Cerita Ayah Minta Kopilot Sriwijaya Air Diego Mamahit Sekolah Penerbangan: Anak Ini Cerdas Otaknya

Cerita Ayah Minta Kopilot Sriwijaya Air Diego Mamahit Sekolah Penerbangan: Anak Ini Cerdas Otaknya
Editor: Malda Hot News —Jumat, 15 Januari 2021 13:46 WIB

Terasjabar.id - Diego Mamahit turut menjadi korban jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak.

Diego yang berstatus Kopilot Sriwijaya Air SJ-182 ternyata merupakan lulusan terbaik angkatan pertama sekolah penerbangan NAM Flying School.

Sang Ayah Boy Mamahit pun mengenang dirinya yang meminta Diego Mamahit mendaftar ke NAM Flying School supaya bisa berkarir di dunia penerbangan seperti dirinya.

Meskipun Diego Mamahit berkuliah di jurusan ekonomi Universitas Atmajaya.

Boy untuk diketahui, merupakan petinggi maskapai penerbangan Bouraq Airline yang pernah beroperasi di Indonesia.

"Diego menjadi 5 terbesar (lulusan terbaik) dari angkatan pertama, jadi mereka langsung terbang menjadi set pilot pada waktu itu. Saya melihatnya ini anak cukup cerdas ya otaknya," kata Boy kediaman Jalan Nakula, Kelurahan Jatirahayu, Pondok Melati, Kota Bekasi, Kamis (14/1/2021).

Menurut Boy, Diego merupakan anak yang menurut dan tak pernah menentang perintah orangtua.

"Anak itu penurut, sifat dia tak pernah melawan dan menentang orang tua. Mulai dari dia sekolah sampai tamat S1 di Atmajaya," ucapnya.

"Lalu kemudian tadinya dia diterima di salah satu bank tapi kami saran mendaftar ke sekolah pilot," tegasnya.

Diego sampat merasa kurang berminat.

Saat itu dia berpikir tidak memiliki bakat bekerja di dunia penerbangan.

Kekhawatiran itu lantas dipatahkan, talentanya terbukti setelah dia masuk ke sekolah penerbang dan menjadi pilot.

"Saya bilang kenapa you bisa bilang begitu ya nyatanya dia (Diego) punya talenta yang tadinya dia bilang saya engga ada bakat untuk jadi penerbang, ternyata dia bisa sukses punya potensi," tuturnya.

Diego Mamahit diketahui merupakan Kopilot yang menerbangkan pesawat Sriwijaya Air SJ182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada, Sabtu (8/1/2021).

Diego menikah dengan seorang wanita bernama Prisila Teja dan sudah dikaruniai seorang anak laki-laki berusia tiga tahun.

Pasca-menikah, Diego tinggal di daerah Tangerang bersama anak istrinya.

Sebelumnya sejak kecil dia tinggal di Bekasi di kediaman orangtuanya.

Keluarga Gelar Ibadah

Dirut Sriwijaya Air Jefferson Jauwena di kediaman Co-Pilot Diego Mamahit di kediaman Jalan Nakula, Jatirahayu, Pondok Melati, Kota Bekasi, Kamis (14/1/2021).
Dirut Sriwijaya Air Jefferson Jauwena di kediaman Co-Pilot Diego Mamahit di kediaman Jalan Nakula, Jatirahayu, Pondok Melati, Kota Bekasi, Kamis (14/1/2021). (TribunJakarta.com/Yusuf Bachtiar)

Keluarga dari Diego Mamahit menggelar ibadah penguatan di rumah kawasan Jalan Nakula, Kelurahan Jatirahayu, Pondok Gede, Kota Bekasi, Kamis (14/1/2021).

Ibadah tersebut dilakukan guna menguatkan keluarga atas peristiwa jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang menimpa Diego Mamahit selaku Kopilot.

Ibadah berjalan dengan hikmat mulai pukul 18.00 hingga pukul 19.00.

Beberapa lagu rohani dilantunkan keluarga selama ibadah berlangsung.

Di rumah duka, terdapat ragam karangan bunga ucapan ucapan dukacita dari berbagai kalangan.

Beberapa karangan bunga berasal dari Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dan Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhianto Tjahyono.

Di tengah ibadah, Direktur Utama Sriwijaya Air yakni Jefferson Jauwena terlihat hadir di rumah keluarga.

Tak banyak kata yang terucap dari mulut Jefferson.

"Kami turut berdukacita atas peristiwa yang menimpa keluarga. Untuk keterangan selanjutnya kita menunggu hasil investigasi," kata dia singkat saat ditanya awak media.

Saat dia pergi, kegiatan ibadah di dalam rumah terpantau masih berlangsung.
Sebelumnya, Diego menjadi satu dari enam awak pesawat yang hilang bersama dengan jatuhnya pesawat Sriwijaya Air pada Sabtu (9/1/2021).

Pesawat tujuan Jakarta - Pontianak tersebut jatuh di perairan Kepulauan Seribu.

Sebelum jatuh, pesawat Sriwijaya Air SJ 182 sempat keluar jalur penerbangan, yakni menuju arah barat laut pada pukul 14.40 WIB.

Pihak Air Traffic Controller (ATC) kemudian menanyakan pilot mengenai arah terbang pesawat. Namun, dalam hitungan detik, pesawat dilaporkan hilang kontak hingga akhirnya jatuh.

Tim DVI Berpacu dengan Covid-19 di Ruang Jenazah

Tampak posko posmortem Tim DVI di ruang Instalasi Forensik RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis (14/1/2021). 
Tampak posko posmortem Tim DVI di ruang Instalasi Forensik RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis (14/1/2021).  (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)

Pandemi Covid-19 turut memengaruhi kerja Tim Disaster Victim Identification (DVI) dalam proses identifikasi korban Sriwijaya Air SJ-182.

Dalam proses identifikasi yang dilakukan dengan mengumpulkan data antemortem (sebelum kematian) dari pihak keluarga dan posmortem (setelah kematian).

Kepala Laboratorium DNA Pusdokkes Polri Kombes Ratna mengatakan pengambilan data posmortem yang dilakukan harus 'berpacu' dengan Covid-19.

Pasalnya posko posmortem Tim DVI berada di Instalasi Forensik RS Polri Kramat Jati yang ruangannya juga menangani jenazah pasien Covid-19.

"Karena masa Covid-19 ini kita tidak boleh terlalu lama di kamar jenazah. Sementara jenazah di rumah sakit ini pun ada yang jenazah Covid-19," kata Ratna di RS Polri Kramat Jati, Kamis (14/1/2021).

Data antemortem dan posmortem yang dicocokkan lewat serangkaian proses sebenarnya sama, meliputi sidik jari, riwayat medis pemeriksaan gigi, dan DNA.

Bedanya data antemortem didapat Tim DVI dari pihak keluarga inti korban yang datang menyerahkan, sementara posmortem diambil dari jenazah.

Khusus sampel DNA diambil dari bagian tubuh jenazah yang berhasil dievakuasi, baik jaringan otot, tulang, dan lainnya diekstrak guna mendapat DNA.

"Misalnya kami dapet 30 kantong (jenazah), 30 kantong harus kami kerjakan (periksa) hari itu juga. Kita tidak boleh terlalu banyak orang, tidak boleh terlalu lama, jaga jarak, durasi, gitu ya, ventilasi," ujarnya.

Ratna menuturkan dari tiga parameter identifikasi DVI, identifikasi lewat pencocokan sampel DNA butuh waktu paling lama dibanding dua lainnya.

Sidik jari jadi prosedur identifikasi paling cepat karena bila bagian tangan ditemukan petugas mencocokan sidik jari dengan database e-KTP.

Serta data sidik jari korban termuat pada sejumlah dokumen penting yang diserahkan pihak keluarga, di antaranya ijazah, surat nikah, SIM, paspor.

"Bisa saja DNA antemortem dari keluarganya sudah ada. Tapi postmortemnya (jenazah) belum ada sehingga belum bisa dicocokkan," tuturnya.

Tim DVI yang melakukan identifikasi 62 korban Sriwijaya Air SJ-182 beranggotakan 306 tenaga ahli dari berbagai bidang, di antaranya kedokteran forensik dan gigi.

Hingga Kamis (14/1) pukul 17.00 WIB Tim DVI sudah mengidentifikasi 12 korban Sriwijaya Air SJ-182, dua di antaranya lewat pencocokan data sampel DNA.

Sementara sepuluh lain lewat pencocokan data sidik jari antemortem dan posmortem, dari keseluruhannya dua jenazah sudah diserahkan ke keluarga.

Konpers Tim DVI RS Polri terkait update korban pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (15/1/2021)
Konpers Tim DVI RS Polri terkait update korban pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (15/1/2021) (TribunJakarta/Nur Indah Farrah Audina)

Tim DVI Lakukan Pemeriksaan Sampai Tak Ada yang Bisa Diperiksa

Tim Disaster Victim Identification (DVI) memastikan proses identifikasi korban Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak terus berjalan.

Sebagaimana pengumpulan data antemortem (sebelum kematian) dari pihak keluarga berupa sidik jari, riwayat medis pemeriksaan gigi, dan DNA.

Lalu posmortem (setelah kematian) yang dikumpulkan dari bagian tubuh jenazah hasil evakuasi petugas di perairan Pulau Seribu lokasi jatuhnya pesawat.

Kepala Tim Rekonsiliasi DVI Polri Kombes Agung Widjajanto mengatakan pencocokan data antemortem dengan posmortem terus berjalan.

"Kami masih berharap juga masih ada temuan (bagian tubuh) lagi, kami siap lakukan pemeriksaan sampai tidak ada yang diperiksa lagi," kata Agung di RS Polri Kramat Jati, Kamis (14/1/2021).

Data posmortem hasil evakuasi petugas penting karena setelah data antemortem dari pihak keluarga terkumpul data dicocokan dengan posmortem.

Bila salah satu data tidak lengkap maka proses identifikasi yang dilakukan Tim DVI tak bisa mengidentifikasi jenazah sebagaimana harapan keluarga.

DVI sendiri merupakan prosedur identifikasi korban bencana alam dan kecelakaan yang jenazah korbannya sudah tak bisa dikenali secara fisik.

"Kami Tim DVI, ahli forensik, gigi, dan ahli lainnya kami siap (pemeriksaan). Mudah-mudahan ada temuan (body part) lain sehingga keluarga dapat menerima keluargaya yang dinyatakan hilang," ujarnya.


Hingga Kamis (14/1) pukul 17.00 WIB Tim DVI sudah mengidentifikasi 12 korban Sriwijaya Air SJ-182, dua di antaranya lewat pencocokan data sampel DNA.

Sementara sepuluh lain lewat pencocokan data sidik jari antemortem dan posmortem, dari keseluruhannya dua jenazah sudah diserahkan ke keluarga.

"Tim (DVI) akan bekerja sampai body part tidak ada lagi, kami akan bekerja optimal dan beri kepastian pada keluarga," tutur Karopenmas Polri Brigjen Rusdi Hartono. (TribunJakarta.com Yusuf Bachtiar, Bima Putra/Kompas.com)



Sriwijaya Air Pesawat Tubuh Pontianak Viral Jakarta Kepulauan Seribu Paulus Ridwan kamil Parongpong


Loading...