Tidak Naik Kelas, Siswa SD di Tarakan Gugat Sekolah ke Pengadilan dan Menang
Terasjabar.id - Seorang siswa SD di Kota Tarakan menang melawan sekolahnya di Pengadilan. Siswa SD tersebut menggugat sekolahnya karena tidak naik kelas.
Siswa SD kelas 2 itu kemudian memenangi persidangan dan pihak sekolah harus membatalkan keputusan tidak menaikkan dirinya.
Hakim PTUN Samarinda menjatuhkan putusan pengadilan bernomor XX/X/2020/PTUN.SMD tersebut pada 5 Januari 2021.
Putusan itu kini sudah ditayangkan di website Mahkamah Agung dan dapat diunduh dengan bebas.
Dalam surat putusan itu, penggugat adalah YT (9). Ia adalah siswa kelas II yang tidak naik kelas pada tahun pelajaran 2019/2020.
Namun, YT diwakili oleh ayahnya, yakni AT lantara YT masih berusia di bawah umur.
Dalam perkara ini, sang ayah memberikan kuasa kepada 4 pengacara dari TRUTH & JUSTICE Law Office yang berdomisi di Bandung.
Keempat pengacara itu adalah Ponco Saloko, Mario Kristo, Jefta Naibaho, dan Singap Albert Panjaitan.
Tergugatnya adalah Kepala sekolah dasar negeri (SDN) di Kota Tarakan di mana YT menimba ilmu.
Dalam perkara ini, YT tidak naik kelas dari kelas II ke kelas III lantaran ia tidak mengikuti pelajaran agama Kristen di sekolahnya sehingga tidak memiliki nilai pelajaran agama.
Penyebabnya adalah YT adalah penganut Saksi-Saksi Yehuwa di mana memiliki akidah yang berbeda dengan pelajaran agama Kristen yang disediakan pihak sekolah.
Dalam gugatannya, YT disebut tidak mendapatkan akses pelajaran agama dari pihak sekolah.
Terkait tidak naik kelasnya YT, AT sudah menempuh jalur administrasi dengan menyurati pihak sekolah dan melakukan banding ke Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tarakan serta Wali Kota Tarakan.
Berikutnya sang ayah mendatangi pihak sekolah pada Desember 2019 untuk menyelesaikan masalah ini.
Pihak sekolah lalu meminta AT untuk memperoleh surat dari kantor kementerian agama Kota Tarakan sebagai syarat bagi YT untuk memperoleh pendidikan Agama berserta ujiannya yang disediakan oleh sekolah.
Surat itu lalu berhasil didapatkan AT. Kantor Kementerian Agama Kota Tarakan mengeluarkan surat rekomendasi nomor : B.017/KK.34.03/6/BA.03/01/2020 tanggal 3 Januari 2020.
Inti surat itu adalah agar penggugat mendapatkan pelajaran agama serta ujiannya.
Namun, usai surat itu diserahkan, pihak sekolah tak juga memberikan akses pelajaran agama Kristen Saksi-Saksi Yehuwa kepada YT.
Dalam dalil gugatannya, kuasa hukum YT menyatakan bahwa pihak sekolah telah melanggar hal yang sangat fundamental yang tertuang di dalam UUD 1945.
Salah satunya adalah pasal 28E UUD 1945, yang berbunyi :
(1)Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Berikutnya pengacara YT juga menunjukkan bahwa pihak sekolah melanggar Pasal 12 ayat 1 huruf a UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi :
Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak Mendapatkan pendidikan Agama sesuai dengan Agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
Selain itu, pihak sekolah juga melanggar pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah RI No. 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan yang mengatakan:
Setiap peserta didik pada satuan pendidikan di semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan berhak mendapat pendidikan Agama sesuai Agama yang dianutnya dan diajar oleh pendidik yang seagama.
JAWABAN PIHAK SEKOLAH
Namun, pihak sekolah menolak seluruh dalil dari penggugat.
Pihak sekolah menyebut rapot bukan termasuk keputusan tata usaha negara, sehingga tak boleh digugat ke PTUN.
Dalam perkara ini objek gugatannya adalah rapot di mana YT dinyatakan tidak naik kelas.
Berikutnya pihak sekolah juga membantah tidak memberikan akses pelajaran agama.
Tergugat (pihak sekolah) sudah mengarahkan penggugat bertemu dengan guru Agama Kristen dan bertemu dengan Bimas Kristen di Kantor Kementerian Agama Kota Tarakan.
Pihak sekolah juga menyebut bahwa AT sudah bertemu dengan guru pembina keagamaan yakni Ibu IDR dan ternyata tidak menemukan penyelesaian terkait guru agama YT.
Selanjutnya, pihak sekolah juga menyebut bahwa surat rekomentasi dari Kementerian agama tertanggal 3 Januari 2020 berbunyi : “perihal anak murid SDN 051 Tarakan yang tidak diberikan soal pelajaran Agama Kristen, disampaikan bahwa jika yang bersangkutan memang benar-benar aktif mengikuti pelajaran pendidikan Agama Kristen (PAK) agar tetap diikutkan dalam Ujian Semester dan Ujian Pelajaran Agama Kristen.”
Dari bunyi surat itu, pihak sekolah menggarisbawahi kalimat benar-benar aktif.
Menurut pihak sekolah, YT sama sekali tidak pernah masuk kelas pada jam pelajaran Agama Kristen di sekolah.
Oleh karena itulah YT tidak mendapatkan nilai pelajaran agama dan akhirnya tidakn naik kelas.
Padahal sebenarnya YT tidak mengikuti pelajaran agama lantaran pihak sekolah hanya menyediakan pelajaran agama Kristen, bukan pelajaran agama penganut Saksi-Saksi Yehuwa sesuai yang dianut YT.
Sementara itu, saksi dari PNS Penyelenggara Bimas Kristen Kementerian Agama Kota Tarakan, Otto Simon Tanduk, dalam kesaksiannya yang tertuang di surat putusan hakim, menyatakan bahwa Saksi-saksi Yehuwa bukanlah merupakah suatu aliran kepercayaan, tetapi merupakan bagian dari Gereja Kristen.
Otto juga menyatakan bahwa saksi-saksi Yehuwa terdaftar di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama RI,
Selain itu, Otto juga menyatakan bahwa benar status hukumnya Saksi-saksi Yehuwa adalah diakui.
Putusan Hakim
Dalam bagian menimbangnya, hakim berpendapat bahwa surat pernyataan yang diminta sekolah bukanlah persyaratan untuk mendapatkan pelajaran pendidikan agama kristen.
Sehingga tanpa surat pernyataan itu pun, sekolah seharusnya tetap melibatkan atau memberikan pelajaran pendidikan agama kristen kepada murid atau penggugat sesuai ketentuan Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pendidikan dan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor : 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.
Menurut hakim, hal itu selaras juga dengan dinyatakan bahwa Saksi-Saksi Yehowa Indonesia merupakan bagian dari Gereja Kristen sehingga dalam hal pelajaran pendidikan agama di sekolah, Majelis Hakim berpendapat tetap mengikuti Pelajaran Pendidikan Agama Kristen, tanpa mempersoalkan dogma/ajarannya.
Hakim lalu mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya dan menyatakan batal keputusan tidak naik kelasnya YT.
Hakim juga mengharuskan pihak sekolah mengeluarkan rapor baru untuk penggugat dengan nilai agama yang cukup agar YT bisa naik ke kelas III sekolah dasar. (Penulis: Theo Yonathan Simon Laturiuw/Tribunjakarta.com)