langsung digunakan, serta sebagian lagi disetor ke pengepul besar. Uang yang diperoleh dari sampah bisa menambah biaya kebutuhan rumah tanga. Sampah-sampah yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan untuk banyak keperluan. sampah yang terkumpul dapat dimanfaatkan untuk membayar biaya listrik PLN, untuk simpan pinjam, biaya anak sekolah, serta untuk berobat bagi yang sakit.

Selama ini mayoritas warga kampung Gunung Anyar Tambak berprofesi sebagai nelayan, mereka menggantungkan hidupnya dari hasil tangkapan ikan di laut. Namun perubahan iklim maupun cuaca yang kurang bersahabat membuat nelayan beserta keluarganya tidak selalu mendapatkan hasil ekonomi dari kegiatan melaut.

Kesadaran masyarakat termasuk nelayan akan pentingnya menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan, menjadikan nelayan juga ikut terlibat mengumpulkan sampah plastik yang juga terdapat di laut dan muara suangai. Gayung pun bersambut, keinginan kuat untuk menjaga lingkungan bisa menambah pundi rupiah para nelayan yang mengambil sampah di sekitaran Pamurbaya.

"Nelayan kan berangkat ke laut mencari ikan, kalau memang di sana itu ikannya sepi dan mereka pulang tidak mendapatkan ikan, maka mereka langsung mencari sampah di laut. Jadi pulang mereka bawa sampah, kemudian kita timbang di sini," kata Kusniyati sembari menunjukan sampah-sampah yang diperoleh dari sungai.

Para warga yang berada di kampung nelayan sebelumnya berada di garis kemiskinan . Mereka mengantungkan nasib dari tangkapan ikan sebagai penakluk samudra. Beberapa warga juga menjemur ikan asin yang digunakan untuk menyambung hidup. Lokasi kampung berdekatan dengan muara sungai yang membatasi wilayah Kota Surabaya dengan Kabupaten Sidoarjo.

Dari muara sungai itu terbentang hutan mangrove yang terlihat hijau dan terjaga habitat di sekitarnya. Ketika ada bank sampah, para nelayan benar-benar bisa berfungsi ganda, mereka bisa mencari ikan sekaligus mencari sampah. Kini, terlihat di sepanjang muara yang ditumbuhi tanaman mangrove terlihat bersih dari sampah. Para nelayan juga sibuk menumpuk sampah plastik dan sampah jenis lainnya untuk dijual ke Bank Sampah Bintang Mangrove.

"Kalau dapat sampah bisa memperoleh uang tambahan, nggak terlalu sulit kok, dan senang juga bisa melihat muara di sekitar mangrove bersih . Ikan juga bisa terus bertambah kalau airnya terjaga," kata Qodari, salah satu nelayan.
Tercatat, para nelayan serta warga kampung Gunung Anyar Tambak dalam satu bulan mampu mengumpulkan sampah hingga dua ton yang kebanyakan merupakan sampah plastik yang diperoleh dari sungai dan laut.

Keberadaan sampah plastik yang banyak mencemari lingkungan, khususnya di sekitar hutan mangrove Gunung Anyar, merupakan ancaman terbesar kerusakan ekosistem mangrove maupun ekosistem lain yang lebih luas bila tidak segera ditangani. Sampah plastik yang ada di sungai atau laut banyak tertahan oleh akar Mangrove, yang itu menyebabkan banyak Mangrove yang masih muda tidak dapat berkembang dengan baik.


Koordinator Komunitas Nol Sampah, Wawan Some menuturkan, sampah plastik menjadi ancaman serius kawasan Pamurbaya, terutama mangrove karena sampah melilit atau menutup akar, batang, serta daun mangrove, khususnya anak mangrove yang baru ditanam.

Sampah plastik ini datang dari mana-mana, bisa dari Sidoarjo, Surabaya, Mojokerto, atau hulu Brantas. Tentunya ini menjadi ancaman pertumbuhan mangrove serta biota laut lainnya," ujarnya.

Kehadiran Bank Sampah Bintang Mangrove menjadi pilihan tepat bagi BUMN yaitu PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur, melalui program kepedulian perusahaan pada para warga. Sehingga tingkat kehidupan masyarakat di kampung nelayan bisa meningkat dengan adanya sampah ini. Selain itu juga memancing kreativitas mereka supaya masyarakat tidak segan-segan untuk membersihkan lingkungannya, sekaligus tindakan itu berdaya guna bagi kehidupannya.

Senior Manager General Affairs PLN UID Jawa Timur, A Rasyid Naja menuturkan, program CSR yang dilaksanakan memang mengutamakan aspek berkelanjutan . Semua itu dilakukan karena untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berdaya.

Masyarakat atau kelompok penerima program CSR PLN Peduli ini tidak hanya sekali menerima bantuan. Pihaknya terlebih dahulu memetakan permasalahan yang dihadapi, memberikan bimbingan, pantauan, evaluasi, dan seterusnya agar mereka bisa berdaya dan mampu meningkatkan perekonomian lokal khususnya.

"Saat pandemi melanda pun kami menggiatkan program Bina Lingkungan dengan memberikan bantuan peralatan pencegahan COVID-19, bantuan sekolah sehat bebas COVID-19, alat kesehatan untuk penanggulangan COVID-19 hingga APD untuk relawan COVID-19 yang kesemuanya itu untuk seluruh wilayah di Jawa Timur," ujar Rasyid.


Upaya yang dilakukan PLN bersama para nelayan di Pamurbaya dirasakan mampu menjadi barisan pertahanan Surabaya untuk menjaga lingkungan . Salah satunya upaya Surabaya yang terus menambah ruang terbuka hijau (RTH) serta menurunkan suhu udara. Hasilnya pun bisa dirasakan, saat ini suhu udara di Kota Surabaya bisa turun sampai 2 derajat.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Surabaya, Anna Fajriatin menuturkan, selama 10 tahun terakhir ini sudah ada penambahan 573 taman kota yang tersebar di berbagai titik di Kota Pahlawan. Tercatat, sampai akhir 2020 luas total taman di seluruh Surabaya sudah mencapai 1.651,24 hektar.

"Taman-taman ini berbeda-beda, ada yang bekas TPA serta jenis lainnya. Termasuk masih terjaganya hutan mangrove di Pamurbaya," jelasnya. 

Mempertahankan mangrove sebagai benteng kota sangat penting. Berbagai ancaman abrasi serta upaya mempertahankan suhu di Surabaya harus terus dijaga. Dengan kondisi suhu yang bisa turun 2 derajat, total RTH di Surabaya sudah mencapai 7.356,24 hektar atau 21,99 persen dari luas Kota Surabaya.

Itu artinya, RTH publik di Surabaya sudah di atas target minimal sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) PU nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. "Jadi RTH publik kita sudah di atas target minimal, karena memang semua lahan yang bisa dimanfaatkan, kita gunakan untuk RTH. Bisa dilihat di Surabaya ini hijau," katanya.

Anna juga menegaskan, pengelolaan sampah di Surabaya terus disempurnakan. Saat ini sudah ada sebanyak 533 bank sampah dan telah menyalurkan tiap kampung 10 ribu magot untuk 500 kampung peserta SSC (Surabaya Smart City) 2020, guna pengurangan sampah rumah tangga. Keberadaan bank sampah di kampung nelayan juga memberikan andil besar dalam menjaga kawasan Pamurbaya.

Bahkan, ada pula delapan lokasi Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) 3R (Reduce, Reuse, Recyle) di beberapa tempat di Surabaya, ada pula 28 rumah kompos di berbagai titik di Surabaya. Sampah-sampah yang terkumpul itu pun kini bisa dijadikan sebagai energi listrik. "Pengelolaan sampah di Surabaya juga sudah bisa menghasilkan listrik di PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) Benowo," ujarnya.

Disadur dari Sindonews.com 

Surabaya Sampah Kota Maju Ekosistem Pandemi Covid-19 Pamurbaya Banderang


Loading...